Krisis Ekonomi Sudah Dekat? Ini Kata Rizal Ramli

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Gonjang ganjing ekonomi era Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelas sangat dirasakan masyarakat Indonesia. Banyak kebijakan ekonomi justru memberatkan rakyat. Menuju ke arah krisis ekonomi?

Ekonom senior, DR Rizal Ramli mengungkapkan, kondisi ekonomi RI saat ini, betul-betul berada di tebir jurang. Indikatornya sederhana saja, jumlah utang terus membengkak yang melahirkan pelemahan ekonomi RI.

Pada 1996, Rizal mengaku telah memprediksikan krisis ekonomi yang akan terjadi pada tahun 1997/1998. “Bulan Oktober 1996, DR RIzal Ramli menerbitkan perkiraan Econits Economic Outlook 1977, bahwa ekonomi Indonesia bakal mengalami krisis 1997/1998. Rizal Ramli satu-satunya ekonom yang memperkirakan Krisis Ekonomi 1998 dua tahun sebelum terjadi,” ujarnya, dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta.

Namun demikian, tak sedikit yang mencoba mematahkan analisa mantan anggota tim panel penasehat ekonomi PBB ini.

“Perkiraan itu dibantah oleh analis dalam negeri dan luar neger, dibantah oleh Menkeu dan Gubernur BI. Perkirran saya ini bisa terjadi, karena berdasarkan utang swasta yg kelewatan, defisit current account besar, overvaluasi rupiah dan kelemahan struktural dalam perbankan Indonesia,” ungkap mantan Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini.

Rizal menilai, krisis ekonomi di Indonesia yang terjadi pada 1997/1998, merupakan sejarah buruk, karena merupakan krisis terbesar di Asia.

“Krisis ekonomi Indonesia 1997/98 menjadi krisis ekonomi terbesar di Asia, ekonomi Indonesia anjlok dari rata2 6% pertahun menjadi minus 12.9% pada 1998. Pejabat-pejabat ekonomi RI selalu melakukan self-denial (penolakan realita) dengan selalu mengatakan bahwa fundamental ekononomi RI bagus,” kenang Bang RR, sapaan akrabnya.

Ironisnya, lanjut mantan Menko Kemaritiman di Kabinet Indonesia Kerja besutan Jokowi ini, pejabat negara justru mengulangi cara yang sama dalam menyelesaikan permasalah ekonomi di Indonesia.

“Dua tahun terakhir, pejabat2 Indonesia mengulang kebiasaan buruk yakni self-denial bahwa kondisi ekonomi semakin memburuk, tanpa kemampuan melakukan inovasi dan terobosan kebijakan untuk turn-around. Kita dapat menghindari krisis, tapi tidak dengan cara-cara lama,” tutupnya. (ILC)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *