Patok Harga Air Bersih, Warga Pertanyakan Pengelolaan BUMDes Batangtumu

Pasar Tokolan, Desa Batangtumu, Kecamatan Mandah, Indragiri Hilir

LAMANRIAU.COM, TEMBILAHAN – Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Batangtumu, Kecamatan Mandah, Indragiri Hilir, menerapkan biaya penggunaan air bersih Rp15 ribu perkubik. Jumlah ini dinilai memberatkan warga setempat, terlebih lagi pengelolaan anggaran tidak transparan.

Hasil penelusuran LamanRiau.com di lapangan, pihak BUMdes yang mengambil alih pengelolaan air bersih di desa tersebut menetapkan harga Rp15 ribu perkubik. Setidaknya dalam satu bulan, warga harus merogoh kantong antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu.

“Kami merasa sangat berat, terlebih dalam kondisi saat ini. Kami juga mempertanyakan kemana uang yang sudah dikelola tersebut. Seharusnya, BUMDes bukan mengelola barang yang sudah ada atau sudah pasti. Banyak kegiatan masyarakat yang dapat dijadikan usaha yang juga menguntungkan masyarakat. Tujuan BUMDes itukan untuk kesejahteraan masyarakat,” kata salah seorang warga yang minta dilindungi namanya.

BUMDes juga tak pernah mengumumkan berapa penerimaan anggaran didapat dan digunakan untuk apa saja. Bahkan juga tak dijelaskan berapa jumlah pelanggan air bersih yang sudah menjadi anggota BUMDes. Hanya untuk Pasar Tokolan dan Tokolan Darat saja di desa itu, penduduk mencapai lebih dari 500 rumah tangga.

Ketua BUMDes Batangtumu, Nyoto, yang dikonfirmasi terkait pengelolaan air bersih tak memberikan jawaban. Ia Hanya mengatakan secara singkat, kalau pengelolaan air tersebut sudah diambil alih oleh BUMDes sekitar 5 bulan yang lalu.

Kepala Desa Batangtumu, Tarmizi mengaku pengelolaan air bersih oleh BUMDes sangat meringankan beban masyarakat setempat. Bahkan sebelum dikelola oleh desa, harga yang ditetapkan oleh pengurus Pamsimas sebesar Rp20 ribu perkubik. Ia juga tak mengakui kalau pemasangan baru oleh BUMDes dibebankan biaya kepada masyarakat. “Setelah pindah ke desa, tidak banyak lagi pelanggan yang masuk. Karena sebelumnya sudah dilakukan oleh Pamsimas,” sebutnya.

Tarmizi mengatakan, untuk pemasangan baru meteran air, pihak desa sudah menetapkan bagi masyarakat untuk membeli bahan dan memasang secara pribadi. “Dengan tidak sesuai apa yang diinginkan masyarakat, makanya desa mengambil alih dan pindah pengelolaan ke BUMDes,” lanjut dia.

BUMDes Batangtumu, menurutnya, adalah badan independen yang mengelola usaha dan keuangan secara mandiri. Saat ini BUMDes Batangtumu selain mengelola air besih juga pasar desa dan kebun milik desa.

Tidak hanya Batangtumu, hampir semua desa-desa di Indragiri Hilir yang mendapapatkan program Pengadaan Air Minum Masyarakat (Pamsimas) saat ini berubah menjadi Badan Usaha Milik Desa. Hasilnya masyarakat yang dalam kondisi terjepit ekonomi akibat pandemic Covid-19, semakin tertekan.

Saat ini penduduk desa terutama di daerah Mandah dan Indragiri Hilir, selain harus membayar air bersih, juga bulanan listrik desa yang cukup fantastis. Untuk listrik, diterapkan sebesar Rp30 ribu per lima hari. Sementara listrik yang digunakan tidak lebih dari 5 jam. Dari angka itu, warga harus merogoh uang bulanan antara Rp300-500 ribu.

Direktur Koalisi Indonesia Bersih (KIB) Riau, Haryadi SE, mengatakan pengelolaan BUMDes memang menjadi ladang subur tumbuhnya bibit korupsi di desa. Setidaknya ada ratusan desa di Riau yang sudah mengelola BUMDes, namun tidak transparan dalam pengelolaan keuangan.

“Kami sudah menelusuri sejumlah BUMDes di Provinsi Riau. Hasilnya memang sangat mungkin terjadinya tindak korupsi. Informasi ini akan kami telusuri lebih lanjut dan akan menjadi bahan untuk dilaporkan ke aparat penegak hukum,” terangnya.***

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *