Etos Kerja Melayu

hijrah

WAHAI ananda dengarlah pesan/ dalam bekerja kuatkan iman//lawanlah segala hasutan setan/ serahkan dirimu kepada Tuhan// Wahai ananda dengarlah peri/ bekerjalah engkau selagi pagi/ kerja yang halal engkau cari/ supaya bermanfaat hidup dan mati.

Itu merupakan dua bait syair yang ditulis Tenas Effendy dalam Tunjuk Ajar Melayu. Dua syair itu amat berguna sebagai pedoman dalam bekarya dan bekerja.

Di dunia ini manusia selalu dituntut berbagai beban kehidupan, baik berupa beban ekonomi, sosial, budaya, keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan serta lain sebagainya. Efek dari itu, sebagian manusia bekerja pontang-panting siang malam seolah-olah tanpa mengenal waktu. Hidup hanya bermotto tunggal: kerja, kerja dan kerja.

Apakah cukup hanya dengan motto itu tanpa menjelaskan ihwal kerja dengan segala konsekwensi, alasan rasional, aturan dan akibatnya?

Dalam etika Melayu, kerja tidak dapat hanya dilakukan setakat kata kerja kerja dan kerja atau kerja keras saja, tetapi juga kerja yang cerdas, kerja yang memiliki etika dan rambu-rambu aturan, kerja yang bukan hanya diperuntukkan bagi kegemilangan kehidupan kini dan di sini tetapi juga bekal untuk persiapan di masa depan yang jauh, bahkan setelah jasad karam, setelah badan tenggelam dalam tanah, ketika semuanya yang tinggal hanya nama.

Dalam kebudayaan Melayu, ada pekerjaan yang dianjurkan dan terdapat pula kerja yang dilarang. Kerja yang dianjurkan itu diistilahkan sebagai kerja berfaedah, bermanfaat, kerja pilihan dan kerja terpuji. Sementara kerja yang dilarang atau dipantangkan adalah kerja yang menyalah, kerja terkutuk dan kerja terlaknat.

Seperti apa kerja yang berfaedah tersebut? Pertama tidak menyalahi agama/kedua sejalan dengan adat lembaga/tidak membuat rusak binasa/tidak sia-sia/ tidak menyalah. Seperti apa pula kerja bermanfaat? Tidak menyalahi syarak dan adat/tidak membawa mudarat/tidak sesat menyesat/tidak membawa laknat/ tidak umpat mengumpat/tidak lipat melipat/ tidak cacat mencacat. Dari ungkapan tersebut dapat dipahami, bahwa aturan kerja yang pertama dan utama adalah tidak bertentangan dengan nilai agama, kemudian sejalan dengan nilai adat budaya, tidak merusak baik bagi diri pribadi maupun orang lain serta tidak melakukan sesuatu yang sia-sia, tidak mencela.

Apa pula bentuk kerja pilihan? Kerja tidak membelakangi Tuhan/ kerja tidak membuang iman/ kerja tidak sesat menyesatkan/ kerja tidak tekan menekan/ kerja tidak makan memakan/ kerja tidak lendan melendan/ kerja tidak membinasakan/ kerja tidak mengaib malukan….

Dari ungkapan di atas, secara sederhana dapat ditangkap pesan bahwa bekerja itu jangan melawan kehendak Tuhan yang membuat iman tergadai. Bekerja juga mesti menghindari menekan bawahan jika tuan sebagai atasan, jangan sikut menyikut kawan seiring, dan jangan sampai mendatangkan aib malu bagi diri, keluarga dan mempermalukan orang lain.

Kerja terpuji? Yang disebut kerja terpuji/kerja tidak keji mengeji/kerja tidak dengki mendengki/kerja tidak iri mengiri/kerja tidak benci membenci/kerja tidak membuang budi/kerja tidak merusak pekerti…

Ya, kerja terpuji adalah pekerjaan yang dilakukan secara beradab, tidak melakukan perbuatan keji dan dengan cara yang keji. Hindari pula iri, dengki, benci kepada orang lain. Jangan sampai pekerjaan yang dilakukan dalam kehidupan membuang akal budi, merusak pekerti dan mengabaikan hati nurani.

Dalam bekerja, para bijak bestari Melayu berpesan agar bekerja tidak menyalah. Apa tanda pisang lidi/ buahnya kecil tandannya lemah/ apa tanda orang berbudi/ bekerja rajin tiada menyalah.

Apa itu kerja menyalah? Yang disebut kerja menyalah; menyalahi syarak beserta sunnah/menyalahi adat dengan lembaga/menyalahi undang dengan hukumnya/menyalahi petuah dengan amanahnya/menyalahi tunjuk dengan ajarnya/menyalahi soko dengan pusaka.

Selain tidak boleh kerja menyalah juga dipesankan jangan bekerja terkutuk. Apa bentuk pekerjaan terkutuk? Yang disebut kerja terkutuk, kerja di atas jalan yang bengkok/kerja dibuat badan terpuruk/kerja berlangsung orang beramuk/kerja menurutkan tamak kemaruk/kerja berjalan membawa teruk/kerja membawa akibat buruk.

Orang Melayu juga berpantang kerja terlaknat. Yang disebut kerja terlaknat/ kerja tidak mengikut kiblat/kerja bersifat dengki khianat/kerja bersifat hasud dan hasad/kerja membawa ke jalan murtad/kerja membawa kepada maksiat/kerja membawa kepada mudarat/kerja dibuat menyalahi adat/kerja tidak mengikuti nasehat/kerja mengingkari petuah amanat/kerja berjalan badan terjerat/kerja usai hidup melarat/kerja menyengsarakan dunia akhirat.

Akar tunggang kebudayaan Melayu adalah nilai Islam walaupun dalam perjalanan panjangnya, nilai lain pernah ikut berakulturasi dalam masyarakat Melayu.

Nilai Islam merupakan nilai yang sudah sesuai dengan kesejatian manusia. Semua nilai yang dipandang baik oleh hati nurani manusia tanpa memandang suku, bangsa, warna kulit dan di mana ia berada, Islam sudah merestuinya.

Semua nilai etos kerja yang dipedomankan Melayu sebenarnya sudah terdapat dan sesuai dengan Islam. Lihatlah misalnya hadis riwayat Thabrani: Sesungguhnya Allah Swt mencintai orang-orang beriman yang giat bekerja. Pada sabda yang lain dari riwayat Thabrani juga, Nabi Muhammad Saw menyampaikan: Siapa yang petang hari duduk kelelahan disebabkan pekerjaan yang dilakukannya, maka ia peroleh pada petang hari tersebut dosa-dosanya diampuni Allah Swt.

Sebagai sumber pertama dan utama hukum Islam, Al-Qur’an surat at-Taubah ayat 105 telah menyatakan: Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah. Yang mengetahui hal  yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Wallahu a’lam. ***

Baca : Selamat Pulang Bang Al

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *