Puisi-puisi Nizar Qabbani, Penyair dari Suriah

nizar qabbani

Pengantar 1

Bacalah aku, agar kau senantiasa merasa jemawa

Bacalah aku, setiap kau mencari air di tengah gurun sahara

Bacalah aku, setiap mereka menutup pintu harapan bagi para pecinta

Aku tak menulis derita satu wanita

Aku menulis sejarah para wanita

Sumber: Hakadzâ Aktubu Târîkh Al-Nisâ’ (1981)

Pengantar 2

Puisi adalah awal mula, prosa hanya pengecualian

Lautan adalah awal mula, daratan hanya pengecualian

Bebukit adalah awal mula, lereng gunung hanya pengecualian

Kau adalah awal mula, lalu seluruh wanita menjadi ada

Sumber: Hakadzâ Aktubu Târîkh Al-Nisâ’ (1981)

Pengantar 2

Setiap wanita yang aku cinta, adalah wanita pertama

Dalam asmara aku tak punya cinta yang paripurna

Sumber: Hakadzâ Aktubu Târîkh Al-Nisâ’ (1981)

Aku Mencintaimu

Di masa yang tak
mengenal apa itu cinta

1

Aku bukan arsitek yang andal

Bukan pula tukang ukir yang datang dari Abad Renaisans

Aku tak memiliki sejarah panjang bersama batu pualam

Tetapi ingin kukenang dirimu seperti yang dilakukan kedua tanganku

Dalam membentuk lekuk tubuhmu yang indah

Lalu menghiasinya dengan bebunga, bintang, puisi

Dan miniatur tulisan bergaya Kufah

2

Aku tak ingin menghabiskan seluruh bakatku untuk menulis ulang tentangmu

Tidak pula untuk mengembalikan tabiatmu

Atau membumbui ulang setiap huruf dari alif hingga ya’ dengan titik

Bukan kebiasanku mengumumkan perihal buku baru yang aku tulis

Atau perihal perempuan yang kucintai dengan sepenuh hati

Juga keindahan lekuk tubuhnya dari kepala

Hingga jemari kedua kakinya

Ini prinsip yang tak sejalan dengan sejarah perpuisianku

Tak senapas dengan kemuliaan para kekasihku

3

Aku tak ingin memberimu catatan

Untuk menghitung tahi lalat yang kutanam pada perak pundakmu

Untuk menghitung bohlam yang kugantungkan pada jalan-jalan di matamu

Untuk menghitung ikan-ikan yang aku pelihara di telukmu

Untuk menghitung gemintang yang kutemukan di balik mantelmu

Untuk menghitung merpati yang kusembunyikan antara buah dadamu

Ini adalah prinsip yang tak sejalan dengan keangkuhan lelaki

Dan keangkuhan kedua payudaramu

4

Wahai dara

Engkau skandal indah yang kujadikan wewangian

Kasidah indah yang kudamba tanda tangannya

Bahasa yang memuntahkan emas dan lazuardi

Bagaimana aku tak berteriak di tengah-tengah kota

Aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu

Bagaimana mungkin aku tetap menyimpan matahari di Guariri

Bagaimana mungkin aku berjalan bersamamu di taman umum

Dan satelit tak menyibak tabir

Bahwa dirimu adalah kekasihku

5

Aku tak bisa melakukan pengawasan

Pada kupu-kupu yang berenang dalam aliran darahku

Aku tak bisa mencegah pelana melati

Menaiki pundakku

Aku tak bisa menyembunyikan bait puisi di balik mantelku

Atau akan hancur lebur bersamaku

6

Wahai dara

Aku lelaki berskandal yang terungkap oleh puisi

Kau perempuan berskandal yang terungkap oleh kata-kata

Aku lelaki tak berpakaian selain dengan cinta

Kau perempuan tak berpakaian selain dengan kewanitaan

Kemanakah kita kan pergi, kasih?

Bagaimana kita menggantungkan isyarat cinta dalam dada

Kita rayakan hari Valentine

Di masa yang tak mengenal apa itu cinta?

7

Wahai dara

Aku berharap mencintaimu di suatu masa yang berbeda

Masa paling romantis dan paling puitis

Masa penuh sensasi dengan aroma buku-buku dan semerbak melati

Juga hawa kebebasan

8

Bagaimana aku mengimpikan dirimu menjadi kekasihku

Di masa Charles Aznovour

Juliette Gréco

Paul Éluard

Pablo Neruda

Charlie Chaplin

Sayed Darwish

Naguib El-Rihani

9

Aku berharap bisa makan malam bersamamu

Pada suatu malam di Firenze

Di mana patung Michael Angelo berdiri tegak

Terus menyuguhkan pengunjung yang datang ke sana

Roti dan arak

10

Aku berharap bisa mencintaimu

Di masa keberdaulatan lilin dan kayu

Kipas angin produk Spanyol

Surat-surat yang tertulis dengan bulu-bulu burung

Gaun Taffeta dengan warna-warni seperti pelangi

Bukan di masa musik disko

Mobil-mobil Ferrari

Dan celana jeans yang dibuat robek

11

Aku berharap bisa menemuimu di masa yang berbeda

Di sana semua wewenang ada pada burung-burung pipit

Atau di tangan rusa

Di tangan angsa

Di tangan putri duyung

Atau di tangan para pelukis, musisi, dan penyair

Atau di tangan pecinta, anak-anak, dan orang gila

12

Aku berharap kau menjadi milikku

Di masa yang tak menindas mawar dan puisi

Tidak pula nay dan kewanitaan

Tetapi sayang sekali kita datang terlambat

Kita cari mawar cinta

Di masa yang tak mengenal apa itu cinta

Sumber: Tanwî’ât Nizâriyah ‘Alâ Maqâm Al-‘Isyq (1995)

Kamu Para Pecinta

Selalu aku berpikir untuk menyusun kamus bagi para pecinta

Untuk teman-temanku para pecinta

Selalu aku berpikir untuk membahagiakan mereka

Orang-orang hebat, berhati luhur dan berbudi pekerti

Selalu aku berpikir untuk menyalakan lampu kecil

Untuk orang-orang yang raib

Selalu aku berpikir untuk menjadikan hatiku

Ladang gandum bagi semua yang kelaparan

Selalu aku berpikir untuk menjadikan bulu mataku

Lembaran kertas yang kulemparkan pada mereka yang kelelahan

Selalu aku berpikir untuk pergi

Dari mana datangnya burung-burung kesedihan?

Kapan pohon kerinduan akan berbunga

Selalu aku berpikir untuk menyingkap api yang membakar kita

Semenjak jutaan

Jutaan tahun

Tak perlu sangsi aku benar-benar gila

Semenjak kunamai diriku

Juru bicara atas nama cinta

Mungkinkah ini terjadi?

Mungkinkah menampung lautan dalam botol?

Dan memenjarakan melati?

Mungkinkah menyaring bebunga cinta

Ke dalam satu kitab?

Aku mohon ampun pada Yang Maha Pengampun, Tuhan semesta alam

Sumber: Qâmûs Al-‘Âsyqîn (1981)

 

Mengapa?

Mereka semua para pecinta

Adalah murid-muridku, meski mereka tak mengenalku

Sebab aku telah mengajarkan abjad rindu

Aku ajari mereka menulis

Dengan air melati, untuk para kekasih

Lalu mengapa, saat kuucapkan salam pada para pecinta

Tak kuperoleh balasan jasa?

Sumber: Qâmûs Al-‘Âsyqîn (1981)

Mengapa?

Mengapa kau tinggalkan aku

Jika kau tahu bahwa aku

Lebih mencintaimu daripada aku

Mengapa?

Mengapa?

Kedua matamu menyiratkan kegetiran

Kemarin melalui pohon anggur kau peroleh dekapan

Kucerai-beraikan beribu bintang lalu kutaburkan

Pada jalanku

Kau pun telah memberi tahu bahwa cintaku

Akan abadi selalu

Mengapa?

Mengapa?

Kau sakiti ketulusan hatiku

Mengapa kau dustakan aku

Kau katakan akan kembali padaku

Bersama tumbuhnya rerumputan

Bersama musim menuju kepulangan

Bersama ladang dan penanam tanaman

Mengapa?

Mengapa?

Kau memberi hatiku udara

Setelah ia memancarkan cahaya

Seluas langit menampung cinta

Kau lalu pergi di kala senja

Meninggalkan perempuan ini seorang diri

Di dekat pagar taman, di sini

Pada tempat duduk yang ia tangisi

Mengapa?

Mengapa?

Burung layang-layang kembali ke atap rumah kita

Bunga violet tumbuh di taman kita

Puisi lirik menari-nari di kangka

Semua dunia tertawa

Bersama musim panas, kecuali beta

Mengapa?

Sumber: Qashâid (1956)

 

Bejana

Saat aku kecil

aku kira hati adalah bejana

pada airnya yang biru, berenang ribuan wanita

saat sudah matang, kasih

semua anasir menyatu

dengan ikan-ikan berwarna biru dan hijau

maka tak kudapati selain dirimu, permaisuriku

dalam bejana itu

Sumber: Asyhadu An Lâ Imraata Illâ Anti (1979)

Nizar Qabbani, lahir 21 Maret 1923 di Damaskus, Suriah. Sastrawan Arab modern terbesar yang telah banyak melahirkan berbagai karya sastra dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia. Ia pernah bekerja sebagai diplomat. Perjalanan hidupnya banyak mengalami ketertekanan dan penderitaan, berawal dari kematian saudara perempuannya karena bunuh diri akibat menolak perjodohan dengan lelaki yang tidak dia cintai, kematian anak lelakinya saat sedang kuliah kedokteran di Mesir, dan kematian istrinya, Bilqis, wanita asal Irak yang terbunuh ketika perang sipil meletus pada tahun 1981 di Lebanon. Nizar Qabbani meninggal pada 1 Mei 1998. Puisi-puisi di atas diterjemahkan dari 4 buku puisi Nizar; Tanwî’ât Nizâriyah ‘Alâ Maqâm Al-‘Isyq (1995), Qâmûs Al-‘Âsyqîn (1981), Qashâid (1956), Asyhadu An Lâ Imraata Illâ Anti (1979), dan Hakadzâ Aktubu Târîkh Al-Nisâ’ (1981).

*) Diterjemahkan oleh Musyfiqur Rahman

Baca : Puisi-puisi Muhammad Husein Heikal

*** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected] [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *