Sukses Kita, Karena Orang Lain

Pemuda

JIKA kita buka kembali beberapa doktrin agama Islam, maka hampir separoh dari ajaran agama Islam, menginformasikan tentang keharusan untuk saling membantu ini. Karena memang, misi utama dari ajaran Rasul yang mulia adalah memberikan Rahmat bagi semesta alam.

Kita ambil misalnya dua ayat dalam Alquran berikut ini;

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (Q.S Al-Maidah: 2);

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka, dan mereka akan mendapat pahala yang mulia.” (Q.S Al-Hadid: 18)

Dua ayat di atas, saya kira tidak butuh para ahli tafsir untuk menegaskan betapa Islam sangat menganjurkan untuk saling membantu antar sesamanya. Keharusan saling membantu ini, setidaknya memberikan makna sebagai berikut;

Pertama, kesadaran bahwa apa yang kita miliki sesungguhnya milik Allah. Sejak dini, kita diajarkan bahwa sejatinya apa yang kita miliki di dunia ini, baik dalam bentuk tubuh maupun materi, adalah milik Tuhan. Jika kesadaran ini, terpatri dalam diri seorang muslim, maka budaya saling berbagi dan peduli, saling membantu akan semakin terhunjam kuat.

Kedua, membantu sesungguhnya adalah bentuk dari merayakan kesyukuran. Prof. Komaruddin Hidayat memberikan catatan penting dalam salah satu bukunya, Ungkapan Hikmah. Dalam buku ini, beliau menyebutkan bahwa membantu sahabat atau sesama di sekitar kita, sama saja dengan sebuah tindakan menebar vibrasi syukur kepada Allah SWT. Energi ketulusan dalam bantuan itu, akan menebar kepada orang-orang yang dibantu.

Ketika seseorang diberikan kekuatan oleh Allah untuk bisa membantu, pada hakikatnya ia sedang mengungkapkan rasa syukur atas apa yang diperolehnya saat ini. Dalam situasi ini, kita tidak layak untuk meminta orang yang kita bantu itu mengucapkan terimakasih kepada kita.

Bahkan, apa yang kita berikan kepada orang lain itu, bukan berarti hilang dan kemudian menjadi rugi. Sebaliknya, dalam hadis, Allah akan memberikan jaminan barang siapa yang melapangkan suatu kesusahan dunia dari seorang Muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan dirinya di hari kiamat.

Ketiga, kebaikan dari membantu itu, akan berbalik kepada kita dan keluarga kita sendiri. Ada filosofi yang selalu diajarkan oleh Almarhum Bapak saya dulu begini, Aku membantu orang sebenarnya bukan untuk aku sendiri, melainkan juga untuk anak-anak ku ketika berada di rantau orang, ada jugalah orang yang mau membantunya. Maknanya adalah apa yang kita tanam, itu lah yang akan kita tuai, begitu kira-kira pepatah lama mengatakan.

Keempat, kesadaran bahwa sukses kita hari ini, ada peran orang lain. Apa yang kita raih hari ini, sesunggunya ada “tangan-tangan ghaib” yang turut serta memberikan bantuan. Kesuksesan kita hari ini, atau kondisi keberhasilan yang telah kita capai saat ini, bisa jadi juga karena doa orang-orang yang mungkin tidak pernah kita perhatikan. Misalnya, saudara kita, tetangga kita, adik kelas kita, sahabat-sahabat kita, atau justru orang-orang yang pernah kita beri uang seribu rupiah dipinggir jalan. Jangan-jangan doa-doa mereka itu yang membuat kita sukses saat ini.

Dengan kesadaran itu semua, patut untuk kita renungi bersama bahwa apa yang kita miliki dan capai hari ini tak ubahnya debu yang setiap saat bisa hilang habis oleh hembusan angin. Prestasi kita yang kita peroleh hari ini, adalah atas bantuan orang lain. Ia laksana simbiosa-mutualisme dalam jejaring eko-sistem kehidupan. Nihilnya kesadaran itu, akan meneguhkan watak manusia dalam bentuk yang lain; sombong, angkuh, menang sendiri, benar sendiri, paling hebat, dan saudara-saudaranya.… Wallahu A’lam bi al-Shawab. ***

Baca: Memberikan Rasa Kebahagiaan

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews