Kajian  

Keutamaan Orang Kaya yang Pandai Bersyukur

LAMANRIAU.COM – Sebagaimana kita dianjurkan untuk hidup qanaah (merasa cukup), namun tidak tercela jika seseorang itu kaya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahkan pernah memberikan sanjungan pada orang kaya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka berkata, “Orang-orang kaya dengan harta selalu mendapatkan kedudukan tinggi dan nikmat yang terus menerus. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami puasa. Mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa pergi berhaji, berumrah, berjihad serta bershodaqoh.”

Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kuberitahu pada kalian jika kalian mau mengamalkannya, maka kalian akan mengejar ketertinggalan dari orang-orang kaya dan tidak ada yang mendapati setelah itu. Engkau akan mendapatkan kebaikan lebih dari mereka. Kecuali jika mereka mengamalkan yang semisal. Amalkanlah tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing sebanyak 33 kali.”

“Kami pun berselisih. Sebagian kami bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, dan bertakbir 34 kali. Aku pun kembali menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Lantas beliau mengatakan, “Berdzikirlah dengan menyebut “subhanallah, walhamdulillah, wallahu akbar” dari setiap dzikir itu 33 kali.” (HR. Bukhari no. No. 843 dan Muslim no. 595)

Dalam riwayat Muslim disebutkan, dari Abu Shalih yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, “Orang-orang fakir dari kaum muhajirin kembali pada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka berkata, “Saudara-saudara kami yang kaya mendengar apa yang kami lakukan. Maka mereka melakukan. ” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun menjawab, “Demikianlah karunia yang dianugerahkan pada siapa saja yang Allah kehendaki.” (HR. Muslim, no. 595)

Ketika menjelaskan hadits di atas disebutkan oleh Imam Nawawi, “Dalam hadits ini terdapat dalil akan keutamaan orang kaya yang pandai bersyukur daripada orang miskin yang mau bersabar. Manakah yang lebih utama daripada keduanya terdapat perselisihan di antara para ulama salaf dan khalaf dari berbagai kalangan. Wallahu alam.” [Muhammad Abduh Tuasikal]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *