Erupsi Gunung Semeru Seperti tak Terdeteksi, Ini Sebabnya!

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Erupsi Gunung Semeru Sabtu 4 Desember 2021 lalu, dinilai minim tanda- tanda dan terkesan tiba- tiba serta tidak biasa. Vulkanolog Institut Teknologi Bandung Mirzam Abdurrachman mengungkap proses terjadinya erupsi Gunung Semeru sabtu tersebut.

Menurutnya, ada faktor curah hujan yang mempercepat proses erupsi pada hari itu. “Ini sesuatu yang baru dari Semeru sekarang,” katanya saat dihubungi.

Mekanismenya, kata Mirzam, curah hujan secara perlahan membuka tutupan puncak gunung yang tertimbun material letusan-letusan sebelumnya. Setelah itu terjadi erupsi atau ke luar magma ke permukaan melalui kerucut gunung api. Erupsi bisa juga diakibatkan dapur magma yang penuh, dan longsoran material di dapur magma.

“Benar ada dorongan dari bawah gunung tapi proses kehilangan beban di tudung itu yang menjadi trigger utamanya,” kata Ketua Program Studi Sarjana Teknik Geologi ITB itu.

Biasanya, getaran akibat pergerakan magma naik ke permukaan bisa terdeteksi oleh alat seismograf. Tapi, pada kasus erupsi Semeru kali ini, data kegempaannya tidak intensif. “Artinya ada pergerakan magma tapi sedikit,” kata Mirzam.

Itu mungkin terjadi, menurut Mirzam, karena interval waktu erupsi Semeru sekarang dan sebelumnya tidak jauh sehingga akumulasi dan volume magmanya sedikit. Getarannya juga tidak terasa oleh warga. Termasuk data seismometer pun mencatat gempanya rendah. “Jadi status gunung apinya tidak dinaikkan,” ujar dia merujuk status Gunung Semeru yang tetap dinyatakan Level II atau Waspada.

Masyarakat sekitar Gunung Semeru, menurut Mirzam, terbiasa dengan tanda-tanda erupsi berupa getaran. “Tapi ada hujan, prosesnya (erupsi) dipercepat tiba-tiba kita nggak punya waktu banyak,” kata dia sambil menambahkan, “Orang menyangka tidak ada apa-apa, tapi ada lahar kemudian kepulan awan panas. Itulah yang terjadi.”

Mirzam menerangkan, pembentukan lahar itu sebenarnya proses dari pembukaan tutup atau tudung gunung dari material vulkanik hasil letusan sebelumnya. “Model-model sebelumnya tidak bisa diaplikasikan karena Semeru minta kita belajar sesuatu yang baru,” katanya.

Nantinya meskipun tidak ada getaran namun saat musim hujan, menurut Mirzam, semua pihak harus lebih berhati-hati terhadap aktivitas Gunung Semeru.

Sebelumnya, Kepala PVMBG, Andiani, menerangkan aktivitas Gunung Semeru pada Sabtu merupakan aktivitas permukaan alias erupsi sekunder. PVMBG, kata dia, tak mencatat kegempaan yang menunjukkan adanya kenaikan jumlah dan jenis gempa yang berasosiasi dengan suplai magma atau batuan segar ke permukaan.

Itu sebabnya, PVMBG menilai aktivitas Gunung Semeru masih pada Level II (Waspada). “Untuk gempa-gempa vulkanik (gempa vulkanik dalam, vulkanik dangkal, dan tremor) yang mengindikasikan kenaikan magma ke permukaan terekam dengan jumlah sangat rendah,” kata dia.(jm)

Sumber: Kompas.co

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *