Opini  

Strategi Pemerintah Bengkalis Jemput Keberkahan Zakat Menuju Masyarakat Bermasa

Oleh: Muhammad Ashsubli

LEBIH dari satu dasawarsa Undang-Undang Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat disahkan. Sebelumnya, UU yang berlaku adalah UU No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Regulasi ini di satu sisi memberikan penguatan dan kepastian hukum bagi institusionalisasi ekosistem zakat oleh negara. Namun, saat bersamaan memarginalkan ekosistem zakat berbasis tradisional dan komunal yang berakar di masyarakat umum.

Secara historis, praktik pengelolaan zakat di Indonesia tidak lepas dari praktik yang ada di dunia Islam sejak abad 13-17 M. Di masa Kolonial, pengelolaan zakat diserahkan pada masyarakat. Dengan berkembangnya pesantren, madrasah, dan organisasi civil society Islam, filantropi berkembang dengan sendirinya. Filantropi memberi sumbangan besar untuk kemerdekaan Republik Indonesia. pada zaman kemerdekaan, misalnya di Aceh, di Pulau Jawa, dan beberapa daerah lainnya. Pada zaman orde lama, negara hanya memberikan supervisi dalam pengelolaan zakat. Sedangkan pada zaman orde baru, negara mulai terlibat dalam pengelolaan zakat melalui baziz. Filantropi Islam di Indonesia tidak lepas dari peran lembaga-lembaga yang dikelola oleh masyarakat seperti Lembaga Amil Zakat (LAZ), lembagalembaga di bawah ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. (A. Qodri Azizi, 2004: 144-145).

Di masa reformasi, kontestasi agama dan negara semakin terlihat di mana terdapat dua jenis lembaga filantropi yang diakui yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang merupakan unsur pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang merupakan unsur dari masyarakat (civil society).

Lahirnya Undang-Undang Nomor 38/1999 tentang Pengelolaan zakat di Indonesia telah mendorong lahirnya organisasi-organisasi pengelola zakat. Sampai dengan perubahan atas UU Nomor 38/1999 menjadi UU Nomor 23/2011.

Pada hakikatnya kedudukan zakat sangat penting bagi perekonomian umat apabila zakat bisa dikelola secara optimal. jika potensi zakat bisa dimaksimalkan, maka sangat mungkin untuk dimanfaatkan dalam menunjang kegiatan ekonomi dan proses pengentasan kemiskinan, khususnya bagi masyarakat muslim. Dengan adanya zakat bisa meminimalisir potensi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan.

Penghimpunan dana zakat boleh dikatakan selalu menjadi tema besar organisasi amil zakat (Khasanah, 2010). Pelaksanaan pemungutan zakat secara semestinya, secara ekonomik dapat menghapus tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok, serta sebaliknya dapat menciptakan redistribusi yang merata (Mannan, 1997).

Salah satu indikator kemajuan zakat di Indonesia yaitu terjadi peningkatan penghimpunan zakat, termasuk infaq dan sedekah, yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Namun demikian, di balik pesatnya kemajuan dunia perzakatan di Indonesia, masih terdapat banyak persoalan yang perlu diselesaikan. Kesenjangan potensi dan penghimpunan zakat, masih lemahnya perhatian masyarakat terhadap zakat, masalah kredibilitas lembaga, masalah SDM amil, masalah regulasi masyarakat, dan masalah efektivitas serta efesiensi program pemberdayaan zakat yaitu sederet persoalan yang perlu dicarikan solusinya.

Beberapa strategi untuk menunjang pengelolaan zakat yang lebih baik sangat dibutuhkan. Termasuk juga dengan kebijakan politik yang diperankan oleh kepala daerah. Sebab, dengan strategi itu, maka pengelolaan zakat yang amanah, professional, transparan, dan akuntabel serta memperhatikan kepatuhan syariah dapat terwujud

Beberapa strategi yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Bengkalis dalam menjemput keberkahan dari zakat adalah melahirkan Peraturan Daerah Kabupaten Bengkalis No. 3/2018 tentang Pengelolaan Zakat, infak dan sodaqah. Peraturan Bupati Tentang Petunjuk Pelaksaan Peraturan Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor 3/2018 Tentang Pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah serta Instrukti Bupati Bengkalis Nomor 2/2021 tentang optimalisasi pengumpulan zakat di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkalis.

Tidak hanya itu, strategi lainnya dibentuk juga Peraturan Bupati Bengkalis Nomor 2/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor 3/2018 Tentang Pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah. Dengan demikian seluruh ASN dengan tunangan yang telah mencapai nishab dipotong langsing lewat bendahara

Lahirnya strategi ini maka semakin memantapkan definisi zakat yaitu al barakatu bermakna berkah. Pengertian ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar hartanya akan selalu berlimpah dan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yabg digunakanadalah harta yang suci dan bersih. Berzakat merupakan rasa syukur menjalankan rukun Islam kelima, keinginan membagi sebagian harta dengan orang lain, sekaligus memancing turunnya rahmat Allah yang lebih besar. Sebagaimana firmannya dalam al-Quran surah al ‘araf ayat 96 “dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqa, pasti kami akan limpahkan keapda mereka keberkahan dari langit dan bumi.

Salah satu keberkahan yang diturnkan Allah adalah ditemukannya ekspolarasi minyak dan gas (migas) di pulau Bengkalis. Ini tentu berdampak kepada kesejahteraan masyarakat bengkalis, tidak hanya itu prestasi yang dimiliki oleh pemkab bengkalis pun banyak diterima, mulai penghargaan sebagai pemkab terbaik pertama kategori pembangunan terbaik, realiasasi pendapatan daerah tertingggi nomor dua dan masih banyak lagi yang ini menjadi nyata bahwa zakat membawa keberkahan bagi semua. Wallahu alam.***

*) Penulis adalah Dewan Pengawas Baznas Kabupaten Bengkalis

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews