Gita Cinta dari Māori

krisis Kesusasteraan

GITA Cinta dari Māori.

Orang-orang Māori adalah penduduk asli di Kepulauan Aotearoa (Selandia baru, New Zealand), yang menjadi ujung paling selatan dari sebegitu luas wilayah ras dan penutur bahasa Austronesia (Malayo-Polynesia). Mereka adalah pengelana terakhir dari proses persebaran “bangsa” Austronesia. Berdasarkan penelitian, orang-orang Māori sampai di Aotearoa sejak 1320 dengan menggunakan waka (sejenis kano untuk mengarungi lautan) dalam beberapa gelombang/tahap, dari tempat mukim nenek-moyang mereka sebelumnya di wilayah Polinesia Timur. Namun ada juga yang berpendapat bahwa mereka sudah sampai di Aotearoa sejak tahun 800-an. Mereka adalah pemukim pertama atau penduduk asli di pulau yang mereka namakan Aotearoa atau “Awan Putih Panjang” itu.

Orang Eropa pertama yang sampai ke Aotearoa adalah seorang penjelajah dari Belanda bernama Abel Tasman pada tahun 1642, meskipun ia sendiri tidak pernah menjejakinya. Lebih seabad “kosong”, berikutnya adalah James Cook, seorang kapten pelaut Inggris, pada 1769. Barulah menjelang penghujung abad ke-18 itu orang-orang Eropa mulai ramai ke Aotearoa, dan kemudian menguasainya – hingga hari ini.

Ada yang menarik. Dalam mitologi atau cerita rakyat mereka – sebagaimana juga orang-orang Polinesia lainnya – selalu disebutkan nama Hawaiki (Avaiki, Savai’i, Havai’i, dll.), yaitu sebuah tempat asal-muasal nenek-moyang mereka sebelum mulai menyebar ke wilayah Polinesia. Nama Hawaiki berasosiasi pada “dunia bawah” dan kematian. Dunia bawah dan kematian itu juga bisa diasosiasikan sebagai daratan yang tenggelam. Ini bersesuaian dengan wilayah Asia Tenggara saat akhir zaman es, ketika daratan luas yang disebut Sunda-Land perlahan-lahan tenggelam karena naiknya permukaan laut (lihat Stephen Oppenheimer dan Arysio Santos).

Sebagai bagian dari penutur bahasa Austonesia, maka tidak heran bila masih ada kata-kata dalam bahasa Māori (Te Reo Māori) yang dapat ditelisik ke induknya, yang kemudian dapat dibandingkan dengan kata-kata yang sama dalam bahasa serumpun, semisal Indonesia, yang lahir dari rumpun Melayu. Beberapa contoh yang dapat kita kemukakan di sini (Māori = Indonesia): aha = apa, ika = ikan, kutu = kutu, mata = mata, mate = mati, matua = ketua, puke = bukit, rangi = langit, rarawe = rawa-rawa, rima = lima, rua = dua, tangi = tangis, taringa = telinga, whenua = benua; dll.

Sebagaimana bangsa Melayu-Polinesia lainnya, orang-orang Māori juga mengenal tradisi sastra lisan seperti syair, puisi, senandung, hingga lagu. Kali ini mari kita nikmati beberapa syair yang biasa mereka nyanyikan.

My Eyes are like the Flax-Flowers *)

Whakapukepuke ai au—e
Te roimata i aku kamo,
He rite ki te ngaru
Whati mai i waho—e!
Taku turanga ake
I te taha o te rata,
Ka titiro atu
Ki te akau roa—e!
Ko te rite i aku kamo
Ki te pua korari;
Ka pupuhi te hau,
Ka maringi te wai—e!
Ko te rite i ahau
Ki te rau o te wiwi,
E wiwiri nei
He nui no te aroha—e!
He aroha taku hoa
I huri ai ki te moe,
Hei hari atu
Ki raro Reinga e te tau—e!

Terjemahannya :

Mataku Umpamakan Puspa

Ya Tuhanku yang perkasa
Airmataku menggantung di kelopak mata,
Laksana ombak samudera
Memancar – oh!
Daku menyendiri
Di bawah sebatang lindung,
Menatap aku menatap
Ke landai pantai yang panjang!
Bagai kelopak mataku
Semekar puspa;
Kala angin berhembus,
Air kan mengalir – oh!
Seperti diriku
Daun yang melekuk tertiup,
Gemeletar
Ada begitu banyak cinta – oh!
Hanya cinta milikku
Membuatku terlelap,
Dalam kebahagiaan
Berkumpul di tanah impian!

The Deserted Girl’s Lament *)

Tangi tikapa,
A tangi kupapa,
A tangi hurihuri
Te moenga ra-e!
Hua au, e hine,
He piné mau to piné.
Koia-a nei-i
Ko taku te mau roa-e!
Ko te paru i repo
Ko te ma i te wai,
Ko te paru o te aroha
Ka mau roa e-i!

Terjemahannya :

Ratapan Seorang Perawan

Ratap sedih,
Dan isak tangis,
Dan tangisan mengalir
Di tempat tidur kita!
Maksudku, wahai gadisku,
Kuakan membawamu.
Sudah pasti
Jadi milikku selamanya!
Ledah lumpur rawa
Bersihkan di air,
Kotoran cinta
Lama membekasnya!

CATATAN: *) Kedua syair/lagu di atas tidak ditemukan judul asli di dalam sumber, hanya judul dalam terjemahan bahasa Inggrisnya saja.

[CATATAN PENULIS: dengan segala keterbatasan dan mohon permaafan, terjemahan/alih-bahasa syair/lagu Māori di atas mungkin sekali tidak akurat karena Penulis (sas) tidak memahami bahasa dan kultur Māori. Tetapi – dengan mengedepankan “keberanian” dan maksud baik – sebagai perkenalan mudah-mudahan terjemahan itu sudah cukup memadai, sekurang-kurangnya untuk menggambarkan “suasana-makna” yang diusung oleh syair/lagu di atas. Terjemahan dilakukan dengan bantuan google-translate, maoridictionary.co.nz, KBBI daring, Tesaurus Bahasa Indonesia Eko Endarmoko, serta dipandu dengan edisi terjemahan bahasa Inggris dari James Cowan dalam “The Maori: Yesterday and To-day” dari sumber yang dipublikasikan pertama kali pada 1930 oleh Whitcombe and Tombs Limited yang diunduh dari www. nzetc.victoria.ac.nz]. ***

Baca : Semesta Sastra (4)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *