Kebijakan Stabilitas Harga Minyak Goreng Berdampak pada Harga TBS

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng mulai berimbas pada harga tandan buah segar sawit  (TBS). Dampak dari kebijakan yersebut harga sawit terjun bebas hingga 25 persen, atau berada dikisaran Rp2.550 per kilogram.Sebelumnya harga sawit Rp 3.400 per kilogram. 

Menurut Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau asal Rokan Hulu Kelmi Amri anjloknya harga sawit karena pemberlakukan  Domestik Market Obligation (DMO) dan Domestik Price Obligation( DPO).

Diril iniriau.com, kebijakan ini bak pisau bermata dua. Satu sisi pemerintah ingin mengendalikan harga minyak goreng yang meroket akibat harga CPO di pasar dunia melambung. Hal ini mengakibatkan  Export CPO tinggi, sehingga pasokan dalam negeri pun mengikuti harga dunia.

Dampaknya,  harga produk hilir CPO  seperti halnya minyak Goreng dan lain sebagainya jadi naik. Sehingga pemerintah menerapkan kebijakan DMO dan DPO dengan harapan pasokan dalam Negeri tercukupi dan Harga disesuaikan dan dikendalikan.

” Namun kebijakan DMO dan DPO ini langsung berimbas pada petani sawit. Dalam satu hari harga sawit langsung anjlok hingga 25 persen. Petani menjerit. Harusnya perintah juga memperhitungkan juga nasib petani. Tidak cukup hanya dengan niat mengendalikan harga produk hilir CPO saja jauh dari pada itu,”ujar Kelmi, Sabtu 29 Januari 2022.

Kelmi melihat kebijakan DMO dan DPO ini menjadi persoalan cukup luas. Harusnya jika harga  sawit turun, pemerintah juga harus mampu mengendalikan harga pupuk yang setahun terakhir naik hingga 100 persen.  

” Jangan saat harga sawit naik, harga pupuk naik. Namun saat harga sawit turun, pemerintah tak mampu mengendalikan harga pupuk. Jika seperti ini petani lagi yang menjadi korban.” Imbuh Kelmi.

Menurut Kelmi inilah  istilah pisau bermata dua.  di satu sisi ingin stabilkan harga produk hilir dengan pembatasan ekspor dan kendalikan harga, tapi disisi lain ada petani dan pengusaha yang akan menjadi korban.

” Disini saya mempertanyakan keberadaan PTPN. Seharusnya BUMN ini  yang harusnya menjaga kebutuhan dalam negeri. Bukankah hadirnya BUMN ini untuk kepentingan rakyat dan disini sebenarnya peran negara yang kita harapkan,”ujar Kelmi.(jm/ir)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *