Tangsangkapura Nenek Kuntil

nama

NGAH Long dan Long Usu sudah beberapa hari ini saling tak tegur sapa. Sebagai saudara kakak-beradik tentu saja tak elok. Wajah kedua kakak-beradik ini menunjukkan semacam ada sesuatu yang disembunyikan. Kesan  antara keduanya terasa tak kena. Apa gerangan?

Ngah Long dan Long Usu tak banyak cerita. Seperti biasa,  komentar, cis cas cos,  apalagi cungkodik, kata orang lalat pun tak inggap. Kedua kakak-beradik ini terasa perubahan begitu cepat. Bukan lagi secepat kilat menyambar, melainkan maaf, bagai mencret menguras perut. Apa gerangan kah?

Hampir seminggu baru ketahuan. Keduanya rupanya baru saja bermimpi. Untuk saling menjaga keakraban. Menjaga perasaan masing-masing, keduanya selalu saja saling sungkan. Perasaan takuak, haru-ungu bercampur-aduk takut menjadi satu tak terurai, selalu saja mensetani (yang umum menghantui).

Nag Long baru saja bermimpi. Ngah bermimpi bertemu ketua negeri kecil nan elok. Negeri Taksangkapura namanya. Mimpinnya sederhana. Ngah menolak setengah masak (lazimnya mentah-mentah) rencana pinjaman alias utang dari sang ketua. Ngah tersinggung, Negeri Kolam Susu yang gemah ripah loh jenawi, berutang. Untuk apa? Begitulah ringkas kisah mimpi Ngah.

Lain pula Long Usu yang bermipi bertemu nenek kuntil. Dari namanya saja sudah merinding mendengarnya. Seorang nenek benar menujukkan orang yang sudah tua. Bagaimana dengan Kuntil? Ih…merinding. Ngeri. Seram. Takut. Beribu rasa yang menjini (seperti hantu, setan) bila saja mendengar apalagi menyebut kata Kuntil. Yang terpendam dalam alam bawah sadar tentu saja Kuntil Anak.

Long Usu meyakini jika semua terkait kata Kuntil itu hanya perasaan saja. Kuntil itu sebenarnya menunjukkan sesuatu yang indah. Yang mewangi bak parfum merek Paris Hilton. Yang sebenaranya bukan masalah, hanya saja posisinya yang tidak menguntungkan. Bunga Kuntil umumnya hidup dan berkembang di dekat pemakaman (atau kuburan). Inilah titik masalahnya. Nenek Kuntil selalu diasosiasikan dengan Kuntil Anak. Yang jika dicermati bersandar makna etimologinya berarti “bunga anak”. Bunga yang masih akan memekar. Inilah sejumput ringkas kisah mimpi Long Usu.

Tak elok sungguh jika hanya persoalan  mimpi kedua kakak-adik ini tak tegur sapa. Apalagi sudah lebih seminggu. Ihwal sebagai penyebab keduanya tak tegus apalagi menyapa adalah rasa ketakutan yang berlebihan. Bukankah mimpinya Ngah Long yang sebenarnya mulia? Mulia karena menolak utang. Walaupun berbeda Long Usu, memiliki kekhawatiran yang sama.  Esensinya pada persoalan pertanggungjawaban mimpi. Persoalan pembuktian mimpi jika suatu saat masyarakat Kampung Drian, Negeri Kolam Susu meminta apalagi menuntutnya. Rasanya itu saja. Tak ada yang lain.

Bagaimana cara membuktikan mimpi? Jujur,  Ngah Long awalnya setengah sock. Begitu pun Long Usu, bukan lagi sock, tetapi juga sutris (sutris adalah perasaan kegalauan hati melebihi rata-rata orang yang dilanda stress. Sutris hampir mendekati tiga perempat strock).

Tak sampai berlama-lama. Akhirnya senyum dikulum bibir hiasan keduanya mencambah wajah. Keduanya sudah punya jawaban. Kalau pun seandainya masyarakat kampung,  bukan saja meminta, menuntut untuk mempertanggungjawabkan mimpinya, keduanya siap. Ada dua langkah yang akan ditempuh.

Pertama, kepada masyaakat keduanya akan meminta untuk terlebih dahulu berkoordinasi sekaligus mengkonfirmasi. Koordinasi dan konfirmasi pada produser sebagai penangagung jawab program infotaimen atau apalah namanya yang berbau “uka-uka” (sebutan semua program acara yang bernuansa dunia lain, makhluk gaib). Program yang selama ini hanya disiarkan media televisi mainstream. Meminta sekaligus membuktikan bagaimana cara mereka melihat, merasakan, meraba dan bentuk dari makhluk yang selalu menjadi objek perburuan.

Kedua kakak-adik ini meyakini seratus-peratus tak mungkin dapat dibuktikan. Namanya juga infotaimen. “Apakah program ini dapat diketegorikan pembodohan sekaligus pembohongan publik?” sergah Long dalam hati.

Kakak-beradik ini harus tidur terlebih dahulu. Kemudian, akan bersama-sama bermimpi bertemu Nabi Yusuf. Keduanya akan bertanya ihwal takqwil mimpi mereka. Tidak mau berutang dan ketemu Nenek Kuntil bagaimana cara menaqwilnya?

Tak disangka. Tiba-tiba saja, keduanya tersenyum-senyum. Tersengah-sengah. Termehek-mehok. Keduanya sangat yakin. Tak perlu lagi bermimpi bertemu nabi. Sangat sulit membuktikannya. Apatah lagi terlupa membawa HP. Keduanya menyatukan tekad untuk bermimpi menjadi Raja saja.

“Hayooooo siapa berani mengadu!” Tantang Ngah Long Usu sambil tertawa bibir terkulum manis, eh sinis. ***

Baca : Tak Seindah Pantun

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *