Dan Kita Pun Punya Dosa

Pemuda

MARYAM Magdalena merupakan salah satu pengikut Nabi Isa. Dalam logat Bahasa Arab, ia disebut dengan Maryam Al-Majdaliyah. Namun, sebelum menjadi pengikut setia Nabi Isa, ia adalah Perempuan yang menghabiskan diri dalam kemaksiatan. Ia tersesat menjadi “kupu-kupu malam”, melayani setiap lelaki hidung belang.

Suatu ketika, ada sebagian masyarakat yang “gelisah” melihat pekerjaan Maryam ini. Kemudian melaporkannya ke Nabi Isa Al-masih as. Pada saat itu, hukum rajam berlaku bagi para pezina. Maka semua sepakat agar Maryam di hukum rajam, sebuah hukuman dengan melemparinya dengan batu hingga mati, kerena telah melakukan dosa besar.

Namun demikian, Nabi Isa mempunyai pikiran lain. Beliau tidak setuju jika Maryam di hukumi rajam. Justru Nabi Isa mengampuni dosa-dosa Maryam Madalena. Keputusan Nabi Isa ini membuat geger Masyarakat waktu itu. Mereka pun demontrasi, memprotes keputusan nabi Isa as. Mereka mengaggap nabi Isa telah melakukan kesalahan besar, karena membebaskan Maryam Magdalena dari hukum rajam.

Menyaksikan desakan yang begitu kuat dan kukuhnya pendirian Nabi Isa untuk membebaskannya, tumpahlah tangis Maryam Magdalena. Pipinya dibasahi oleh airmata keinsafan. Sesungguhnya dia punya rencana untuk bertaubat. Namun, tekadnya semakin kuat untuk memperbaiki diri serta tidak mengulang kembali pebuatan dosa besar itu lagi, setelah menyaksikan peristiwa yang terjadi.

Melihat tangisan Maryam Magdalena, dengan tegas Nabi Isa Almasih mengatakan, “Siapa diantara kalian yang merasa tidak memilki dosa, silahkan berdiri dan rajamlah Maryam Magdalena ini”

Tidak ada seorang pun yang menjawab. Semua terdiam membisu. Ahirnya, prosesi hukuman rajam pun gagal dilakukan.

Sejak peristiwa itu, Maryam Magdalena berubah menjadi pengikut setia nabi Isa as. Mengikuti ajaran nabi Isa as, Maryam Magdalena menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Maryam Magdalena adalah contoh pendosa yang terampuni. Ia menjadi teladan bagi orang yang bertaubat.

Kisah di atas, menjadi penegas bahwa tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang tidak memiliki dosa atau kesalahan. Bahkan pernah Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa “setiap anak cucu Adam pernah bersalah. Dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah bertaubat”

Sebagai manusia yang biasanya melakukan salah dan lupa, Al-Insan Makhalul Khatha’ wa al-Nisyan, sejatinya tidak akan lepas dari perilaku dosa. Karenanya, tidak boleh diantara kita yang merasa dirinya paling baik, paling benar, paling shaleh. Ada keinsyafan dalam diri kita bahwa diri kita tidak lebih baik dari pada orang lain.

Namun yang terjadi hari ini justru sebaliknya. Banyak di antara kita yang bersorak-sorak untuk mengagungkan kebaikan yang dimilikinya, sembari menyudutkan yang lain dengan membongkar segala dosa dan kesalahannya. Karena merasa dirinya sudah banyak beribadah dengan Tuhannya, paling rajin shalat berjamah, paling sering bangun malam; bertahajjud, lalu dengan mudah ia menyalahkan, menuduh, menuding, dan mencemooh orang lain karena kesalahan yang dilakukannya.

Agama memerintahkan umatnya untuk lebih banyak melakukan evaluasi diri, muhasabah, intropeksi diri. Mengevaluasi diri atau intropeksi diri bukan berarti kita menghitung-hitung amal kebaikan yang telah kita lakukan, melainkan menyadari betapa kurangnya kebaikan yang kita lakukan. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan, fastabiqul khairat, begitu perintah agama.

Merangkul dan menjadikan teman bagi mereka yang bersalah lebih diperintahkan agama. Mengayomi dan membimbing mereka yang berdosa adalah kewajiban kita agar Kembali kepada yang benar. Bukan sebaliknya. Yang terjadi justru kita berusaha untuk menjauhi mereka, dan bahkan ada yang mencela, menyalahkan, menghakimi, membidahkan serta mengkafirkan orang-orang yang bersalah.

Dalam perspekif yang lebih luas, kebiasaan untuk sering menyalahkan orang lain dalam bentuk apa pun, perlu dihindari sedapat mungkin. Hal ini, untuk menghindari sikap-sikap “benar sendiri” dalam berbagai relasi kemanusiaan, termasuk dalam dunia Pendidikan. Bahkan seorang Professor sekalipun, tidak akan pernah terhindar dari Hadits Nabi di atas. Wallahu a’lam bi al-Shawab. ***

Baca: Merdeka

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews