Rupatku Molek

Muslim Paripurna

Ketapang Beach.

LAMANRIAU.COM – Ke Ketapang lagi? Ya, beta ke Pantai Ketapang lagi. Bahkan bukan hanya ke Ketapang di Kecamatan Rupat saja, kini sampai pula ke Pantai Lapin dan Pantai Pesona, Rupat Utara. Dari Jauh, walaupun langit sedikit berkabut, tugu api (menara suar) di Tanjung Medang sudah membayang. Sayang petang ini belum dapat ke sana. Sungguh belum. Niat hati memang hendak ke situ, hasrat hati bergejolak bagai ombak pasang yang menghempas tebing, dan Sekcam Rupat Utara, Tuan Ahmad Tarmizi memang mengajak ke sana. Tapi, waktu tak dapat dilawan. Petang segera berganti senja. Beta tak dapat pula mengubah rencana semula; bahwa kami akan menikmati senja di Lapin, Rupat Utara. Bermain dengan gelombang sambil bergulat dengan pasir putih yang terentang, memanjang sejauh mata memandang.

Pada siang ba’da Jumat, 30 Oktober 2020 beta bersama keluarga menuju Pulau Rupat, Bengkalis, Riau. Ini merupakan program vocation tahun ini. Bagi beta, ini bukan hanya sekadar perjalanan liburan semata tapi seperti untuk ‘ngecas bateri’. Ya, mengecas bateri kemelayuan. Tol Pekanbaru-Dumai amat berjasa mengantarkan kami cepat dan lekas tiba ke lokasi walaupun badan letih juga karena antrean panjang di roro (roll-on/roll of) Dumai-Rupat. Ya, sungguh melelahkan. Kurang lebih empat jam di tengah kendaraan panjang mengular apa tidak melelahkan dan meresahkan?

No rose without a thorn: tak ada mawar yang tak berduri. Pagi di Pantai Ketapang membuat rasa lelah akibat menunggu antrean dan menelusuri jalan semalam terasa hilang. Langit biru jernih. Angin yang bertiup dari tengah laut membuat perasaan senang nian. Pantai berpasir putih yang dipagari pokok-pokok pinus yang rapi berjajar ini membuat jiwa menjadi damai dan nyaman. Seolah badan tak mau beranjak dari sini. Istriku menemani si kecil kami, Hanan melukis pasir dan membuat istana.

Sementara Fikraneil dan Mursyidan, setelah berlari dan bermain ombak di tepi pantai, mereka pun menaikkan layang-layang yang sengaja mereka bawa dari Pekanbaru. Mereka memang suka bermain layang-layang. Saya berharap, mereka menyukai lenlayang karena ingin naik tinggi. Dan layang-layang naik ke awan karena melawan angin, jika perlu melawan dan menantang badai, dan semoga mereka dalam hidup selalu berusaha begitu.

Selain itu, saya gembira dan bangga. Saya yakin, lenlayang yang dinaikkan mereka suatu ketika akan menginspirasi pengunjung atau pengelola pantai ini untuk menerbangkan layang-layang di pantai yang berangin cukup kencang ini. Bisa saja pantai yang dikelola Pemerintah Desa Sungai Cingam ini akan menjadi tempat Festival Layang-Layang suatu ketika. Atau sebagai ajang kenduri seni sastra, dan event-event lainnya.

Sambil menunggu anak dan istri dengan kegiatan mereka masing-masing, beta pun duduk menyendiri, menghalakan pandang ke samping kanan. Sebuah kantin lengkap dengan toilet sudah berdiri. Di sampingnya aneka tempat bermain anak pun sudah tersedia. Dulu, ketika pertama kali sampai di sini semua tempat itu belum ada. Kemudian kualihkan pandangan ke tengah laut. Sebuah perahu motor tampak terombang ambing dihempas gelombang. Beberapa pengunjung sibuk berkuncah di tepi pantai, menikmati terjangan ombak berbuih putih. Tak jauh dari situ dua banana boat tampak tersadai di atas pasir. Di sampingnya berlalu lalang orang-orang menaiki ATV dan sepeda motor anak. Tak jauh di belakang, di dahan sebatang pinus yang meranggas, seekor gagak bertengger. Celingak-celinguk. Kulihat ia memerhatikan saya. Kubidikkan kamera hp. Agaknya, merasa daku akan memotretnya, burung hitam mengilat yang seperti kehilangan pasangan itu pun kembali mengepakkan sayap. Barangkali ia malu atau juga marah, atau juga kesal. Entahlah. Ia pun terbang menuju ke tengah belukar di belakang pantai. Mungkin burung berbulu lincap dan bersuara lantang itu sedang galau. Mungkin.

Saat matahari hampir tercacak di atas kepala, kami pun pulang ke penginapan di Sungai Nyirih. Pada mulanya istri saya tak mau berganjak, ia ingin menikmati matahari tenggelam di sini. Tapi akhirnya ia mengalah setelah kuyakinkan, bahwa Pantai Lapin juga punya pesona yang tak kalah memukau daripada pantai ini.

Pantai Lapin.

Jalan dari Pangkalan Nyirih ke Desa Tanjung Punak, tempat Pantai Lapin tak sejauh dan separah dari roro ke Sungai Nyirih. Tak sampai satu jam mobil kami sudah tersergam di bibir pantai. Dugaanku tidak meleset. Robbana ma khalaqta haza bahtila… Pantai ini memang memiliki pesona yang luar biasa. Panjang pantai pasir putih berpagar pohon-pohon pinus ini sungguh memukau. Ini bagai lempengan mutiara surga yang terjatuh ke bumi Riau. Pemandangan di sini semakin tak terkatakan suasananya kala petang dengan tersergamnya sebuah jembatan dermaga tak sudah, yang menjura ke tengah laut. Tiang-tiang yang mencancang mengingatkan saya bahwa pembangunan di Riau ini sedang terbengkalai. Ya, bukan hanya di sini tapi juga di tempat lain. Kini Riau memang sedang terbengkalai. Riau mesti terus berbenah.

Tak begitu lama di sini, beta pun berjumpa senior saat kuliah sekitar duapuluh tahun lalu. Rupanya ia pejabat kini, Sekcam Rupat Utara. Setelah berbincang sejenak ihwal pembangunan Rupat Utara, terutama tentang pantai-pantainya, kami pun beringsut menuju Pantai Pesona, Desa Teluk Rhu. Pantai yang konon berdepan muka dengan Port Dickson Malaysia. Hari semakin petang, langit kian berkabut, deburan ombak pasang menghantam tebing semakin kuat. Angin semakin kencang. Pantai pesona yang telah berdiri beberapa penginapan yang menjulur hampir ke bibir pantai ini tak tampak pasir putihnya. Hanya buih ombak yang setiap sekejap memecah tebing yang dipagari batu-batu.

Pak Sekcam pun mengabarkan jika ingin Pulau Beting Aceh dapat bertolak dari sini. Kemudian ia menunjuk menara suar di belah kiri kami. Ia mengajak ke sana. Akan tetapi karena jadwal semula kami untuk menikmati sunset di Pantai Lapin, hajat itu pun terpaksa tak dapat dikabulkan. Rencana kami berjalan sesuai jadwal.

Bukan matahari yang tenggelam di laut akan tetapi rembulan kiranya yang mengapung di Pantai Lapin. Kini ia bagai hampir ditusuk besi-besi dermaga tak sudah yang mencancang bagai duri-duri tembaga yang berdegam di kaki pantai. Pemandangan senja ini menghadirkan kesan lain. Sungguh tak tertuliskan. Tak terlukiskan. Tak terkatakan.

Ombak semakin kuat memecah pantai. Di kejauhan, beberapa pengunjung masih menceburkan diri di atas pasir putih yang tinggal sedikit karena direndam pasang. Membiarkan buih-buih ombak melumuri tubuh mereka. Anak-anakku sudah tak sabar bergelut dengan pasang. Mereka ingin menikmati sapaan gelombang.

Senja dengan bulan sedikit merah ini, kami pun berendam air pasang sambil menanti azan maghrib mengalun. Kami lupa kalau ancaman ubur-ubur beracun saban saat bisa saja tiba. Setelah puas bermain gelombang dan bergolek-gelempang dengan pasir yang menyimpan kerang, kami pun pulang.

Malam sudah hitam. Anak-anakku tampak puas dan gembira sangat. Kendaraan kami pun beringsut menuju musholla di tepi jalan pulang. Seusai maghrib kami teruskan perjalanan ke penginapan. Anak-anakku tidur di belakang. Entah mimpi apa mereka.

Daku bermain dengan pikiran sendiri. Seandainya akses transportasi mudah dan lancar sampai ke Pulau Rupat ini, seandainya di roro penyeberangan tidak terjadi antrean panjang dan melelahkan, seandainya jembatan penyeberangan Dumai-Rupat sudah ada seperti jembatan dari Johor ke Singapura (Malaysia-Singapore Second Link), seandainya ekonomi masyarakat global mulai membaik, seandainya covid-19 sudah pergi, seandainya di setiap pantai ada penginapan dan tempat ibadah, seandainya semua masyarakat sudah menjadi darwis (sadar wisata), seandainya semua pihak peduli, seandainya, seandainya…, maka orang-orang dari berbagai negeri akan himpun-pepat datang kemari, apalagi tol Pekanbaru-Dumai sudah mulus lempang. Akan tetapi itu hanya andai-andai saya. Namun harapan tetap terbentang, Kabupaten Bengkalis sekejap lagi akan memilih kepala daerah baru, semoga yang terpilih nanti dapat memerhatikan secara serius kepingan pulau surga ini. Dan semoga mereka tidak ditangkap orang-orang Jakarta lagi. ***

Baca : Muhammad SAW

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *