DI ujung tahun 2023 ini, lelaki itu menginjakkan kaki di Temasek alias Singapura. Di samping menikmati akhir tahun bersama keluarganya di negeri Lee Hsien Loong tersebut, ia juga ingin bersilaturahim dengan salah seorang penulis Singapura, Rohani Din namanya.
Setelah bertemu di Toa Payoh, perempuan pengarang Singapura itu menghadiahinya setas buku yang sebagian besar merupakan karya perempuan produktif tersebut. Di antaranya berjudul Anugerah Buat Syamsiah (1-2), Kemelut Hati, Surat yang Tercecer Dalam Taksi, Kelabut, Kalut, dan lain-lain. Buku-buku karyanya dan penulis lain juga disertakan, seperti Sayang Disayang, Warna Alam, dan lain-lain.
“Berat juga memikulnya ‘ni Bunda,” ungkap lelaki itu berkelakar. Tertawa agak lebar. “Ah, ‘kan kapal yang membawanya. Kalau pesawat barulah ditimbang,” jawab perempuan energik itu tersenyum. Ya, ia ke Johor dan Singapura sekali ini naik kapal dari Selatpanjang ke Kukup. Lama sudah tak naik kapal melintasi Selat Melaka, itu salah satu alasannya naik fery tahun ini.
Ihwal Rohani Din atau Bunda Anie Din, merupakan perempuan 70 tahun yang sudah malang melintang dalam dunia sastra di rantau Asia. Mengikuti sejumlah event sastra dan budaya, baik di Singapura, Malaysia, Indonesia, Korea dan lain sebagainya. Melahirkan puluhan buku, baik genre prosa maupun puisi. Karya-karyanya diperbincangkan khalayak sastra di rantau Melayu. Novelnya yang paling banyak dibicarakan dan best seller adalah Diary Bonda. Keunikan novel ini dipercakapkan sastrawan Negara Malaysia Dato’ Seri (Dr) Abdul Samad bin Mohamed Said atau yang lebih dikenal dengan A. Samad Said di TV 3, kemudian dibicarakan juga oleh Prof Mana Sikana serta sejumlah media di Singapura.
Novel-novel perempuan yang akrab disapa Bunda Anie Din ini selalu memenangkan sayembara penulisan novel, di antaranya berjudul Anugerah Buat Syamsiah yang pada tahun 2002 meraih juara pertama dalam sayembara novel Watan 2002 tajaan Perikatan Sayembara Dayacipta (Persada). Bunda Anie Din amat rajin mengumpulkan tulisan para sastrawan dan dibukukannya dalam bentuk antologi dari sastrawan Melayu serantau, seperti karya sastrawan dari Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand, Vietnam dan lainnya.
Buku terbaru dari sastrawan prolifik Singapura ini adalah berjudul Pasti. Buku ini berisi 100 puisi Rohani Din sebagai pelengkap dari buku-buku puisi terdahulunya. Buku ini menjadi menarik dan unik karena untuk sementara menjadi pelengkap dari buku-buku puisi tunggalnya terdahulu. Ia memulai buku ini dengan puisi berjudul Pasti. Isi puisi ini sesungguhnya merupakan judul dari buku-buku puisinya terdahulu. Carilah Embun di Ujung Daun Jambu menurut Pesan Tok Guru untuk Mencari Emas Bersama Mas di Rentas Tiga Pulau dengan Bahtera Besar Siapa Punya membawa Salam Daun Tebu pada Menjelang Ulang Tahun Kekasih.
Buku pertama dalam puisi ini berjudul Carilah Embun di Ujung Daun Jambu yang memuat 100 puisi Rohani Din, terbit pada tahun 2021. Buku kedua berjudul Pesan Tok Guru, terbit pertama kali pada April 2019, dan dicetak ulang pada Desember 2022. Buku ketiga berjudul Bersama Mas Mencari Emas, berisi 100 puisi yang terbit pada April 2018. Buku puisi ini diberi kata pengantar oleh Bambang Widiatmoko, salah seorang penyair Indonesia. Buku keempat berjudul Rentas 3 Pulau, berisi 100 puisi yang terbit pada Januari 2017. Buku ini dimulai dengan Coretan Kesan dan Pesan oleh Adam Fadila. Buku kelima berjudul Bahtera Besar Siapa Punya? Buku ini juga memuat 100 puisi Rohani Din yang terbit pada September 2015. Kata pengantarnya Wardjito Soeharso berjudul Membaca Diary Bunda Anie Din (Rohani Din), dan sekapur sirih oleh Handoko F Zainsam berjudul Menjelajahi Ruang Estetik Puisi. Buku keenam berjudul Salam Daun Tebu, terbit pada April 2015, dengan kata pengantar Khaziah Bte Yem berjudul Salam dari Alam. Buku berikutnya berjudul Menjelang Ulang Tahun Kekasih. Buku ini berisi 100 puisi dengan prakata Bundo Free Hearty, dan pengantar Dimas Arika Mihardja berjudul Menjelang Ulang Tahun Kekasih Perasaan-Perasaan Cinta Rohani Din (Bunda Anie Din) serta sekapur sirih dari Handoko F Zainsam berjudul Puisi Adalah Mata, Hati, dan Pikir.
Semua buku puisi tersebut diterbitkan oleh Mata Aksara Publishing, Jakarta.
Sambil menikmati Negeri Sultan Husin Singapura, dan Johor (the Jewel of Malaysia), di pengujung tahun 2024, lelaki itu membaca puisi Bunda Anie Din berjudul “Melangkah ke Bulan Baharu”. Ayuh! Kita melangkah ke bulan baharu/ Ke tahun baharu// Ayuh! Kita tinggalkan tahun yang telah berundur pergi/ Kita tinggalkan tahun mengandungi bulan luka/ Kita tinggalkan tahun dalam minggu nestapa/ Kita tinggalkan tahun dalam hari-hari penuh tragedi/ Kita tinggalkan tahun dalam setiap jam yang terbunuh/ Kita tinggalkan tahun dalam setiap minit perompakan/ Kita tinggalkan tahun dalam setiap detik pencabulan/ Kehormatan diri untuk berlaku ikhlas di mana-mana// Ayuh/ Kita melangkah ke bulan baru/ Ke tahun baru/ Kerana malaikatul maut/ Selalu mencari para penghujung hidup// Ayuh/ Kita melangkah ke bulan baru/ Ke tahun baru/ Dengan doa penuh harapan/ Agar di tahun-tahun selanjutnya/ Kita di puncak keindahan impian/ Semoga Allah mengabulkannya.
Lelaki itu bergumam, “Amin.”
Lelaki hampir setengah abad itu pun meraih buku Bunda Anie yang lain, ia baca puisi “Pasti V”. Malam lima belas purnama, pasti kelihatan bulan tersangkut di ranting cemara/ Awal pagi, masih banyak yang tidur nyenyak berbungkus selimut/ Yang pasti, nelayan memetik ombak, memapah maut di tangkai laut/ Mengiringi purnama pulang.
Ia buka lembaran di sebelahnya. Puisi Bunda Anie Din berjudul Pasti VI bercerita lagi. Penjual bunga di kuburan/ Apakah dia menjual doa?// Yang pasti,/ Mencari sesuap makan/ Mengharap pengunjung/ Membeli bunga yang disiatkan// Yang pasti, penjual/ Bunga tidak menjual doa/ Tetapi bunga yang berzikir buat si mati selagi ia tidak/ Kering di dada kuburan.
Lelaki itu menarik nafas, panjang. Sungguh panjang setelah membaca puisi-puisi itu.
Selamat tahun baru 2024, ungkapnya kepada Singapura, Johor dan Selat Tebrau setelah menutup buku puisi Bunda Anie dengan pelan. Pelan. Sungguh pelan. ***
Johor, 28/12/2023
Baca: Formula Kebahagiaan