LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Politikus senior Partai Golkar Riau, H Masnur SH MH prihatin dan bersedih atas kekalahan telak yang dialami partai beringin pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2020 pada 9 kabupaten/kota se Riau.
Baca : Sudah Diatas 50 Persen, Ini Paslon Unggul di Pilkada se Riau
Sebagai kader yang hampir 30 tahun turut membesarkan Partai Golkar Riau, Masnur mengatakan apa yang terjadi saat ini, membuktikan eksistensi partai terancam habis. “Saya sampai meneteskan air mata, prihatin. Karena Riau yang merupakan lumbung suara Golkar, hancur dan terancam habis,” kata Masnur, Senin 14 Desember 2020.
Menurut mantan Ketua DPRD Kampar itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan Golkar tak mendulang suara signifikan pada Pilkada serentak 9 kabupaten/kota se Riau. Terjadinya faksi-faksi pada Musyawarah Daerah (Musda), menyebabkan antar kepengurusan jadi terkotak-kotak.
“Apa penyebabnya, saya coba mengurai. Apa sih penyebabnya Golkar harus roboh, tumbang, pada tangan Ketua Golkar yang kita anggap penguasa. Jabatan politik dan eksekutif yang keinginan kita bersama memberikan multiplier effect,” kata Masnur lagi.
Menurutnya, persoalan faksi dan kelompok ini sebenarnya sangat diketahui oleh pengurus DPD I, tapi tak pernah untuk menyelesaikan. Sehingga pada saat menghadapi hajat Pilkada, masalahnya meruncing dan berdampak pada dukungan yang diterima partai secara menyeluruh.
Faksi yang terjadi, juga karena tidak ada kesolidan. Penyebab utama adalah tokoh partai tidak bekerja sepenuh hati untuk partai. Padahal loyalitas kader adalah hal yang paling menentukan. Tetapi orang tak loyal justru mendapatkan dukungan.
“Contoh misalnya, dulu memang kader Golkar. Tapi karena tak dapat tempat, cari dukungan ke partai lain. Kemudian kembali lagi ke Golkar. Artinya mereka ini bukan sepenuhnya ada hati untuk partai,” terang Masnur lebih lanjut.
Katanya, kekalahan itu wajar bila melihat perkembangan penetapan dukungan pada Pilkada sebelumnya. Dari 9 kabupaten/kota, sejauh ini yang hampir pasti kader Golkar menang hanya pada Pilkada Kabupaten Kuantan Singingi. Artinya jauh dari target pengurus yang sebelumnya mematok 60 persen kemenangan.
Kasus lain terjadinya faksi kepengurusan arus bawah. Contohnya, Rokan Hilir yang mengusung kadernya, Fuad Ahmad berpasangan dengan Ketua DPD Partai Demokrat Riau, Asri Auzar.
“Jangan bilang Fuad itu tak tokoh. Tokoh itu, logistiknya juga kuat. Asri Auzar Ketua Demokrat, dan Fuad juga mantan ketua, kuat. Tapi apa sebab kalah, karena terjadi faksi. Karena sebelumnya Fuad itu ketua Golkar, tapi Fuad ganti, angkat orang lain, nah terjadi lagi kelompok lain. Jadi dukungan Golkar tingkat kader sampai akar rumput terpecah belah,” paparnya.
Hal serupa juga terjadi untuk Kabupaten Siak. Bahkan kata Masnur, kader tak segan-segan yang tak terkonsolidasikan dengan baik jadi pecah dan dukung yang lain. “Kemudian Bengkalis, Pelalawan bahkan Inhu. Terjadi konsolidasi tak tuntas, dan DPD I tahu semua,” katanya.
Masnur menyarankan, untuk mengobati wibawa partai, maka harus konsisten, lakukan rekonsiliasi dan evaluasi untuk patuh melaksanakan aturan partai.
“Kalau aturan partai dah keluar, maju sana sini, silahkan, tapi jangan bawa gerbong. Berbahaya ini. Kalau tidak, sepanjang hari Golkar makin rusak. Ini efeknya ada pada tahun 2022 dan 2024. Harus sesegera mungkin petinggi partai membahas persoalan ini. Mari konsilidasi dan evaluasi,” tutupnya. ***