Presiden Jokowi Diminta Hentikan Islamphobia

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Presiden Jokowi diminta mengikuti arus global, melawan Islamophobia di seluruh dunia dan segera menghentikan para buzzer di semua link memusuhi umat Islam yang mayoritas di negeri ini.

Permintaan ini disampaikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi Se-Indonesia dalam pernyaatan sikap mereka, Rabu kemarin 4 Mei 2022, bersamaan dengan perayaan Idul Fitri 1443 H, bulan baik hari baik untuk memperbaiki hubungan sesama saudara seagama dan sebangsa.

Di Amerika dan dunia Barat, Islamophobia telah menjadi catatan sejarah kelam, sehingga sekarang PBB telah menetapkan dalam Sidang Umum 15 Maret 2022, Hari Internasional Melawan Islamophobia.

Penetapan Hari Internasional Melawan Islamophobia dalam SU PBB seharusnya menjadi momentum bagi negara -negara termasuk Indonesia untuk membuat aturan-aturan hukum yang terkait dengan Islamophobia.

“Ketika dunia sudah melakukan peperangan terhadap Islamophobia yang puncaknya Sidang Umum PBB menetapkan tanggal 15 Maret 2022 sebagai Hari Internasional untuk memerangi Islamophobia, anehnya di negeri ini yang mayoritas penduduknya Muslim justru fenomena Islamophobia dipupuk secara masif dan sistematis,” kata Herwan, Koordinator KAMI Riau, mewakili KAMI Lintas Provinsi untuk Riau.

Tersebab itu, menurut Herwan, KAMI Lintas Provinsi sepakat mengambil langkah tegas dengan menyampaikan pernyataan sikap memerangi Islamophobia Indonesia.

Jika presiden beserta rezim pemerintahan melakukan pembiaran dan tidak menghentikan dan melakukan penegakan hukum (law enforcement) terhadap semua upaya oknum maupun organisasi dan institusi, maka KAMI memintanya untuk mundur.

KAMI menilai, kaum radikalis neo komunis, neo liberalis dan kalangan sekularisme selama dua periode ini semakin mendapat angin dengan berbagai cara untuk menekan Islam. Padahal sejak dulu sampai sekarang Islam di Indonesia dengan berbagai Ormas Islam dikenal moderat dan sangat toleran.

Dengan mayoritasnya umat Islam, katanya, kalangan minoritas non Islam di Indonesia juga tidak pernah merasa terancam, tidak terusir seperti di negara lain Myanmar, India, Bangladesh, China (minoritas Islam di Uyghur), atau di beberapa negara Barat di mana Islam sebagai minoritas, diperlakukan secara rasialis, diejek dan malah dibunuh, diusir, dan rumahnya dibakar serta larangan berpakaian muslim dan beribadah, di Indonesia perlakuan seperti hal tersebut terhadap kalangan minoritas tidak pernah terjadi.

Menurut KAMI, baru di pemerintahan sekarang ini ada buzzer dan influencer serta beberapa menteri yang terpapar sekularisme dan neo komunisme serta dibiaya oleh para kapitalis. Mereka sebarkan hoax dan ujaran kebencian terhadap Islam, serta berbagai kebijakan kementerian tentang azan, pendidikan PAUD, pesantren yang distigma sebagai bibit terorisme. Serta usaha melemahkan dan menghilangkan tokoh Islam dalam sejarah Indonesia.

Mereka, menurut KAMI, memanfaatkan “ketakutan” di kalangan Barat dan RRC, dan ketakutan kalangan minoritas di Indonesia tentang kebangkitan Islam garis keras di Indonesia. Mereka takuti bahwa jika Islam garis keras akan berkuasa Indonesia nasibnya akan seperti Suriah dan Afghanistan.

“Ketakutan tersebut diciptakan untuk mempertahankan kekuasaan dengan dukungan Negara Barat dan China Komunis serta mendapatkan bantuan dana dari kalangan minoritas dari usaha mereka menyebarkan kebencian serta adu domba terhadap umat Islam,” katanya.

Sekarang sudah dimunculkan daftar ulama yang dianggap radikal tidakdiperbolehkan ceramah di masjid-masjid, Departemen Pemerintah dan BUMN. Ditimbulkan ketakutan bagi kalangan ulama, diincar kesalahannya, jika salah ucap di internal pengajian, dilaporkan sebagai pelanggaran pidana oleh para buzzer..

Bahkan BNPT menyebarkan bahwa di Sumatera Barat ada kelompok teroris mendirikan NII, dan akan menurunkan pemerintah yang syah dengan “golok”, sesuatu yang tidak masuk akal.

Baru-baru ini di bulan Ramadan seorang Rektor ITK di Kalimantan Timur, yang kemungkinan terpapar sekularisme, atau neo komunis menjadi rasis dan merendahkan Islam.

Kepada para ulama, selain dikriminalisasi dan disempitkan ruang gerak organisasi Islam dengan berbagai istilah stigma mereka lekatkan seperti “kadrun”, radikal dan intoleransi bagi yang bertentangan dan kritis terhadap kekuasaan, juga dilakukan penangkapan beberapa ulama dan aktivis, tanpa alasan hukum yang logis. Sehingga menciptakan kecurigaan bagi sesama umat Islam.

Mengingat hal tersebut, KAMI Lintas Provinsi menyatakan: pertama, meminta Pemeritah Jokowi hentikan rekayasa menyerang, melemahkan dan akan menghancurkan umat Islam.

Kedua, meminta Presiden Jokowi menindak tegas jangan justru “membiarkan” para pejabat, penceramah, rektor, buzzer, influencer dan pihak-pihak lainnya yang terus menyebarkan Islamophobia dengan anti terhadap Islam, Al Quran, Nabi Muhammad, Ulama, Pakaian Muslim dan apalagi terus mengaitkan Islam dengan radikalisme, terorisme, intoleransi dan hal-hal negatif lainnya. Jika Jokowi sebagai presiden tidak sanggup mengatasi hal tersebut sebaiknya mundur dari jabatannya.

Ketiga, sebagai negara yang mayoritas Muslim, meminta Pemerintah Indonesia, DPR-RI dan DPD RI harus bertindak proaktif dalam merealisasikan kesepakatan SU PBB tentang Penetapan Hari Internasional Melawan Islamophobia tersebut dengan segera meratifikasi dan menyusun RUU untuk melawan Islamophobia.***

Editor: Fahrul Rozi

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *