Sastra dan Dunia

papan reklame

LAMANRIAU.COM – Menurut Bertrand Russel jawaban-jawaban yang diberikan oleh filsafat tidak dapat didemonstrasikan sebagai benar, karena segera setelah pengetahuan yang pasti tentang segala subjek menjadi mungkin, subjek ini berhenti disebut filsafat. Ia menjadi suatu ilmu pengetahuan tersendiri. Melalui analogi yang demikian dapatlah juga dinyatakan bahwa setiap karya sastra berpeluang membentuk banyak dunia karena daya probabilitas yang dimilikinya, dan ia berhenti disebut sebagai karya sastra ketika hanya memiliki satu kemungkinan, yaitu “kebenaran tunggal”.

Saat itu ia hanya akan menjadi sebuah opini, atau bahkan dogma.

Demikianlah perhubungan antara sebuah karya sastra dengan dunia. Karya sastra menyerap dunia yang ada di sekitarnya, menyusun dunia di dalam dirinya, lalu kemudian mulai menjadi mosaik bagi susunan “dunia-dunia-baru” melalui para reseptornya, atau boleh juga disebut sang penanda-nya Roland Barthes.

Mereka memberi makna atas karya sastra itu, termasuk pengarangnya sendiri karena ia juga punya hak untuk memberi makna sehingga sang pengarang tidaklah mati, lalu kemudian mulai menyusunnya dalam kehidupannya masing-masing. Hanya berupa mosaik-mosaik memang. Ada yang berupa kepingan besar, ada yang berupa kepingan kecil saja. Itu tergantung seberapa kuat sang reseptor memberi makna pada karya itu dan pada dirinya. Lalu kepingan-kepingan mosaik itu mungkin ada yang abadi, terus menjadi bagian dari dunia – sebuah dunia-yang-baru. Ada yang mampu melekat beberapa lama, kemudian tanggal. Ada pula yang hanya sebentar saja, atau bahkan tak dapat melekat sama sekali.

Kalau hanya begitu ceritanya, mungkin akan ada yang berkata bahwa bukan hanya sastra saja yang mempunyai peran dalam membentuk dunia, hampir seluruhnya yang lain juga memiliki peran yang sama, bahkan mungkin tak sedikit yang jauh lebih besar daripada sastra. Lalu orang mungkin akan mencontohkan fisika, matematika, biologi, dan juga (mungkin terutama) politik. Ya, itu tak dapat disangkal. Tapi ada satu perbedaan mendasar antara itu semua (bahkan termasuk filsafat) dengan sastra, yaitu bahwa masing-masing dari itu semua bercerita tentang dirinya sendiri, sedangkan sastra bercerita tentang sesuatu di luar dirinya sendiri. Bahkan sastra dapat bercerita tentang segala sesuatu itu semua!

Maka secara kualitatif sesungguhnya peran sastra dalam membentuk dunia memanglah sangat besar. Apalagi bila dikaitkan dengan kemampuan sastra yang dapat menelusup ke wilayah mana pun, seperti air yang dapat menjadi uap di dalam awan atau menjadi kristal di dalam gunung es.

Di atas mungkin adalah kisah yang penuh piala kehormatan bagi sastra dan para sastrawan. Pujian, dan penghargaan. Tetapi mungkin tak banyak yang mampu menyadarinya, apalagi mengapresiasinya. Tapi itu soal lain lagi.

Dalam posisi seperti itu, sesungguhnyalah sastra memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mempengaruhi pembentukan dunia. Seperti seorang superhero dengan kemampuan yang luar biasa. Para sastrawan, Andalah mungkin superhero itu. Syabas! Tetapi ingat, jangan lupa nasihat Paman Ben (yang kalau tak salah dikutipnya dari Kong Hu Cu) pada Peter Parker aka Spiderman seperti berikut, “Dalam kekuatan yang besar juga terdapat tanggungjawab yang besar”. ***

Baca : Dunia dan Sastra

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *