Opini  

Memahami Alasan Pembatalan Pengiriman Jemaah Calon Haji 1441H/2020M

DR (Cnd) Irma RomiAnto SH MH, CPL
DR (Cnd) Irma RomiAnto SH MH, CPL

Oleh: DR (Cnd) Irma RomiAnto SH MH, CPL

HAJI merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilakukan oleh seorang Mukmin yang mampu. Dengan mengunjungi Ka’bah pada bulan Haji danmengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan wukuf.

Menurut pengertian etimologi, haji artinyapergi keKa’bah untuk melaksanakan amalan-amalan tertentu. Atau, haji adalah berziarah ke tempat tertentu pada waktu tertentu guna melaksanakan amanat tertentu.

Kewajibanmelaksanakan haji dalam Islam adalah bagi orang yang mempunyai kesanggupan untuk melaksanakannya. Menurut jumhur ulama, perintah tentang kewajiban haji diterima oleh Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam padatahun ke-6 H/628 M.

Yaitu ketika firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang memerintahkan NabiMuhammad Sallallahu Alaihi Wasallam melaksanakan haji dan umrah. Pada prosesnya dalam pelaksanaan ibadah haji sejak masa Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, sampai pada saa tini, meskipun kalau dibaca lebih banyak lagi tentang haji, tentu saja banyak hal-hal yang berkaitan dengan haji sebelum masa Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam.

Yaitu dengan tujuan diwajibkannya haji adalah memenuhi panggilan Allah untukmemperingati serangkaian kegiatan yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim Alaihiwasallam sebagai penggagas syariat Islam.

Keinginan Nabi Ibrahim Alaihi Sallam itu ditanggapi Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menyuruh orang-orang untuk menziarahi tempat Nabi Ibrahim Alaihi Sallam tersebut.

Haji  adalah ibadah yang sangat istimewa dalam Islam. Dalam Agama Islam. Kedudukannya sebagai rukun  Islam  kelima, tetapi dari segi daya tariknya terhadap minat masyarakat Muslim, haji menduduki peringkat pertama.

Penulis menduga bahwa tidak ada kabupaten atau provinsi di Indonesia yang  tidak dalam posisi waiting list calon jemaah haji. Artinya semangat untuk menunaikan haji adalah semangat yang membara, sehingga waiting list keberangkatan haji memang benar-benar terjadi. Pada perkembangannya, tingkat jemaah ibadah haji Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah jemaah terbesar dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.

Bagi masyarakat Muslim Indonesia, banyak kisah-kisah menarik tentang haji, dibuat buku bahkan difilmkan. Misalnya buku tentang naik haji masa silam yang terdiri atas tiga jilid. Seperti sinetron Tukang Bubur Naik Haji, Film Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Buya Hamka dan lain sebagainya.

Menariknya, kalau digali lebih banyak tulisan-tulisan tentang haji, banyak sekali aspeknya, termasuk juga dalam aspek politik, misalnya pada Abad XVIII sampai XIX sempat terjadi terhambatnya perjalanan haji dari Indonesia ke Jazirah Arab.

Salah satu penyebabnya adalah Belanda menguasai perdagangan dan pelayaran di Indonesia atau lebih kasarnya adalah Belanda pada waktu itu menjajah Indonesia. Sebab, pemerintah Belanda khawatir terhadap sikap Nasionalisme kelompok Islam dan para jemaah haji yang pulang dari Mekkah yang akan melakukan gerakan-gerakan tertentu terhadap kepemerintahan Belanda.

Akan tetapi, tokoh Belanda, Cristian Snouck Hurgronje memberikan kejelasan terhadap sikap nasionaisme kaum Muslimse pulang melakukan perjalanan haji. Tidak sepatutnya mencurigai umat Islam yang melakukan ibadah haji. Karena, mereka terdiri masyarakat awam yang berasal dari para petani yang sukses.

Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah dari kalangan umat Islam yang berkeinginan melaksanakan ibadah haji. Pemerintah Belanda memahamimaksud dari C. S. Hurgronje tersebut, dan akhirnya membatasi perijinan perjalanan ibadah haji kepada kelompok tertentu dari kalangan umat Islam yang berpolitik.

Selain itu, masih muncul pertanyaan-pertanyaan lain tentang haji. Misalnya mengapa di Indonesia, jemaah haji yang telah selesai melaksanakan ibadah haji, mendapatkan gelar dengan menuliskan huruf H, pada namanya. Atau dengan panggilan sehari-hari Pak Haji, Bang Haji atau pun Buk Hajjah dan lain sebagainya. Atau dalam hal lain misalnya di identikkan dengan menggunakan peci putih yang oleh masyarakat pada umumnya adalah peci haji.

Pada Hari rRbu, 03 Juni 2020, bagaikan petir di siang bolong, itulah yang terasa oleh Jemaah Calon Haji ketika Menteri Agama mengumumkan telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M.

Alasan yang paling mendasar dari keputusan tersebut adalah mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19).

Masih segar dalam ingatan penulis tentang khidmadnya pelaksanaan haji pada tahun lalu. Alhamdulillah pelaksanaan berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan, karena ibdah haji memang impian setiap umat Muslim di dunia. Dengan bersusah payah mengumpulkan uang untuk biaya pelaksanaan haji. Namun apa hendak dikata, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak.

Meskipun demikian, kita mesti menyadari bahwa pasti ada hikmah dibalik musibah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19).

Dalamhal lain, baik sebagai akademisi, praktisi yang bergerak dalam pelayanan (tour travel dan umroh) atau pun sebagai salah satu pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Kota pekanbaru, penulis dihadapkan kepada pertanyaan yang bertubi-tubi terkait pembatalan pengiriman calon jemaah haji pada tahun 1441H/2020M. Tentu saja penulis dapat merasakan kesedihan dan kekecewaan yang dirasakan calon jemaah calon haji.

Pembatalanpengiriman Jemaah haji padatahun 1441H/2020M, merupakan pukulan telak yang dirasakan oleh calon jemaah haji yang telah mempersiapkan seluruh aspek untuk datang melaksanakan RukunIslam yang kelimaini.

Sebelumnya ribuan jemaah umrah yang tidak dapat melaksanakan niat suci ke baitullah, padahal jauh-jauh hari telah mempersiapkan segala sesuatunya. Namun harus dipahami bahwa segala sesuatu itu pasti ada hikmahnya.

KeputusanMenteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji, mesti kita paham bahwa sebenarnya kalau berbicara konteks sejarah peradaban, kita akan menemukan fakta yang dikutip dari The New Arab mengambil dari Saudi King Abdulaziz Foundation for Research and Archives, telah terjadi sekitar 40 kali pembatalan haji. Ada beberapa penyebabnya sehingga ibadah haji yang rutin dilaksanakan pada bulan Dzulhidjah ini dibatalkan.

Di antaranya adalah karena konflik bersenjata dan wabah penyakit. Oleh karena tahun 1441H/2020M telah dikeluarkan keputusan Menteri Agama tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji, cukup beralasan. Meskipun lembaga legislative mempertanyakan tentang pembatalan sepihak yang dilakukan Menteri Agama tanpa diskusi dengan lembaga legislative. Pertanyaan yang dilakukan oleh lembaga legislatif juga beralasan karena memang itulah salah satu tugasnya. Dan kita tentu saja harus memahaminya secara komprehensif.

Dalam aspek lainnya, pembatalan pengiriman jemaah calon haji yang dilakukan sepihak oleh Kementerian Agama dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 adalah keputusan yang cukup beralasan, meskipun banyak pihak yang mempertanyakan, kenapa terlalu cepat dikeluarkan keputusan tersebut, sedangkan Negara Arab Saudi belum mengkonfirmasi apakah pelaksanaan ibadah haji padatahun 1441H/2020M dilaksanakan atau tidak, atau Arab Saudi tidak menerima jemaah calon haji dan lain sebagainya.

Dalam konteks pembatalan ini, yang dirugikan tidak hanya satu pihak saja, melainkan semua pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaan ibadah haji yang telah dilaksanakan berpuluh-puluh tahun dengan konsep dan mekanisme yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu.

Mulai dari Kementerian Agama, dalam hal ini negara, biro perjalanan haji sampai jemaah haji. Dalam hal ini tentu saja kerugian yang diderita adalah kerugian materil maupun imateril.

Meskipun dalam perlindungan konsumen yang telah diatur berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999. Dalam undang-undang ini negara memberikan perlindungan hukum melalui jalur pengadilan, akan tetapi undang-undang ini memiliki batasan-batasan tertentu karena alasan yang disampaikan Menteri Agama adalah alasan yang sehrusnya dapat diterima oleh jemaah calon haji. Karena alasan yang dikemukakan memang alasan yang logis. Salah satu alas an utamanya yaitu mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Jadi ini bukan karena politik ataupun kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Tapi semata-mata adalah karena tugas negara melindungi rakyatnya.

Kita berharap kepada negara bahwa proses pengembalian pembayaran pelunasan keberangkatan haji dapat dikelolah dengan baik. Uang pembayaran/ongkos naik haji yang dikelolah oleh negara dapat dilaksanakan dengan transparan dan penuh kebijaksanaan.

Oleh karenanya, penulis mengajak kepada kita semua untuk tetap sabar, tenang dan berserah diri kepada Allah SubhanahuwaTa’ala, supaya pandemic Corona Virus Disease-19 (Covid-19) dapat segera teratasi dan kehidupan kembali normal.

Semoga kita senantiasa dilindungi oleh Allah SubhanahuwaTa’ala, dan niat suci kita ke Baitullah diijabah Allah SubhanahuwaTa’ala. Aamiin. (*)

 

NB: Penulis merupakan CEO NSK Group

Bendum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Kota Pekanbaru

 

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *