Puasa Syawal

Terapi Kamar Mandi

SEUSAI melaksanakan puasa Ramadhan sebulan lamanya, umat Islam dianjurkan merayakannya dengan helat idul fitri. Pada hari itu diharamkan melaksanakan puasa. Pada saat itu umat Islam dianjurkan bergembira karena telah melewati perang besar yaitu melawan dan mengekang hawa nafsunya selama sebulan penuh. Mereka pada hari itu otomatis mendapat julukan muttaqin (orang bertaqwa) sesuai dengan janji Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 183 yang sering diceramahkan dan didengar saat bulan Ramadhan.

Namun jabatan dan anugerah atau award berupa takwa dari Allah Swt tersebut tentu tidak diperoleh semua orang yang melaksanakan puasa. Kalau puasa hanya setakat menahan diri dari melakukan komsumsi, berhubungan suami istri atau menghindari perkara yang membatalkan puasa sejak imsak hingga terbenam matahari, belum tentu orang itu akan memperoleh prediket takwa tersebut, karena ada peringatan Rasulullah Saw, “Banyak dari orang yang puasa tetapi tidak memperoleh apapun dari puasanya kecuali lapar dahaga semata”.

Akan tetapi semua kaum muslim berharap agar sukses dalam menjalankan ibadah shaum Ramadhan. Semoga kita berpuasa Ramadhan kemarin karena Dia, berpuasa untuk-Nya dan menyerahkan segalanya hanya kepada-Nya. Semoga dengan itu, Ia bermurah hati kepada kita agar berada di podium idul fitri dengan piala takwa. Amin.

Sehari sesudah idul fitri itu, kaum muslim dianjurkan lagi melaksanakan puasa hingga enam hari ke depan. Ini dikenal dengan puasa enam atau puasa Syawal. Hukumnya sunat (berpahala menunaikannya, tidak berdosa meninggalkannya), bukan seperti puasa Ramadhan yang hukumnya wajib (berpahala melakukannya dan berdosa jika meninggalkannya).

“Siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka dia seperti puasa sepanjang tahun”. (HR Imam Muslim, Abu Dawud, at Tirmidzi, an Nasai dan Ibnu Majah].

Puasa Syawal ini pun boleh dilaksanakan secara berturut-turut hari, dan boleh juga tidak. Yang penting dilakukan pada bulan Syawal. Akan tetapi menurut banyak ulama, jauh lebih baik dilakukan berurutan setelah melaksanakan idul fitri.

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhol (utama) melakukan puasa Syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat idul fitri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.”

Artinya, jika seseorang bersungguh-sungguh menghormati anjuran tersebut atau ia mengkhususkannya maka itu lebih baik dan bagus. Bukankah jika seseorang ingin mendapat tempat khusus di mata seseorang yang lain, perlu pula ia mengkhususkan seseorang tersebut? Jika seseorang mengkhususkan atau mengistimewakan Allah Swt dan Rasululllah Saw dalam hidupnya, insya Allah Ia akan mengkhususkan seseorang tersebut dalam hidup ini. Mengistimewakan anjuran Allah Swt dan Rasulullah Saw, insya Allah akan membuat seseorang istimewa pula di hadapan-Nya. Siapa yang tak berkenan menjadi orang khusus di hadapan pemilik alam semesta?

Jadi, khususkan diri untuk melaksanakan puasa Syawal jika ingin memiliki tempat khusus di hadapan-Nya. Mau?

“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)

Hadits di atas merupakan kalimat penggugah agar setiap muslim-muslimah melaksanakan puasa Syawal sebagai bagian dari hal yang sunnah.

Siapa yang tak mau dicintai Allah Swt? Siapa yang tak mau dipanggil Habibullah? Siapa yang tak mau di hadapan Allah ia adalah kekasih-Nya, yaitu orang yang diistimewakan-Nya? Kalau sudah mendapat prediket habib Allah, maka sejahteralah menjadi manusia. Hidup di dunia penuh dengan sejahtera, kembali ke alam baka penuh bahagia. Bukankah kalau Ia telah mencintai kita, semua yang kita hasratkan dianugerahkan-Nya? Tanpa berhasratpun tentu Ia akan menyemaikan benih berkat, rahmat serta inayat-Nya buat kita.

Mari manfaatkan waktu tersisa untuk melaksanakan anjuran Allah Swt dan Rasulullah Saw, terutama puasa Syawal, sehingga kelak kembali kepada-Nya dengan pulang yang sepulang-pulangnya, dengan balik sesampai-sampainya.

Selain itu, menurut para ulama, manfaat puasa Syawal ini sangat banyak. Di antaranya: pertama, puasa Ramadhan yang diiringi puasa enam hari di bulan Syawal akan membuat orang yang melakukannya bagai puasa setahun penuh. Sabda Nabi Muhammad Saw: ”Siapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah idul fitri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh, karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisal.” (HR. Ibnu Majah). Kedua, andaikata shalat rawatib menjadi pelengkap pada shalat wajib, maka puasa Syawal menjadi pelengkap dan penutup kerumpangan atau kekurangan dari puasa Ramadhan. Artinya tidaklah sempurna puasa Ramadhan sebelum diiringi dengan puasa Syawal. Ketiga, sebagai bentuk dari rasa syukur bagi seseorang yang telah melaksanakan puasa Ramadhan karena orang yang menjalankan puasa Ramadhan berdasarkan iman dan ihtisaban diampuni dosanya yang telah lampau. Selain itu, orang yang bersyukur akan mendapat tambahan anugerah yang luar biasa dari Allah Swt.

Tulisan ini ditutup dengan mengutip puisi HES berjudul “Kembali”:

Kembali/ ke asal diri/ balik ke muasal jati// aku tahu asal diri kau/kau jadi dari fitri kami// kembali ke rumah diri/balik ke muasal kau// aku tahu asal muasal kau/ kau asal dari cinta kami/ kau muasal dari sayang kami// pulanglah ke rumah hakiki/ kembali ke istana sepi// aku tahu kembali kau/ kau kembali ke diri kami.

Wallahu a’lam. ***

Baca : Halal Bihalal

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *