Pakar Hukum Tata Negara: Presidential Threshold 20 Persen Lebih Banyak Mudaratnya

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai Presidential Threshold 20 persen lebih banyak mudarat dari pada manfaatnya. Karena itu masyarakat harus menolak ambang batas pencalonan presiden.

Hal itu diungkapkan Refly, saat dialog virtual TVone petang,  Senin 21 Desember 2021.

Ia  mendorong agar ketentuan ini dihapuskan.  penghapusan ambang batas tersebut demi menyelamatkan  demokrasi di Indonesia. Ketentuan ambang batas ini merupakan celah bagi para pemodal untuk membajak demokrasi dan memenangkan Pilpres 2024.

Presidential threshold hanya menjadikan demokrasi kriminal, demokrasi jual-beli ‘perahu’, demokrasi yang menggunakan kekuatan finansial untuk memenangkan kompetisi pemilihan presiden dan wakil presiden,” katanya seperti dikutip dari gatra.com.

Tanpa adanya ambang batas, lanjut Refly, maka setiap partai politik dapat mengusung calon presiden (capres) dan wakilnya sehingga rakyat mempunyai ragam pilihan dalam pemilihan mendatang.

“Setiap partai politik yang menjadi peserta pemilu diberikan hak konstitusional untuk mengajukan pasangan presiden dan wakil presiden sesuai dengan ketentuan konstitusi UUD 1945,” ujarnya.

Merubah undang-undang pemilu menurut Refly tidak memerlukan kerja berat hanya merubah satu pasal yang ada dalam UU Nomor 7/2017 tersebut.

Lebih lanjut, Refly mengaku bahwa pihaknya tak begitu mempermasalahkan bagaimana sikap DPR ke depannya, jika MK memutuskan bahwa presidential threshold inskonstitusional.

“Perkara nanti DPR tidak mau merevisi UU Pemilu itu persoalan lain, yang penting putusan MK menyatakan bahwa itu inkonstitusional sudah cukup,” ungkapnya

Cara pertama, kata Refly, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut Presidential Threshold.

“Cukup Jokowi mengeluarkan Perppu mencabut aturan Presidential Threshold ini, selesai masalah. Tapi pertanyaannya, apakah Jokowi tergerak melakukan hal ini?” kata Refly.

Kedua, kata Refly, melalui jalur DPR RI untuk mengubah Undang-Undang Pemilu.

Perubahan yang dilakukan baik secara menyeluruh maupun parsial. Kalau DPR RI tak berkenan, maka kita bisa menempuh cara ketiga yakni uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK),” papar dia.

Menyikapi hal tersebut Ketua DPR RI  Puan Maharani presidenti threshold tidak akan dirobah. Tetap 20 persen dan DPR RI tidak akan merubah undang2 pemilu.

” Di dpr revisi undang-undang pemu sudah final, tidak akan dibahas lagi, itu sesuai dgn kesepakatan yanga ada. Karenanya kami berharap keputusan yg sdh disepakati bisa dihormati semua pihak,” ujarnya kepada wartawan. (jm)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *