Roh Pekasih

Bang Long

Bismillah,
Puisi bukan sekedar ekspresif, tetapi juga kultural dan spiritual. Ekspresif bukan cuma mencurahkan apa yang dirasakan. Ekspresif lebih mengarah pada pemahaman terhadap aspek perasaan. Perasaan merupakan mata air yang terus digali hingga mencapai tingkat kejernihan murni. Kultural adalah semua hal yang berkelindan dengan adat. Pada dasarnya, adat merupakan puisi dalam bentuk lain. Dalam ruang kultural, puisi meraung. Spiritual berkaitan dengan aspek kerohanian, kejiwaan, atau kebatinan. Ekspresif, kultural, dan spiritual merupakan selimut puisi.

Adat merupakan kejeniusan ranggi dari suatu masyarakat. Banyak puisi tercipta dari adat. Di sini, adat menjadi ruang raung puisi. Perihal ekspresif, kultural, dan spiritual menjadi nyawa bagi kehidupan adat. Roh Pekasih menjadi contoh kumpulan puisi yang berangkat dari adat.

Roh Pekasih merupakan sehimpun puisi penyair Indonesia asal Riau, Dheni Kurnia (DK). Di bawah judul tertulis Mantra Puisi Talang Mamak. Puisi ini terbit 2017 oleh Palagan Press. Pada 2017, Roh Pekasih ini memperoleh penghargaan 16 besar buku puisi inspiratif oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia (HPI). DK sengaja dan percaya diri menggunakan istilah mantra puisi. Dia berkeyakinan bahwa mantra-mantra Talang Mamak adalah puisi. Memang, sebagian besar puisi-puisinya merupakan representasi dari mantra-mantra, adat, ide, batin, dan spiritual suku pedalaman Talang Mamak. Dalam catatan DK, tokoh adat Talang Mamak, Batin Laman berucap, ”Roh yang membuat kami bekerja keras, menjaga hutan, jatuh cinta, bergembira, senang, sedih, terhibur ataupun marah.”

Hakikatnya, roh kita adalah kehidupan. Bisa juga, kita sebut hakikat kehidupan kita adalah roh. Roh tidak dapat kita tebak seperti apa wujudnya. Ilmu kita tentang roh hanya seujung kuku. Paling tidak kita bisa memahami bahwa roh merupakan semangat yang dalam (membatin). Semua roh akan kembali kepada Tuhan Semesta Alam. Dalam buku Teks-Teks Kunci Estetika (Filsafat Seni), roh itu spiritual. Manifestasi sesungguhnya dari roh adalah bentuk pikiran atau batin (inner life). Di sini, roh termanifestasikan dalam warna dan nada suara (2005:25). Selain spiritual, menurut saya, roh juga sakral. Sesuatu yang sakral berkemungkinan merupakan upaya mencari Yang Maha Gaib. Namun, sebanyak apapun pemikiran tentang roh, kita tidak akan mampu menyibak tabir roh sebab roh merupakan rahasia Allah Taala. Diksi pekasih dapat disamakan maknanya dengan pengasih pada ruang adat suku Melayu tertentu. Pekasih atau pengasih merupakan ilmu penunduk suatu objek. Objek tersebut bisa apa saja, baik kasat mata maupun gaib. Zaman sekarang kita mengenalnya dengan guna-guna. Pekasih merupakan adat suku Talang Mamak dalam upaya membangkitkan kecintaan, kasih sayang, atau kerinduan suatu objek terhadap kehidupannya. Dengan demikian, Roh Pekasih dalam himpunan puisi DK tentu saja representasi deskriptif dari adat ilmu penunduk (pekasih) dalam kebudayaan Talang Mamak. Di sinilah keunikan DK sebagai penyair. Karya-karyanya terus meraung dari ruang adat. Sebelum Roh Pekasih, sudah terbit Olang-Olang, Tepian Sunyi, dan Olang 2. Setelah Roh Pekasih, terbit pula Bunatin (Penerima Anugerah Buku Puisi Terbaik dari HPI pada 2018). Semua karya DK tersebut berangkat dari adat suku Talang Mamak. Perhatian DK terhadap adat Talang Mamak tentu saja menjadi suatu pekerjaan istimewa dalam khazanah perpuisian Indonesia. Carlos Fuentes dalam tulisannya ‘‘Menulis: Sejarah dan Pergaulan” (Terjemahan Rizadini, Jurnal Prosa, No. 2, th. 2002:56) bahwa tidaklah ada penciptaan tanpa tradisi.

Ketika membaca dan memahami, kandungan Roh Pekasih memiliki deskripsi tersendiri. Pada dasarnya, himpunan puisi ini memiliki dua bagian, yaitu Episoda Suku Tuha dan Episoda Alam Roh yang diawali dengan mantra puisi Roh Pekasih (yang menjadi judul himpunan ini).

Dalam dua bagian yang berawal dengan Roh Pekasih itu, ada beberapa kandungan penting. Kandungan pertama, Roh Pekasih merupakan mantra puisi profetik. Kalau kita merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profetik mengandung makna berkenaan dengan kenabian dan ramalan. Dalam pengertian lebih tajam, profetik merupakan suatu istilah yang mengaitkan antara ruang lingkup sastra dengan aspek keagamaan. Abdul Hadi W.M., mengatakan bahwa segi penting yang kerap ditekankan oleh para ahli dan pengamat yang tajam dalam membicarakan relevansi sastra keagamaan yang mendalam, termasuk sastra sufi, ialah segi profetiknya. Profetik merupakan segi sentral, pusat bertemunya dimensi sosial dan transendental di dalam penciptaan karya sastra (2004:1). Keadaan ini tentu saja berlawanan dengan nilai kemanusiaan yang bersifat profan. Hadi menambahkan, dimensi profetik memberikan kedalaman pada suatu karya, menopangnya dengan nilai-nilai kerohanian, membuat suatu karya seni bersifat vertikal atau meninggi. Bahkan, dari pengkajian, para pakar menyimpulkan bahwa pesan profetik dan kerohanian sangat diperlukan oleh banyak manusia modern (lihat Hadi, 2004:2). Ali Syari’ati mengatakan, segi penting lain dari sastra profetik adalah tolok ukurnya yang hakiki, yaitu sebagai sumber penemuan jatidiri manusia dan penyebab mekarnya kemungkinan-kemungkinan transenden.

Roh Pekasih mengangkat pesan profetik bukan sekedar hubungan vertikal, tetapi juga hubungan horizontal. Pesan profetiknya bukan cuma kepada Tuhan, tetapi juga kepada nabi, dan alam sekitar, termasuk kemanusiaan. Dalam puisi Roh Pekasih (yang merupakan judul buku ini), DK sudah mengalirkan pesan tersebut. Meskipun bait pertama DK mempermain bunyi sehingga muncul kata perih sebagai gambaran kehidupan Talang Mamak, tetapi pada bait-bait selanjutnya pesan profetik tersebut begitu nyata. Pada bait kelima dan bait berikutnya, DK menyisipkan asmaul husna pada setiap awal bait. Pesan profetik ini akan kita temukan pada sebagian besar puisi-puisi dalam bagian Episoda Alam Roh. Pesan sentral puisi Roh Pekasih adalah kerinduan terhadap Tuhan. Puisi Roh Rindu mempertegas akan pentingnya pesan sentral tersebut.

….
Wahai buluh jangan durhaka
Namamu perindu sepanjang rindu
Kalau engkau malin durhaka
Durhaka engkau akan Allah
Durhaka engkau akan Muhammad
….

Pesan profestik ini muncul seperti apa pendapat Roger Garaudy, yaitu semangat profetik timbul karena adanya dorongan untuk menyampaikan makna dari realitas yang tidak tampak. Para penyair yang memiliki semangat profetik menyadari bahwa gejala-gejala kehidupan yang terlihat oleh mata dan pikiran yang biasa ini hanyalah ungkapan lahir dan simbol dari kenyataan hakiki yang tersembunyi. Gejala-gejala lahir ini adalah alamat-alamat Tuhan dan ayat-ayat-Nya yang mesti dibaca dan dihayati secara mendalam. Karena ia adalah kebenaran yang hakiki, maka bagi penyair religious tugas utamanya ialah menyampaikan berita kenabian. Berita bahwa ayat-ayat Tuhan terbentang dan tersembunyi di dalam alam dan di dalam diri manusia (lihat Musa Ismail, 2020:61).

Kandungan kedua, Roh Pekasih merupakan gambaran kepedihan suku terasing melalui mantra puisi. Sebagian besar karya sastra Indonesia dari Riau menguras kepedihan hidup. Kepedihan hidup menjadi masalah utama yang diangkat, baik di perkotaan, apalagi di pedesaan dan pedalaman. Hidup di tanah yang kaya, ternyata banyak memeras air mata. Bukan hanya pedih terhadap hal-hal material, tetapi pedih itu juga menikam sisi kehidupan kebudayaan. Kekayaan hutan, kekayaan tambang, kekayaan perkebunan telah berubah menjadi kekayaan pedih dalam kehidupan.

….
Melirik lirik dengan kepala
Takkan mampu tengadah penuh
Seperti mengganjal di batas punuk
Tunduklah arah ke air molek
Pandang samping ke lubuk batu jaya

Melirik lirik dari seberang jahpura
Seperti membayangkan istana sultan
Yang berkilau karena untaian berlian
Bersinar terang bumbung sungai karas
Jauh membuai dalam mimpi
(Puisi Melirik Lirik)

Air Molek dan Lirik merupakan representasi nama desa/kota di kawasan Indragiri Hulu. DK juga menggunakan nama Peranap, Keloyang, Pekanheran, Batu Sawar, dan sebagainya dalam himpunan puisi ini. Air Molek merupakan kawasan perkebunan, sedangkan Lirik pernah menjadi kawasan penghasil minyak bumi. Larik Takkan mampu tengadah penuh dapat kita cerminkan sebagai kepedihan karena hidup dipasung ganjalan-ganjalan. Diksi istana sultan, untaian berlian, dan bumbung sungai karas merupakan simbol kekayaan negeri Talang Mamak. Namun, kekayaan tersebut hanya jauh membuai dalam mimpi. Kehidupan petalangan laksana hamba sebagai lukisan kepedihan itu. Puisi Menghafal Indragiri: Aku menghafal gelaran patih/Menghamba negeri sepanjang jalan/Mengayuh biduk searus sungai/Memagar hutan sepanjang badan/Bermandi minyak petang dan pagi. DK mencatat tanda-tanda kepedihan itu melalui perwakilan kampung/desa/kecamatan yang terpilih hidup di dalam puisi-puisinya. Untuk menghilangkan beban kehidupan atau kepedihan hidup, DK menggambarkannya dalam puisi Roh Rewani: Mimpilah talang mimpilah/Melepas hidup untuk terbeban/Bersenang-senang di dalam angan, walaupun DK hanya melukiskan itu hanya dalam mimpi dan angan-angan. Tentang kepedihan yang pekat itu dapat kita tangkap dengan jelas dalam puisi Ratap Talang: Punahlah sudah segala yang ada/Hancurlah sudah segala tersisa/Tanah kami tak lagi menugal/Rimba kami tak lagi meluas/Rebung enggan menunas bunga//Bertahun kami menjaga batas/Di dingin malam di terik panas/Hancur hanya dalam sekejap/Tangan kalian terlalu kuat/Hati kalian rengkah terbakar// Kita akan menangkap kepedihan akan pupusnya hutan, hanyutnya minyak, menghilangnya hasil hutan, rimba pendidikan Talang yang hilang. Di sini, puisi-puisi DK bukan hanya mempersunting sisi lahiriah kehidupan. Aspek mikrokosmos pun menjadi nadi yang berdenting dalam larik-lariknya. Aku, tangan, lengan, kaki, mata, nafas, darah, nadi merupakan denyut mikrokosmos yang bertebaran dalam puisinya. Inilah yang kita sebut sebagai realitas sosial dalam puisi DK. Realitas sosial ini berkaitan kuat dengan latar belakang DK sebagai pemberita serta penyair yang dekat dan memahami adat Talang Mamak. Latar belakang sebagai aspek lingkungan inilah yang menekan penyair DK menuliskan puisi-puisinya sebagai lakuan sosial.

Kandungan ketiga, Roh Pekasih sebagai alam perjalanan ke Mahapengasih.

Al-Gazali menyebutkan terdapat tiga hierarki alam, yaitu mulk, jabarut, dan malakut. Alam mulk merupakan bidang lahiriah/jasmaniah. Alam malakut merupakan bidang batiniah/rohaniah. Sedangkan alam jabarut merupakan alat penghubung antara alam mulk dan alam malakut sebagai sesuatu yang dikuasai oleh Asma Ilahi. Menurut Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya, Sirr al-Asrar, roh itu memiliki empat tingkatan. Tingkatan itu adalah roh jasad yang berinteraksi dengan alam mulk; roh ruhani yang berinteraksi dengan alam malakut; roh sulthani yang berinteraksi dengan alam jabarut; dan roh al-quds yang berinteraksi dengan alam lahut. Sebagai penyair, secara sadar atau tidak, puisi-puisi DK bermain dalam tingkatan alam tasawuf. Abdul Karim Al Khatib mengatakan, tasawuf bukan semata keyakinan keagamaan, tetapi merupakan sistem kehidupan dan tatanan seutuhnya bagi kehidupan manusia. Tasawuf juga merupakan metode berpikir (lihat Zamzam Afandi dalam Analisis, Volume 16, Nomor 2, Desember 2016). Mari kita bahas puisi-puisi Roh Pekasih yang menuju Mahapengasih. Dalam pembacaan sekilas, saya mencatat ada beberapa puisi yang melokat ke jalan menuju Mahapengasih, yaitu Menuju Tuju, Roh Cahaya, Roh Rabbani, Roh Akhir, dan Roh Tanah. Puisi Menuju Tuju menyadarkan kita bahwa sesuatu akan kembali ke asalnya, kepada Tuhan: Tentang jantung yang menuju/Dengan kalimah illah/Menyatu jalan alam fikiran// Puisi Roh Cahaya seakan-akan berpesan kepada kita agar terus mencari dan mengejar cahaya Ilahi, cahaya dalam tingkatan suci. DK seperti berharap roh (Talang) bermandi cahaya sehingga bisa menempatkan marwah jauh di patas. Dalam Puisi Roh Rabbani, DK bermantra bahwa hidup hanya sementara. Karena itu, semua pakaian kesombongan tidak layak kita kenakan. Roh kita akan kembali ke Allah: Bawa rohku ke alam rabbani. DK berharap Talang berada dalam keteduhan hidup/mati. DK mengajak kita kembali ke Allah selagi masih ada waktu dalam puisi Roh Akhir: Baliklah ke rumah roh akhir. Semasa hidup di dunia agar manusia memperhitungkan amal ibadah sebagai bekal menuju ke Mahapengasih: Hitunglah nasib badan hitunglah/Di hari penghabisan jalan ditutup/Semua dosa terkunci habis/Merataplah Talang di pintunya. Dalam Roh Tanah: Asal engkau dari tanah/Kembali engkau ke dalam tanah….Berkat laillahaillallah. Inilah sehimpun kerinduan DK ke jalan Mahapengasih.

Sebagai penyair, DK adalah penyair istimewa karena tidak banyak penyair berangkat dari adat, meraungkan adat, memiliki kepekaan adat, atau ketajaman kemanusiaan melalui adat murni suku terasing. Mengutip apa yang dikatakan William Wordsworth pada Kata Pengantar dalam Lyrical Ballads (1800) bahwa penyair adalah manusia yang bicara pada manusia lain. Manusia yang benar-benar memiliki rasa yang lebih peka, kegairahan, dan kelembutan jiwa yang lebih besar. Manusia yang memiliki pengetahuan yang lebih mendalam tentang kodrat manusia dan memiliki jiwa yang lebih tajam daripada manusia yang lainnya (dalam Mahayana, 2005:353). Selain tiga kandungan yang saya uraikan secara sederhana di atas, yang jelas, Roh Pekasih juga mengandung roh adat Talang Mamak. ***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Selasa, 21 Syakban 1444 / 14 Maret 2023

Baca: Gila Bayang

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews