Hati-hati pada Jabatan Tinggi

Ilustrasi/NET

LAMANRIAU.COM – Saudaraku, urusan duniawi yang seringkali dipandang sebagai keberuntungan oleh manusia adalah kedudukan, pangkat atau jabatan manusia.

Sehingga banyak manusia membangga-banggakannya, meski yang punya jabatan tersebut bukanlah dirinya. Bisa jadi temannya, anaknya, kerabatnya, tetangganya, atau orang lain yang kenal dengannya.

Ada orang yang membangga-banggakan dirinya hanya karena bertetanggaan dengan seorang pejabat tinggi.

Ada seorang anak yang sibuk membangga-banggakan dirinya karena punya ayah seorang pejabat teras.

Dan, tentu saja ada juga orang yang membangga-banggakan dirinya karena kedudukan yang dimilikinya.

Allah SWT berfirman, “Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran [3]: 26)

Jabatan, pangkat, kedudukan yang tinggi adalah ujian. Apakah kemudian seseorang bisa menjalani ujian tersebut dengan baik ataukah tidak.

Apakah seseorang bisa memanfaatkan jabatannya itu untuk semakin dekat dengan Allah, ataukah malah semakin menjauh dari-Nya.

Karena tidak sedikit orang yang dikaruniai oleh Allah kedudukan yang tinggi dan terhormat dalam pandangan manusia, tetapi dia lalai mensyukurinya.

Jabatan yang tinggi ia gunakan untuk memperkaya dirinya sendiri dan keluarganya, sedangkan pada amanah yang diemban ia abai. Padahal ketika awal mula ia mendapatkan jabatan tersebut, ia dilantik di bawah ikrar sumpah.

Banyak orang yang mengejar jabatan tinggi karena bayang-bayang akan mendapatkan berbagai fasilitas enak, gaji yang semakin besar, dan pujian dari manusia. Sebagian orang rela mengeluarkan sejumlah dana untuk melicinkan jalannya menuju jabatan itu.

Tentu bukan tidak boleh kita memiliki jabatan yang tinggi. Yang terpenting dari kedudukan kita di hadapan makhluk adalah kedudukan tersebut bisa semakin mendekatkan kita kepada Allah SWT.

Memudahkan kita untuk menegakkan yang haq dan membersihkan yang bathil.

Contoh yang indah dari keberhasilan seseorang dalam menjalani ujian jabatan adalah Nabi Yusuf.

Pada kisahnya sebagaimana kita ketahui, Nabi Yusuf adalah sosok yang memiliki kemampuan mengurus perbendaharaan negara, sehingga beliau sempat meminta kepada raja Mesir agar dipercayai mengelola perbendaharaan negara.

Dan, manakala amanah tersebut diberikan, Nabi Yusuf menjalankannya dengan penuh tanggung jawab demi kemaslahatan penduduk Mesir.

Berkahnya adalah ketika Mesir dilanda paceklik berkepanjangan selama tujuh tahun, penduduk negeri tersebut selamat dari kelaparan, bahkan Mesir masih bisa mengekspor bahan pangan ke beberapa wilayah di luar Mesir. Masya Allah!

Kisah nabi Yusuf mengajarkan kepada kita bahwa jabatan, kedudukan, pangkat hakikatnya adalah dari Allah, sebagai sarana pengabdian kita kepada masyarakat dan sarana penghambaan kita kepada-Nya.

[KH Abdullah Gymnastiar]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *