Harimau Tjampa

Ramadhan dan Kedamaian

HARIMAU Tjampa merupakan sebuah film yang digarap D. Djajakusuma (Sutradara) dan Usmar Ismail (Produser). Film ini dirilis Perfini pada 1953. Dibintangi beberapa aktor dan aktris hebat kala itu seperti B Hermanto, Nurnaningsih, Rd Ismail, Tity Savitry, Malin Maradjo dan lain-lain. Film Melayu yang berlatar alam Minangkabau ini sarat dengan nilai-nilai, terutama nilai Islam dan Melayu, serta bagaimana eratnya persebatian dunia Melayu dengan ajaran Islam. Selain itu juga terdapat filosofi mendalam dan mendasar tentang ilmu silat nusantara.

Cerita dimulai dengan menggambarkan alam Minangkabau era tahun 50-an dengan rumah gadang serta bendi yang membawa Lukman dari negeri Tanjung ke negeri Pauh yang hendak mencari guru silat. Pertama bertemu dengan pendekar dan kepala kampung yaitu Datuk Langit yang tak sudi mengajarinya karena Lukman tak dapat menyerahkan seeokor kerbau sebagai syarat berguru. Dalam perjalanan penuh kesal dan sesal itu, ia bertemu dengan Pendekar Saleh yang baru saja menghajar anak buah Datuk Langit yang mengganggunya.

Setelah melalui beberapa tahapan dan memenuhi syarat yang ditentukan, seperti harus sabar, beriman teguh, dan lain-lain, akhirnya Lukman diterima menjadi murid Pendekar Saleh hingga tamat dan digelari Harimau Tjampa/Imau Compo. Dalam pada itu, rerupanya Lukman jatuh cinta pada gadis bernama Kiah akan tetapi lamarannya ditolak keluarga Kiah, terutama Biran (abang kandung Kiah) yang merupakan anak buah Datuk Langit. Diam-diam Bedah, istri ketiga Datuk langit kiranya menyimpan hati pada Lukman setelah pandangan pertama saat Lukman hendak belajar silat pada Datuk Langit. Dan Datuk Langit rupanya ingin menambah istri lagi, ia bermaksud melamar Kiah, sang kekasih Lukman yang tak sampai.

Lukman menaruh dendam pada Abang kandung Kiah, lalu mereka berkelahi, dan akhirnya sang bandar judi itu tertikam pisaunya sendiri. Lukman mengadu kepada gurunya, tapi oleh gurunya Lukman harus masuk penjara untuk mendapat pelajaran tambahan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Di dalam penjaralah baru Lukman tahu kalau Bedah, istri ketiga Datuk Langit menaruh cinta padanya dan mengabarkan kalau Kiah akan dilamar Datuk Langit. Dan di penjara juga Lukman memperoleh informasi yang sah kalau pembunuh ayahnya yang bernama Ali Akbar adalah Datuk Langit. Kabar ini menguatkannya untuk meminta pertanggungjawaban Datuk Langit atas kebiadabannya selama ini. Dengan dibantu seorang teman, Lukman melarikan diri dari penjara. Ia langsung bertemu gurunya Pendekar Saleh. Pada awalnya sang guru marah padanya akan tetapi ketika Datuk Langit datang menantang Lukman untuk bertarung, justru Pendekar Saleh menyerahkan sebilah pusaka pada Lukman. Terjadilah perkelahian di lapangan terbuka. Akhirnya Datuk Langit kalah melawan Lukman akan tetapi Lukman tidak jadi membunuhnya dengan pusaka yang diberikan Pendekar Saleh karena polisi dan penduduk ramai datang ke arena perkelahian. Datuk Langit dan Lukman sama-sama digiring polisi.

Nilai yang dapat diambil dari film klasik ini. Pertama, bagi seorang pencinta seni beladiri silat, ia mesti beriman secara teguh. Iman menjadi syarat utama dan pertama dalam belajar. Hal ini dapat dilihat dari syarat yang diajukan oleh Pendekar Saleh saat Lukman hendak belajar.

“Berguru silat tidak mudah,Man. Kepintaran silat hanya untuk orang yang betul-betul tabah imannya. Lihat ini,” kata Pendekar Saleh memperlihatkan foto seseorang yang sesungguhnya adalah ayah Lukman. “…dia seorang pendekar besar, disegani orang kemana pergi. Tetapi sepandai-pandai tupai melompat, sesekali jatuh juga. Ia salah niat. Musuh dicari-cari. Tidak beban batu didagang. Ia korban karena perbuatannya.”

Selain itu, hemat saya, seorang pendekar silat atau pendekar apapun, termasuk pendekar politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, sejatinya kehebatannya mesti digunakan untuk mempertahankan keadilan. “Silat bukan menyerang gunanya. Hanya untuk mempertahankan keadilan,” ungkap Pendekar Saleh.

Iman menjadi dasar dan prinsip hidup seorang pendekar. Bila iman tidak teguh maka pendekar akan menjadi penjahat. Ia akan selalu dihatui kecemasan dan kepanikan karena takut dikalahkan. “Orang yang tidak teguh imannya, ia selalu takut ditikam orang lain. Bayang-bayang disangka musuh. Bagi saya, musuh tidak dicari-cari. Bertemu pantang dielakkan. Dan kalau sudah terhentak ruas ke buku, terdesak padang ke rimba, tak dapat mengelak lagi, penghapus arang di kening, “ nasehat Pendekar Saleh pada Lukman.

Kedua, Film ini memperlihatkan gerak dasar ilmu silat, seperti langkah empat, dan mengasah ketajaman dan keawasan mata lahir mau pun batin. Selain itu, sebagai guru, Pendekar Saleh mewakili jiwa pendekar Melayu yang hidup dengan tuntunan Islam. Sebelum mengajar silat, ia mengajak para muridnya shalat berjemaah lebih dahulu. Sebelum masuk gelanggang, seorang murid diminta bersalaman dengan teman-teman seperguruannya. Sesekali mengajak muridnya membaca selawat nabi, dan selalu menasehati dan menuntun murid-muridnya berakhlak mulia dalam kehidupan.

Ketiga, musik yang melatari cerita begitu sanggam dan sesuai dengan kejadian dan alam yang diperlihatkan. Sesekali musik asli Minangkabau yang mengalun, sesekali musik Melayu secara umum yang berdendang. Saya begitu suka dan terpesona ketika dalam salah-satu lagu yang diputar dalam film ini menyebut Indragiri dan Pekanbaru. Lagu Melayu itu menjadi syahdu karena dimasukkan dalam rasa dan suasana yang tepat. Maka tidak salah kalau musik film yang disajikan Tjok Sinsoe ini meraih anugerah pada ajang Festival Film Asia 1955 kategori musik terbaik. Selain itu, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Tinggi alias bahasa Indonesia yang dipahami masyarakat Nusantara.

Keempat, kata Harimau Tjampa banyak diperdebatkan apakah Tjampa itu merupakan wilayah kerajaan Campa di daerah Kamboja-Vietnam atau lainnya? Hemat saya, itu tidak berkait dengan tempat karena dalam film tersebut sudah jelas disebutkan kalau Lukman yang digelari Harimau Tjampa oleh Pendekar Saleh berasal dari negeri Tanjung, dan jelas sekali ia naik bendi menuju negeri Pauh (Negerinya Pendekar Saleh). Harimau Tjampa alias Imau Compo (bahasa kampung saya) biasa digunakan para orang tua-tua kami bila kesal atau marah kepada seseorang. “Ditokam imau compo elok e budak ko ha!/Diterkam harimau campa bagusnya anak ini ha!”. Jadi harimau tjampa alias imau compo itu merupakan sebutan bagi harimau yang sangat ganas, garang, bersikap bringas dan sangat menakutkan. Termasuk juga jenis harimau yang gagah perkasa, dan barangkali juga merupakan harimau sakti dan penuh magis. Dan itu terlihat dari kehebatan, keberanian, ketangkasan dan keperkasaan Lukman serta sikapnya yang susah diingatkan, payah diatur, keras kepala yang berkali-kali berkelahi.

Kelima, sebagian kalangan memberitakan kalau dalam film ini terdapat adegan pornografi yang dimainkan Nurnaningsih. Akan tetapi, saya tidak menyaksikan adegan tersebut. Barangkali karena sudah disensor atau hanya cerita yang dibesar-besarkan karena Nurnaningsih sebagai aktris di masanya dianggap keluar dari adat ketimuran.

Keenam, sebagai sebuah karya intelektual, film ini tidak luput dari sebuah usaha kritik terhadap kekuasaan. Datuk Langit sebagai penguasa dan pendekar seolah tanpa tanding tidak boleh semena-mena terhadap rakyatnya. Betapapun hebatnya ia, suatu saat yang batil pasti dikalahkan yang hak. Di atas langit pasti ada langit. Hebatnya Datuk Langit ternyata dikalahkan seorang muda belia bernama Lukman yang bergelar Harimau Tjampa.

Ketujuh, film yang pernah menjadi pemenang kategori skenario terbaik Festival Film Indonesia ini diangkat dari budaya luhur bangsa. Sejatinya film ini menjadi inspirasi bagi sineas Indonesia saat ini agar menyajikan kisah-kisah, baik di layar lebar maupun di sinetron agar tontonan yang tertayang tidak saja menghibur dan berorientasi komersial semata akan tetapi juga mendidik dan memperkenalkan budaya luhur nenek moyang mereka yang sungguh molek dan luhur adanya. ***

Baca : Kritik?

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *