Badan Usaha Merakit Donat

nama

BADAN Usaha Merakit Donat disingkat BUMD. Usaha kecil-kecilan milik keluarga. Tidak terlalu lama. Baru 25 tahunan. Setara dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Usahanya sungguh tidak ada apa-apanya bila dibanding MD-CocnaldC, KCF, Donat Pare, Donat Selankan dan café-cafe donat lainnya yang sedang menjamur.

Ngah Long adalah orang biasa. Boleh jadi sebutannya saja yang agak kurang biasa. Yang tak biasa, ada yang menyebutnya luar biasa karena “gelar usahawan kondang lokal-tempatan” mengekor di belakang namanya. Ngah Long hanya panggilan. Ada adiknya, Long Usu. Mereka dua beradik: Ngah Long dan Long Usu.

Sudah lazim istilah Ngah, anak kedua, pertengahan. Sementara, Long, anak sulong, pertama. Uniqnya, Ngah Long, mengapa tidak Long Ngah. Itulah herannya. Ayah Ngah Long, anak kedua. Ibunya pula anak pertama. Kebiasaan di kampung juga adat memang selalunya mendahulukan kaum lelaki, ayah. Tak heran, panggilannya menjadi Ngah Long.

Ngah Long, dan Long Usu duduk di kampung Derian, negeri Kolam Susu. Sudah 50-an tahun. Walaupun tidak ada garis keturunan dari moyang, kakek apalagi ayah yang menjadi usahawan kondang. Begitulah jika bakat tidak melebihi upaya. Tidak ada orang pandai, kecuali orang rajin. Sebaliknya, tidak ada orang yang bodoh kecuali pemalas. Pepatah lama yang selalu menjadi pegangan keluarga Ngah Long dan Long Usu.

Badan usaha kalau orang moden menyebutnya perusahaan. Usaha Ngah Long, belakangan ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Bukan kaleng-kaleng, Ngah Long mendapat gelar pengusaha lokal-tempatan kondang oleh karena memenangkan tender proyek Trabasbuna. Nama proyeknya memang begitu, tidak main-main, tipu-tpu apalagi muslahat. 

Sungguh sangat prestisius. Dari yang banyak susu-bengeknya yang kalau dijelaskan satu-persatu teralu lama. Esensi proyeknya membuat, mendesain, merekayasa dan merakit donat menjadi obat penawar. Maklum di Negeri Kolam Susu sedang dilanda wabah yang belum dapat diidentifikasi penyebab muasalnya. Untung saja belum menjadi pandemi, endemi, sundemi yang berbau edmilah. Sebagai antisipasi, maka perlu diluncurkan awal tahun secepatanya proyek Trabasbuna.

Bagi Ngah, ternyata numenklatur Trabasbuna mempunyai makna tersendiri. Ada sejarah. disebaliknya. “Ntah kebetulan, herannya mengapa  nama proyeknya Trabasbuna?” Tanya Ngah dalam hati. Itulah sebab baginya, proyek ini bukan sekadar menunjukan eksistensi diri. Tetapi juga ada altar sejarahnya. Apalagi memperolehinya, Ngah boleh dikatakan tanpa pembeking. Benar-benar mandiri. Bukan mandi sendiri. Tapi semuanya diusahakan sendiri.

Syabas. Badan usaha milik Ngah Long, berhasil menemukan nama bakteri penyebab wabah. Doku, namanya. Bakteri bentuknya tak tampak, sangat halus. Hasil analisis diperoleh setelah menggunakan Elektronik Digital Mikroskop 12MP 9 Inci. 

Hasilnya sungguh mengagumkan. Sosok wabah yang dianggap menakutkan ini, seperti berlian asal Afrika. Biru, hijau, kehitam-merahan. Kombinasi warna yang sempurna. Seandainya saja bukan wabah, bentuk seperti ini pastilah merupakan barang berharga. Harganya sangat mahal. Kesannya mewah. Sama seperti ketakutan orang kepadanya. Ngeri!!!?

Setelah nama ramai juga diperbincangkan. Semua orang tak luput mendiskusikan di mana saja. Boleh diklaim hampir tak ada orang yang tidak membicarakan. Bahkan tidak juga menggunjingnya. Nama wabahnya Halobah. Ditelusur dari nama, sudah seperti diketahui pihak awam yang selalu disebut-sebut. Namanya semacam karakter dari makhluk penghuni bumi yang memiliki aqal. Sikapnya juga sama. Kalau disebut Halobah, semula orang tak merasa takut.

Selain nama dan karakter, badan usaha milik Ngah Long juga menemukan penawar wabah. Luar biasa. Ada secercah harapan. Mulai orang-orang tidak takut lagi. Kalau sebelumnya takut sekarang tentu tidak. Nama wabah Doku. Karakternya Halobah. Hanya saja penawarnya sampai saat ini belum diberi nama. Mungkin Ngah takut terjadi kehebohan. Khawatir banyak pemburu yang ingin mencurinya. Boleh jadi. Masuk aqal. 

Ada yang menarik dari badan usaha temuan Ngah Long. Asbab marak penyebaran adalah karena kebiasaan orang-orang yang selalu ikut campur, dan menuduh orang tanpa klarifikasi. Menuduh tanpa tabayun. Semua orang yang terkena, akan menjadi karakter Jerenggeh. Karakter tidak jauh dari Halobah. Boleh jadi ini istilah baru. Tetapi bagi masyarakat tertentu, istilah Jerenggeh tidak baru. Coba saja cari jejak digitalnya. Semoga saja ada.

Yang menjadi masalah serius hasil temuan proyek Ngah Long, ternyata Jerenggeh dapat menghinggapi serta menularkan sesiapa saja. Ciri-cirinya  tertular ada yang bergejala. Ada pula yang tanpa gejala

Bagusnya penawar yang belum punya nama ini dapat menentukan langsung hitam kening manakala terjangkit wabah dibiarkan. Kalau merah kebiruan baru gejala. Jadi perlu  dilakukan pengobatan mandiri. Kerja sama dengan rumah-rumah pengobatan tradisional. Café-cafe  pengobatan sederhana disediakan melalui badan usaha ini. Walaupun begitu, Ngah Long tidak monopoli. Semua dilakukan dengan transparan.

Belajar dari menang sekaligus penemuan Ngah Long, baik untuk diambil pelajaran. Benar yang sering disampaikan para ustadz kondang.

“Sesungguhnya kehidupan di dunia ini hanyalah keindahan yang memperdayakan”.

Betapa banyak orang terpedaya dengan keindahan dunia. “Aku pun terpedaya. Penemuan ini hanyalah kemenangan sementara,” Ngah Long menggumam dalam hati.

“Adat dunia berpancang materi
menjadi lupa fastabiqul khairat
karakter jerenggeh sudah terpatri
bertahan hidup saling menyikat

Bantu membantu adat kehidupan
tidak berujung pada penyesalan
mari membangun hidup kesederhanaan
rezeki halal punca keberkahan”

Wallahualam. ***

Baca : Hujan Merajuk Angin pun Tersenyum

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *