LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Dari sekitar 1.600 hektar lahan transmigrasi milik masyarakat UPT VII SKP-F desa Pasir Indah, Kecamatan kunto Darussalam, Rokan Hulu, saat ini hanya tinggal 800 hektar. Lebih separuh lahan tersebut diserobot oleh oknum cukong dan perusahaan PT SAMS (Padasa Enam Utama Grup).
Atas hal tersebut, Aliansi Masyarakat Transmigrasi UPT VII SKP-F Pasir Indah mengadu ke Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi RI di Jakarta, dengan harapan kembalinya lahan milik masyarakat tersebut. Perwakilan diterima Direktur Penyedia Tanah Transmigrasi, Dirjen Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman Transmigrasi (PKP2Trans), Nirwan Ahmad Helmi.
“Alhamdulillah dalam pertemuan kemarin akan mendata ulang lahan tersebut. Direktur bilang, tanah negara tidak boleh dipindahtangan begitu saja,” kata Sariman, perwakilan Aliansi Masyarakat Transmigrasi UPT VII SKP-F Pasir Indah, Selasa 1 Desember 2020.
Sariman bersama perwakilan dan turut didampingi Ketua Persatuan Masyarakat Transmigrasi (Permata) Riau Suroto ST MT, membeberkan segala legalitas yang dimiliki masyarakat. Di mana lahan itu mulai digarap sebagai lahan trasmigrasi pada tahun 1993 lalu.
Beralihnya kepemilikan lahan oleh cukung dan PT SAMS tersebut hampir sepuluh tahun. Pangkal masalah setelah terjadinya pemekaran desa Pasir Indah, dari desa induk Muara Dilan pad tahun 2012. Pada tahun 2010, Pemkab Rokan Hulu mengeluarkan Izin Usaha Pemanfaat Perkebunan (IUP) pada tahun 2010.
“Hasilnya dari sebelumnya ada 1.600 hektar, sisanya tinggal lagi 800 hektar lahan diserobot. Inilah yang menjadi tuntutan masyarakat, karena kami memiliki legalitas berupa sertifikat lahan transmigrasi,” lanjutnya.
Sempat melakukan gugatan sebelumnya, namun di Pengadilan Negeri Rokan Hulu, perjuangan masyarakat pun kandas karena legalitas berupa sertifikat dimentahkan oleh Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang dikeluarkan pemerintah setempat.
Sariman menyebtukan, dasar hukum masyarakat transmigrasi UPT VII SKP-F menuntut sesuai dengan surat keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 134/HPL/BPN/93, tentang pemberian hak pengelolaan atas nama Departemen Transmigrasi dan pemukiman perambah hutan atas tanah di Kabupaten Kampar pada 11 Oktober 1993.
Kemudian juga Surat Menteri Transmigrasi dan Perambah Hutan Tahun 1996 kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Daerah Transmigrasi Nomor 19/M/I/1996, tentang pengamanan areal tanah yang dicadangkan untuk pemukiman transmigrasi.
Terakhir surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Kepada Bupati se– Indonesia Nomor B.118/MEN/P4T/FTT/III/2006 tentang pengamanan tanah/lahan HPL transmigrasi.
“Kami juga bersyukur, setelah pertemuan kemarin, Kementerian Desa langsung merespon dengan membentuk tim untuk turun ke lapangan. Mudah-mudahan segera. Kami akan menyiapkan semua yang jadi kebutuhan terkait legalitas lahan tersebut,” pungkasnya. ***