Kambing Covid

kambing covid

Kalaulah legis-yudigatif menjadi eksekutif
maka katatiga berubah sakti

Itulah bukti lakon-laku kuasa
dengan cermin pun enggan berbagi

MULANYA mereka tak percaya covid berubah, bermetamarfosis yang selalu disebut mutasi menjadi kambing. Setelah berubah pun masih terjadi perbedaan pandangan. Di antara mereka saling mengklaim. Ada yang mengatakan warna kulit-bulunya putih. Ada juga yang mengatakan biru. Yang lain lagi mengatakan warnanya ungu, kuning dan merah.

Riang ria pandangan berbagai warnanya perasaan seperti pelangi saja. Tak da satupun yang mengatakan kulit-bulunya berwarna hitam. Seperti kambing hitam. Walaupun dalam keadaan gelap, tak kelihatan warna tetap saja seperti pelangi. Sungguh heran. Padahal dalam keadaan gelap pastilah kulit-bulunya mengikuti, otomatis menjadi gelap. Alias hitam.

Logis jika lingkungan sekitar membuat perubahan. Namun, tanpa disengaja atau pun tidak mereka rasa-rasanya sepakat, tidak ada yang kulit-bulunya berwarna hitam. Artinya, tidak secara langsung disepakati tidak ada “kambing hitam”. Tetapi begitu matahari mulai menyibakan sinarnya, mereka menjadi ragu. Bukan pada warna titik persoalannya.

Rupanya bukan kambing. Mereka mengatakan seperti tikus. Covid menjadi tikus. Tak lama berubah menjadi beruk. Berubahnya dengan tiba-tiba, secepat kilat, petir, guntur, berevolusi (jangan salah eja, bukan ber evolusi, tapi ber revolusi). Bermutasi, berubah-ubah terus-menerus enggan berhenti hanya dalam waktu satu jam-an. Tak seperti yang selama ini dijelaskan dalam berbagai studi akademis-ilmiah.

Tak pula seperti teori evolusi yang tak dapat menunjuk-buktikan bahwa menusia berinduk hewan bersandar asal-usulnya. Ternayata covid tak seperti manusia. Sebaliknya, sungguh mustahil manusia seperti covid. Jadi omong nol (selalunya digunakan kosong, omong kosong), manusia berinduk hewan. Kalau ibarat manusia seperti (berprilaku) hewan kera, itu lain lagi.

Setelah revolusi mutasi, mereka lebih percaya “Kambing Covid” hanyalah istilah untuk sekelompok orang (mereka) di antara mereka saja. Sekelompok orang yang memanfaatkan jejaring (antar mereka) untuk menjadi pemburu rente. Percaya atau tidak, tak masalah. Selain hujah sederhana, sejarah masa depan yang akan membuktikan.

Hujah sederhana: (i) Asal-usul covid yang masih diperdebatkan. (ii). Bentuk morfologisnya yang antara ada dan tiada (tak kasat mata). Wujudnya hanya dalam mikroskop elektron oleh para peneliti. (iii). Negara-negara besar super power saling menghindar menjadi awal mula covid. Negara-negara barat, timur, utara selatan, selain selalu menghindar juga saling tuduh. Terkesan menghindar enggan dinggap sebagai negara “pengusul covid”.

(iv) Walaupn masih menjadi perdebatan, seolah-olah sudah diketahui sebelum tuan covidnya wujud. Aneh memang. Bahkan novelnya sudah beredar secara luas yang mengisahkannya.

Riak ritme bersagang berbagai hujah pendapat, mau disepakati atau pun tidak, Kambing Covid adalah solusi strategis untuk melepaskan beban yang teramat sangat berat dari semua ketidakbecusan. Dari semua tuduh keluhan saling melempar kebenar-salahan antar mereka. Bahkan ada pernyataan “kepemimpinan yang tidak memberikan tauladan”, adalah dampak dari tumbuh suburnya covid. Banyak yang lain lagi. Jejak digital selalu menyimpan kodenya dengan konsisten.

Akhirnya sungguh sukar untuk disanggah jika Kambing Covid dapat menjadi perumpamaan baru. Selama ini yang ada baru kambing hitam. Kini mereka tak perlu khawatir lagi. Mereka, sesiapa saja tak akan lagi ada yang akan dikambing-hitamkan. Yang tinggal hanya Kambing Covid.

Syabas. Terima kasih Kambing Covid.

Kalaulah kambinghitam menjadi domba
tiadalah wujud banteng matador

Rupa hitam menjadi pelangi
muka tembok takkenal diri

Wallahu a’lam bish-shawab. ***

Baca : Taman Adat Berulam Jantung

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *