Sikap Apatis dan Peran Berat Media Sosialisasi Penularan Covid-19

peran berat media
Seorang wartawan sedang mewawancarai narasumber anggota DPRD Riau Safarudin Poti, saling menggunakan masker.

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Dusun Kampung Pulau, Desa Pulau Permai, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar sebenarnya bukanlah daerah terisolir. Desa ini merupakan sub urban yang hanya berjarak sekitar 30 km dari pusat ibukota Provinsi Riau di Kota Pekanbaru. Menjangkau wilayah ini, hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan kendaraan darat.

Kedatangan kami ke desa itu bukan untuk sosialisasi penularan corona virus deases yang lebih akrab dengan Covid-19, melainkan untuk misi kemanusiaan bersama Yayasan Rumah Yatim Pekanbaru, rabu 20 Januari 2021. Lembaga amil zakat ini berencana menyalurkan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak Pandemi Covid-19.

“Untuk apa pakai masker, daerah kami desa bebas dari Corona. Lihat tak ada warga yang pakai masker. Virus itu tidak berlaku disini, cuma banyak di daerah kota,” tegur seorang tokoh masyarakat setempat, Muhammadsyah Abdullah, melihat kami yang datang lengkap dengan protokol kesehatan berupa masker dan sarung tangan.

Kalimat yang meluncur dari bapak Muhammadsyah menarik hati saya sebagai seorang jurnalis untuk menulis, betapa lemah atau “membangkang”-nya kesadaran masyarakat menerapkan perilaku 3M sesuai anjuran Satgas Covid-19. Mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak, adalah upaya awal untuk mencegah penularan virus berbahaya tersebut.

Kurangnya kesadaran masyarakat mematuhi protokoler kesehatan menjadi salah satu penyebab sulitnya memutus rantai penularan Covid-19 negara kita. Sikap kurang peduli sebagian warga masyarakat mematuhi protokol kesehatan, membuat angka kasus Covid-19 terus meningkat. Kalimat bapak Muhammadsyah boleh disebut mewakili beberapa kaum bawah hampir terjadi di beberapa daerah. Terlebih penduduk yang jauh dari ruang informasi.

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Riau, hingga Rabu 20 Januari 2021, penambahan kasus Covid-19 masih terus berlangsung di daerah ini. Daerah-daerah sebagai sentral penyebaran terutama berada di Kota Pekanbaru dan beberapa daerah penyangga seperti Kampar, Siak, Pelalawan dan Kota Dumai. Total tercatat temuan kasus sudah mencapai 27.714 orang. Meski pun angka kesembuhan cukup tinggi hingga 25.584 orang, tetapi angka kematian akibat Corona di Riau juga cukup besar yakni 651 orang.

Salah satu pemicu masih tingginya sikap apatisme warga masyarakat terhadap bahaya dan pencegahan Covid-19 , yaitu rasa tidak percaya bahwa Covid-19 benar-benar ada dan rasa yakin bahwa dirinya tidak akan bisa tertular Covid-19.

Pers

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Indonesia, Letjen TNI Doni Monardo pada pertemuan virtual Fellowship (Kebersamaan) Jurnalisme Perubahan Perilaku (FJPP) baru-baru ini mengatakan, berdasarkan penelitian atau survei Biro Pusat Statistik (BPS) medio 7-14 September 2020, sekitar 44 juta jiwa penduduk Indonesia tidak percaya Covid-19 dan tidak yakin dirinya bisa tertular Covid-19. Artisnya ada sekitar 16 % warga belum percaya dari 268 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini.

Sikap apatis tentang bahaya Covid-19 tersebut membuat orang enggan mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Ketidak-pedulian warga masyarakat terhadap 3M dan melakukan isolasi mandiri membuat potensi penularan Covid-19 di masyarakat akan tetap tinggi seperti terjadi di beberapa negara besar.

Keengganan masyarakat juga berdampak pada kurang percaya dengan penyampaian data dari media massa. Hal ini terlebih sebagai pemicu adalah berkembang cepatnya media sosial, yang lebih mudah menerobos sendi sosial kehidupan di masyarakat. Kekuatannya semakin terpicu oleh bumbu carut marut politik tanah air.

“Kami menganggap virus Corona hanya alat politik, kita sholat dilarang, rumah ibadah ditutup. Tapi kegiatan lain bebas,” imbuh Muhammadsyah ketika ditelusuri lebih jauh kenapa dia dan sebagian warga daerah itu tidak peduli dengan penyebaran Covid-19.

Pulau Permai bukanlah desa terisolir, kawasan ini daya tangkap sinyal dari pemancar televisi dan radio di Pekanbaru masih cukup bersih. Walau harus memasang antenna sedikit lebih tinggi membutuhkan 5-10 meter tiang. Berbagai provider telekomunikasi juga sudah tersedia, tak ada halangan untuk membuka beragam berita dari jaringan internet. Peran media sangat mampu membantu dalam upaya sosialisasi pemerintah ke daerah itu.

“Banyak kepentingan, orang sakit lambung katanya Corona. Media hanya membesarkan berita saja, biar ada proyek pemerintah,” lanjutnya.

Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Riau, Indra Yopi mengingatkan, masyarakat harus terus menerapkan protokol kesehatan di lingkungan. Terutama melakukan cuci tangan, jaga jarak dan menggunakan masker sebagai antisipasi mencegah penularan Covid-19.

Menurutnya, meskipun penambahan kasus saat ini untuk pasien positif Covid-19 Riau menurun, bukan berarti Riau sudah masuk level aman atau bebas beraktivitas. Maka itu jangan terlalu cepat senang dan tetap mengedepankan kewaspadaan menjaga kesehatan.

“Masyarakat harus menjadikan sebuah tradisi baru atau menjadi budaya. Sehingga disaat tidak menjalankan atau menggunakan masker merasa malu dan merasa kekurangan,” urainya.

Untuk menjadikan sebagai tradisi dan budaya itu jelasnya, masyarakat bisa mencontohkan pada sesuatu yang sudah biasa dilakukan, contohnya saja menjadikan menggunakan masker itu sebuah perlengkapan yang membuat keren. Artinya jika tidak menggunakan masker merasa jelek atau kampungan.

“Jadi ini kembali pada membiasakan. Jika terbiasa masyarakat juga akan biasa. Masyarakat kita juga sebagai contoh oleh daerah lain yang terbukti dengan nihilnya penambayan pasien posotif, tidak adanya penambahan meninggal dan lainya,” katanya.

Berperan dan Berhadapan

Dalam hal memberikan pemahaman adalah pekerjaan berat. Sikap dan perilaku apatis sebenarnya bukan saja pada tingkat masyarakat tingkat bawah. Kaum elite, pegawai negeri dan juga kaum intelektual masih saja ada yang menganggap Corona itu tidak ada. Media sebagai pelaku sekaligus korban harus selalu berhadap, menjadi garda terdepan dalam menyampaikan informasi.

Sementara peran media dalam meningkatkan kesadaran dan mengubah perilaku masyarakat terkait pencegahan dan penanggulangan pandemi Covid-19 ini, tentunya perlu memberi kontribusi maksimal terhadap peningkatan pemberitaan mengenai pencegahan dan penanggulangan Covid-19.

Peningkatan peran jurnalis atau pers menyadarkan warga masyarakat mengenai pencegahan dan penanggulangan Covid-19 ini merupakan salah satu gerakan humanisme untuk pempercepat pemutusan rantai penularan Covid-19.

Untuk mengubah perilaku masyarakat agar lebih serius dan peka terhadap bahaya dan penanggulangan Covid-19, media bisa memainkan tiga peran pentingnya, yaitu menarik perhatian masyarakat mengenai pemberitaan Covid-19 (fungsi afeksi), memberi pengetahuan kepada warga masyarakat mengenai bahaya Covid-19 (fungsi kognisi) dan mengubah perilaku masyarakat agar semakin sadar melindungi diri dan orang lain dari Covid-19 melalui 3M (fungsi psikomotor).

Peran media perlu menyiarkan berita yang benar-benar mampu menggugah masyarakat agar semakin sadar bahaya Covid-19 dan peduli terhadap program pencegahan dan penanggulangan Covid-19. Terlebih lagi terkait program vaksinasi Sinovac atau vaksin Covid-19 yang sudah diluncurkan oleh pemerintah, anggapan bahwa gerakan “proyek” kesehatan makin menggema di tengah masyarakat.

Besarnya arus penolakan vaksinasi ini, menurut Pengamat Kebijakan Publik UIN Suska Riau, Elfiandri membuktikan ada masalah serius pada komunikasi yang dibangun pemerintah.

“Jadi narasi yang dibangun pemerintah itu tidak seiring dengan yang terjadi di lapangan. Katanya alasan darurat. Tapi ini vaksin. Virus yang dimasukkan ke tubuh manusia. Jadi logikanya terbalik. Seharusnya sudah selesai semua, tahapan sudah oke, baru disosialisikan ke masyarakat. Barang ini belum selesai, tapi seakan-akan dipaksakan,” tambahnya.

Ia mengatakan pemerintah perlu kerja keras memperbaiki keterlanjuran komunikasi yang telah diterima masyarakat dan membuat masyarakat mempersepsi negatif. “Ini harus kerja keras lagi pemerintah meyakinkan. Masyarakat sudah terlanjur mempersepsi vaksin itu secara negatif. Pemerintah harus memperbaiki komunikasi publiknya,” pungkasnya. ***

Penulis : Fahrul Rozi

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *