Deretan truk pengangkut CPO dari PT Padasa Enam Utama tak menggunakan plat kendaraan Riau.
LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Hasil kunjungan Sidak DPRD Riau, Rabu (24/7), tak hanya menyorot soal lahan ilegal yang digarap di kawasan hutan lindung Bukit Suligi. Masalah lain, juga ditemukan hal-hal ganjil dari perkebunan sawit PT Padasa Enam Utama di Kecamatan Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar.
Wakil Ketua DPRD Riau, H Asri Auzar mengatakan, mereka mendapati adanya penanaman sawit dekat dengan bibir anak sungai. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sempadan Sungai harus ada bufferzonenya atau penyanggahnya. Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak boleh ditanam sawit.
“Jarak bibir sungai itu minimal 100 meter, tak boleh ditanami sawit,” katanya.
Kemudian dalam hal pengolahan limbah, Asri melihat perusahaan juga tak melakukan penanganan dengan baik. Ada indikasi limbah dibuang ke sungai melalui pipa-pipa tersembunyi.
“Lihat ini, seperti ini tak baik, limbah hanya dibuat kolam-kolam seperti itu,” sambil menunjuk lokasi pembuangan limbah PT Padasa.
Perusahaan juga dianggap tak taat pajak, karena dari kendaraan angkutan CPO milik perusahaan yang sedang bekerja, tak satu pun menggunakan plat kendaraan dari Riau. “Platnya saja BK, jadi usaha di Riau, bayar pajak keluar,” kata dia lagi.
Asri juga heran dengan pengakuan manejer operasional Suryanto Efendi yang mengaku perusahaan milik Nofriati H Sebuya memiliki kantor pusat di Medan. “Harusnya kalau usaha di sini ya punya kantor disini,” imbuh dia.
Dalam Sidak yang ditemani oleh dua anggotanya Suhardiman Amby dan Mansyur HS, Ketua DPD Demokrat Riau ini lagi-lagi dibuat kaget, ditemukan dua pegawai Kementerian LHK yang berkantor di perusahaan tersebut.
“Fungsi mereka apa? Apakah Kemen LHK main mata untuk melindungi perusahaan?,” pungkas Asri sambil bertanya. (rul)