Kerja Sama dengan Hotel Aryaduta, Pemprov Riau Hanya Terima Bagi Hasil Rp200 Juta

Ilustrasi
LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Sejak melakukan perjanjian kerjasama dengan manajemen Lippo Group pada tahun 1998 lalu, Pemerintah provinsi (Pemprov) Riau hanya mendapatkan dana bagi hasil Rp 200 juta per tahun.
 
Jumlah tersebut, saat ini Pemprov Riau sedang mengupayakan untuk melakukan pengubahan perjanjian kerjasama atau adendum.
 
Plt Karo ekonomi Pemprov Riau, Mardoni Akrom, Jumat (24/1/2020) mengatakan, dalam kontrak bersama Lippo Group tersebut, terdapat kesepakatan bahwa perjanjian tersebut bisa lakukan adendum setelah 10 tahun.
 
Untuk itu, pada 2008 lalu sudah pernah dilakukan adendum, dan saat ini merupakan adendum kedua.
 
“Pada adendum pertama, memang pada pasal bagi hasil tersebut tidak diubah. Jadi hingga saat ini Pemprov Riau masih mendapatkan Rp 200 juta, untuk itu pada adendum kali ini, salah satu pasal yang akan diubah yakni mengenai bagi hasil tersebut,” katanya.
 
Dalam pembahasan adendum saat ini, lanjut Doni, bahwa beberapa pasal yang akan diubah sudah disepakati kedua belah pihak dalam hal ini manajemen Lippo Group dengan Pemprov Riau.
 
Hanya saja, masih ada satu pasal yang hingga saat ini belum disetujui pihak Lippo Group.
 
“Satu pasal itu yakni mengenai jumlah bagi hasil, karena Pemprov Riau pada adendum kali ini meminta dana bagi hasil sejumlah 20 persen dari pendapatan Hotel Arya Duta. Pihak manajemen Lippo Group baru akan memberikan jawaban paling lambat 31 Januari mendatang,” sebutnya.
 
Permintaan bagi hasil sebesar 20 persen tersebut, pihaknya yakin pendapatan Pemprov Riau dari dana bagi hasil tersebut akan lebih besar dari pada yang diterima saat ini.
 
Jumlah Rp 200 juta per tahun yang didapat tersebut dirasa cukup kecil.
 
“Kalau dapat 20 persen dana bagi hasil dari Aryaduta tentu pemasukan untuk Pemprov akan lebih dari 200 juta per tahun. Inilah yang saat ini sedang diperjuangkan,” ujarnya.
 
Sementara Komisi III DPRD Riau meminta menutup sementara Hotel Aryaduta jika tidak ada titik temu antara Lippo Group selaku pemilik Hotel Aryaduta dengan Pemprov Riau sebagai pemilik lahan.
 
Sekretaris Komisi III Eva Yuliana menuturkan, pihaknya sudah menerima surat dari Biro Ekonomi Pemprov Riau, dan akan menunggu hingga tanggal 31 Januari ini untuk memutuskan bagaimana kerjasama dengan Lippo Karawaci ini.
 
“Jadi kalau sampai tanggal 31 Januari tidak ada kepastian, kita harus tegas, kita mau tegas, kita ingin serius akan hal ini,” kata Eva Yuliana.
 
Eva menambahkan, bila diperlukan, dalam hearing yang akan dilakukan selanjutnya, komisi III DPRD Riau akan memanggil gubernur Riau untuk mengetahui lebih dalam terkait persoalan ini.
 
Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPRD Riau Karmila Sari mengatakan, selama ini pendapatan Pemprov atas lahannya yang dipakai Aryaduta hanya diambil angka minimal dari Lippo yakni Rp 200 juta per tahun.
 
“Kita sudah terlalu sabar menunggu kehadiran direksi atau komisaris dari Lippo Group guna membahas adendum kontrak kerjasama Pemprov dengan Lippo Group. Jadi kita akan ambil langkah tegas jika 31 Januari nggak ada kejelasan,” cakapnya.
 
Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Riau James Pasaribu menjelaskan, dengan sistem kerja sama BOT (Build Operate Transfer), dimungkinkan untuk melakukan addendum atau merubah kontrak.
 
Maka dari itu, DPRD Riau terus melakukan pemanggilan kepada Lippo Group untuk mengubah isi kontrak yang diawal membolehkan Lippo Karawaci memberikan deviden sebesar Rp 200 juta.
 
Anggota Komisi III yang lain, Sofyan Siroj Abdul Wahab mengatakan, pada dasarnya komisi III mempunyai perhatian serius terhadap PAD Pemprov Riau agar keadilan dan kesejahteraan masyarakat Riau terwujud melalui PAD.
 
“Kita berkomitmen untuk meningkatkan PAD, maka mindset Pemprov Riau diharapkan berubah sejalan dengan komisi III untuk mendapatkan hasil PAD yang maksimal. Jadi kita minta Pemprov juga serius, salah satunya soal Aryaduta,” pungkasnya. (HRC)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *