Bekal Terbaik

Jalaluddin As-Suyuti

DI dunia ini manusia merantau. Galibnya sebuah perantauan, seorang musafir mesti mempersiapkan dan mempunyai bekal agar terhindar dari keterluntaan dan kehinaan. Ya, seorang pejalan mesti memiliki bekal dalam perjalanan di perantauan dan bekal untuk kembali pulang.

Wahai ananda dengarlah peri/ tunangan hidup adalah mati/ siapkan bekal ketika pagi/ supaya tidak menyesal nanti. (Tenas Effendy)

Berbekallah kamu, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal. (QS: Al Baqarah: 197)

Bekal terbaik dalam kehidupan kini (duniawi), dan esok yang jauh (akhirat) adalah takwa.

Banyak definisi diberikan ulama tentang takwa. Secara bahasa dapat berarti menjaga; memelihara; berhati-hati; dan menghindar.

Menurut Ibnu Ma’ud, definisi takwa yang sesungguhnya adalah mengingat Allah Swt di setiap waktu.

Definisi takwa yang lain, menurut para ulama di antaranya adalah menghindari jatuhnya ancaman dan siksa Allah Swt dengan cara melakukan amal kebaikan dan tidak melakukan amal keburukan.

Menurut Prof Qurays Shihab, bentuk siksaan tersebut ada yang langsung diterima di dunia, dan ada pula di akhirat. Pelanggaran yang dilakukan di dunia terhadap hukum alam (sunnatullah) akan berakibat buruk dari perbuatan tersebut. Balasan siksa di akhirat akan diperoleh ketika melanggar perintah Allah Allah Swt, misalnya tidak mendirikan shalat wajib dan perintah-perintah lainnya.

Menurut Prof Nasharuddin Umar, takwa tidak dapat dimaknai takut begitu saja. Kata khauf misalnya merupakan rasa takut kepada makhluk Allah. Kata khasya bermakna takut kepada Allah Swt.

Takut kepada makhluk maka jauhi makhluk yang menakutkan tersebut sejauh-jauhnya agar terhindar dari petaka yang muncul dari makhluk yang menakutkan tersebut. Takut kepada Allah maka dekati Ia sedekat-dekatnya agar Ia cinta dan terhindar dar siksa-Nya yang menakutkan itu.

Takut kepada Allah ini mesti ditambah tidak cukup disebut takwa sebelum ada kata raghbah (cinta).

Takwa yang sebenarnya menurut Nasharuddin Umar adalah cinta yang dalam kepada Allah Swt dengan setulus hati. Segala sesuatu dilakukan karena cinta yang tulus dan dalam, apakah melakukan perintah atau meninggalkan yang dilarang-Nya. Barangkali cinta yang seperti inilah yang dimaksudkan oleh Prof Sapardi Joko Damono dalam puisinya berjudul “Aku Ingin”. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

Agar memperoleh takwa, Al-Qur’an memberi isyarat supaya beriman lebih dahulu. Banyak sekali kata-kata takwa muncul setelah kata iman atau amanu dalam ayat Al-Qur’an. Artinya, takwa baru dicapai kalau iman seseorang itu sudah benar dan mantap.

Di antara cara memperoleh takwa adalah: pertama beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, menginfakkan sebagian rezeki, beriman kepada kitab-kitab Allah, dan sangat yakin akan adanya hari akhir, (QS. 2: 3-4); kedua berinfak dalam kondisi apa pun; menahan amarah; memaafkan kesalahan orang lain; (QS: Ali Imran: 134); ketiga mengagungkan lambang-lambang agama, dengan merasakan kebesaran Allah Swt. (QS: Al Hajj: 32); keempat berlaku adil. (QS:Al Maidah: 8).

Manfaat dari sikap takwa: pertama, memiliki solusi atas segala persoalan yang muncul dalam kehidupan. Selain itu akan mendapat anugerah rezeki yang tak terduga dan tak terhitung jumlahnya. (QS: Al Thalaq: 2-3); kedua, mendapat kemudahan dalam berbagai urusan (QS: Al- Thalaq: 4); ketiga, memperoleh keberkahan atau keberuntungan dari langit dan bumi. (QS: Al A’raf: 96); keempat, memiliki karakter furqan (tegas membedakan yang benar (hak) dan yang salah (batil), halal dan haram, serta terpuji dan tercela). (QS: Al Anfal: 29).

Wallahu a’lam. ***

Baca: INHU Pelopor Lomba Kaligrafi dan Barzabji Pada MTQ Provinsi Riau

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews