Cerpen Dian Chandra: Prasasti Burung Berjambul

Relief bagin sisi dinding Candi Penataran (Ilustrasi).

CANDI Panataran, 1297 saka
Wahai manusia, kutuliskan sebuah kisah dari bangsamu sendiri. Kau tahu, sejak senja tadi aku telah sibuk mematuk-matuk batu demi melatih paruhku, agar membentuk goresan-goresan sempurna. Ya, sebagaimana prasasti batu pada umumnya.

Tak hanya Citralekha saja. Aku, burung berjambul juga paham cara membaca dan menulis. Sebab, dia –kekasih Panji telah melatihku saban hari.

Dia, kekasih Panji, sangat cantik dan tuturnya begitu halus. Aku ingat, pertama kali menjumpainya, dia sedang dalam keadaan merindu yang teramat sangat. Sedang kekasihnya jauh di seberang lautan. Samar-samar kudengar dia menyenandungkan kesedihan.
jiwaku bisu
sedang mataku menatap lama
bilik bilik tua
yang sama bisunya

Saat itu aku diutus oleh Panji untuk menyampaikan gulungan surat kepadanya. Namun, saat aku tiba aku dapati dia telah begitu lemah dan tak berdaya. Dia hanya berbaring di ranjang kayu, memandang bilik-bilik kayu dengan pilu. Sementara dayang-dayangnya dengan sabar menemani dan memijiti kakinya.

Oh, duhai cinta, deritanya tiada akhir. Maka bangkitlah dia demi mendapati surat yang tengah kucengkeram.

Entah apa isi dari surat itu. Aku tak pernah tahu. Namun, setelah membaca surat terkutuk itu, dia tak sadarkan diri hingga berhari-hari.

Saat itu dia sedang berada di suatu kabuyutan keagamaan. Kabarnya, hal inilah yang memisahkan keduanya. Dia sengaja dikirimkan jauh dari pandangan Panji. Agar Panji luput ingatan akan kehadiran kekasih yang telah membuatnya mabuk cinta berkepanjangan. Ya, serupa geguritan berikut:
oh, dewi
mimpiku kian gigil
dalam rimba hati
yang dingin

suara suara rindu
selalu bengal
: mereka bergelombang
di dada (kita)
yang haru

Pada akhirnya, dia mulai merenungi diri. Maka dia pun bangkit dari patah hati. Lalu mulai menata hari-harinya pelan-pelan.

Pelan-pelan pula dia mulai mengikuti semua pelajaran yang diajarkan di sana. Nampaknya, dia telah senang betul belajar. Kulihat dia tekun betul menyimak segala ucapan Mpu Guru.
kutepikan hati
dan hari
di ceruk dewi

Tiba-tiba aku merasakan kepak sayap kupu-kupu di dalam dirinya. Ya, aku dapat melihat dia telah menemukan jalan hidupnya, yakni mengabdi pada dewi di kabuyutan. Hari itu, aku tak pernah temukan lagi seraut pun kesedihan di wajahnya.

Dia telah benar-benar melupakan Panji di kehidupanya. Kini hanya ada Durga di hatinya yang semak.

Aku lega, sungguh lega.

Kau tahu, seberapa tegarnya hati perempuan hingga dia mampu meredam rindu berhari-hari, lalu mengambil pelajaran dari hal itu? Ya, perempuan sangat kuat. Sebab, nyatanya Panji, si peran utama di kisahnya sendiri malah menyerah. Lalu menyusul kekasihnya.

Masih kuingat betul bagaimana ekspresi perempuan bangsawan itu, saat mendapati Panji hendak menjemputnya yang tengah sibuk menyimak pelajaran dari Mpu Guru. Kau tahu, bagaimana reaksinya? Dia t-a-k pe-du-li. Sedang samar-samar kudengar dia menyenandungkan geguritan dengan sangat halus dan merdu.
tualang keterasingan
segala keterasingan
untuk melawat waktu
yang kerap bengal

di sini, berserak
segala harapan
yang tumpah
ruah

oh, biarkan
kupeluk dewiku
serupa mabuk perang
dan kenang

Lalu Panji pun pulang dengan lunglai.

Begitu lah, cerita ini akan kututup dengan pujian kepada dia, si Gadis Durga.
bunga bunga
mereka layu
diam diam
dalam rahim sepi

di sana
mereka tinggalkan
akar
yang terngiang ngiang
bilangan hari. ***

*) Kisah ini saya angkat dari salah satu relief di Candi Panataran.

———————
Dian Chandra adalah nama pena dari Hardianti, S.Hum.,M.Hum seorang arkeolog mandiri yang senang kulineran, membaca, dan menulis. Bermukim di Toboali, Bangka Selatan. Telah menerbitkan 2 novel (2021 & 2023), 5 antologi puisi tunggal (2022), dan 2 kumcer (2023). Konsisten menulis hal-hal berbau arkeologi, budaya, dan Bangka Selatan. Email: [email protected]; FB: Dian Chandra; Website: https://dianchandrafiles.wordpress.com/. *

Baca: Cerpen Fiana Winata: Menjemput Ridho-Mu

*** Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggunjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews