Fabel Riau

Muslim Paripurna

DONGENG merupakan media pengajaran paling mangkus dalam sejarah panjang kemanusiaan. Tak satupun peradaban besar di dunia yang tak mengenal dongeng. Hampir semua puak, suku dan bangsa memiliki pendongeng yang mampu mengisahkan cerita-cerita dengan memikat, dongeng itu dapat berbentuk sejarah masa lampau yang pernah ada atau hanya sebagai media pembelajaran yang merupakan rekaan sang pencerita sahaja. Tokohnya boleh manusia, dapat juga fauna dan flora.

Dongeng selalu menjadi pemantik kesadaran sebuah puak, suku dan bangsa demi kemajuan perkembangan intelektual kaumnya di tengah pertelagahan kebudayaan dunia. Tapi sayang, tak semua orang pandai dan piawai mendongeng dengan baik. Sehingga dongeng seolah milik para pujangga, bual para pengarang dan keletah para pengotah di kedai kopi semata.

Dongeng di Riau sama tuanya dengan keberadaan semua puak yang ada di negeri ini. Dongeng di negeri ini bisa bernama kayat, koba, nyanyi panjang atau cerita rakyat. Kayat, koba dan nanyi panjang merupakan cerita yang dinyanyikan oleh penuturnya. Bisa satu malam bahkan dapat sampai satu pekan lamanya. Demikianlah panjang cerita yang dikisahkan seorang penutur di Riau.

Semua dongeng itu bersifat menghibur tapi lebih utama untuk menanamkan pendidikan akal-budi sambil bercerita. Dongeng bukan saja menambah wawasan dan melatih untuk berpikir kritis dan cerdas, juga untuk mengembangkan jiwa sosial dan emosional. Mendongeng bukan saja untuk melatih anak agar berimajinasi dan meningkatkan keterampilan berbahasa, lebih daripada itu adalah untuk menanamkan nilai karakter bagi mereka.

Dengan mendongeng, tanpa sadar si pendengar diajak untuk berimajinasi, diangkut untuk bersemangat menghadapi gelombang hidup yang tak tentu entah bila ‘kan datang ombak dan entah bila kan tiba onak duri dan gelombang ujian. Dengan dongeng, nilai adat budaya diterangkan dengan pesona. Dengan mendongeng, dengan bercerita yang memikat nilai agama ditanamkan di sanubari anak didik harapan bangsa. Diharapkan para pendengar atau penyimak dongeng yang sudang ditampilkan si pencerita dapat diambil pelajaran dalam menjalani kehidupan baik ketika hidup di dunia maupun di akhirat kelak.

Dalam mendongeng apa yang tidak ada? Kemampuan berteater diuji, kepiawaian bersastra dicoba, ketangkasan beretorika ditunjukkan, kebernasan ilmu dan wawasan direfleksikan. Bahkan dalam sebuah dongeng yang dikisahkan terdapat berbagai petuah dan amanah yang amat berharga.

Dongeng Fabel di Riau

Seperti halnya di berbagai daerah lain, Riau juga memiliki banyak cerita rakyat yang tokohnya merupakan binatang. Animal atau hewan yang ditokohkan itu diberi attitude atau sikap dan sifat manusia.

Binatang seperti kancil, buaya, ikan raya, ikan patin, ikan terubuk, ikan pepuyu, ikan todak, burung bayan, burung sawai, burung enggang, burung kekik, burung merak, burung gagak, burung bubut, burung elang, burung pelatuk, burung serindit, burung pipit, burung pungguk, burung punai, burung bangau, musang, ayam, kambing, anjing, kucing, harimau, kera, cigak, siamang, landak, kuda, dan sebagainya dapat bercerita dan memiliki naluri manusia.

Kerbau misalnya dijadikan sebagai makhluk yang berbadan besar tapi idiot, sementara kancil sebagai makhluk yang bertubuh kecil namun berotak besar, dan kucing yang bijak. Begitu pula dengan buaya, ular, harimau, tikus, anjing, elang, garuda (gaudo) yang mayoritas digambarkan terkesan kejam dan licik.

Sekali lagi, semua penceritaan dalam fabel tersebut merefrentasikan perilaku manusia dalam hidup karena pada dasarnya manusia juga merupakan binatang seperti yang diisyaratkan para ahli logika atau ahli mantiq bahwa manusia itu merupakan hewan yang berpikir; al-insan hayawanun natiq: manusia merupakan hewan yang berakal.

Di akhir kisah-kisah fabel, biasanya binatang yang baik akan menang (happy ending). Sementara binatang yang bertingkah buruk akan mengalami kekalahan dan penyesalan.

Semua cerita fabel mengajarkan manusia agar menjadi baik atau berkarakter mulia karena makhluk yang baik pada akhirnya akan menang. Untuk itu, menjadi makhluk yang baiklah dalam hidup agar menjadi beruntung, meraih kemenangan dan kejayaan.

Sementara keberadaan pendongeng atau pencerita, termasuk dongeng fabel di Provinsi Riau sudah sangat memprihatinkan. Nasib para pengkoba; pengkayat; penyanyi panjang; atau pencerita sungguh memprihatinkan. Di samping karena banyak yang sudah meninggal dunia, juga karena pewaris mereka tidak begitu tertarik dengan warisan intelektual tersebut karena tidak ada kepedulian dari berbagai pihak terhadap kerja besar tersebut, sehingga semakin hari dongeng-dongeng cerita rakyat dan legenda semakin hilang.

Keberadaan Binatang di Riau

Keberadaan binatang menjadi tokoh dalam beberapa cerita rakyat dan legenda di Riau tidak saja hanya sebagai memperhalus dan memperindah cara untuk mendidik dan mengajarkan kebaikan serta kebajikan bagi anak bangsa, akan tetapi si pencerita yang merupakan pendidik juga sedang menanamkan pesan dan nilai luhur, bahwa binatang-binatang tersebut mesti dihormati dan dihargai keberadaannya karena merupakan makhluk Tuhan. Bahkan tidak sedikit dari binatang-binatang tersebut menjadi bahan pelajaran dan pengajaran bagi manusia, sehingga tumbuh dan berkembang pepatah di rantau Melayu, bahwa alam terkembang menjadi guru.

Memberi dan melekatkan kepada binatang sejumlah perangai dan tingkah laku yang elok dan molek merupakan sebuah upaya para pendongeng yang pendidik agar menempatkan makhluk selain manusia berharga di hadapan makhluk lainnya.

Hewan-hewan jangan dipunahkan, jangan diperlakukan semena-mena. Dalam sejarahnya, manusia merupakan predator ulung dan utama yang menghancurkan eksistensi atau keberadaan makhluk hidup lainnya. Untuk itu, si pencerita menyelipkan pesan agar manusia berlaku bijak, tidak semena-mena dan tidak berlaku aniaya kepada makhluk lainnya, termasuk kaum binatang, karena pada asasinya manusia merupakan khalifah atau pimpinan makhluk hidup di bumi, yang sejatinya menjadi pemelihara dan pelestari keberadaan mereka.

Fauna di Riau semakin hari semakin tak tampak dan hilang tanpa berita. Penyebabnya jelas; salah-satunya karena ketidak pedulian semua pihak membela dan melindungi nasib mereka.

Kini amat sulit menemukan binatang seperti kancil, burung bayan, dan hewan lainnya di Riau. Kepunahan mereka di samping karena sunatullah juga disebabkan karena rumah mereka, laman tempat mereka bermain telah menjadi ladang sawit, dan tempat beroperasinya berbagai perusahaan yang tidak peduli.

Berkembangnya teknologi tanpa kendali menyebabkan hewan atau binatang di Riau semakin kehilangan habitatnya. Berdirinya korporasi yang membabat hutan tanpa mempedulikan kampung dan rumah binatang itu menyebabkan keberadaan mereka mulai punah. Akibat hancurnya habitat mereka, maka para binatang kini tidak sedikit telah menjadi musuh manusia. Harimau yang biasanya bermain di rimba, kini tidak sekali dua telah masuk dan mengamuk di kampung dan desa.

Begitu juga dengan kawanan gajah, akibat dari hutan yang hilang maka mereka merusak kebun warga. Burung-burung pun sudah kehilangan nyanyinya karena kehilangan sarang dan pangan. ***

Baca : Di Bengkalis Suatu Waktu

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *