Marah

Pemuda

RASA-RASANYA hampir setiap manusia pernah marah. Meskipun tidak semua orang mengekspresikan kemarahan itu sama, namun setidaknya marah akan memberikan dampak kurang baik, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

Lench, Tibbett & Bench (2016) dalam Social and Personality Psychology Compass, menjelaskan secara detail implikasi-implikasi marah bagi seseorang. Setidaknya terdapat beberapa aspek yang akan dipengaruhi oleh marah ini. Secara kognitif, seseorang yang sedang marah akan cenderung berfikir heuristic, yaitu berfikir dengan cara pintas dalam membuat keputusan atau penilaian.

Karenanya, seseorang tidak boleh melakukan penilaian atau menjadi hakim, ketika dalam keadaan marah. Sebab marah akan melahirkan kebencian, dan kebencian akan menggiring seseorang pada sikap yang tidak adil. Hal ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Alquran bahwa “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8).

Kedua, marah secara fisik, sangat berhubungan dengan system kardiovaskular, sebuah kumpulan organ yang bekerja sama untuk melakukan fungsi transportasi dalam tubuh manusia. Sistem ini bertanggung jawab untuk mentransportasikan darah, yang mengandung nutrisi, bahan sisa metabolisme, hormone, zat kekebalan tubuh, dan zat lain ke seluruh tubuh.

Orang yang sedang marah akan mengganggu system organ yang sangat vital tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui dan rasakan, ketika marah, kadar hormon adrenalin dalam darah akan naik. Kinerja jantung akan meningkat sangat cepat, ia berdegup lebih kencang dari kondisi normal. Bahkan sebuah riset dari Harvard School of Public Health menyebutkan bahwa seseorang yang sedang marah akan mengalami risiko stroke iskemik yang disebabkan menggumpalnya aliran darah yang meningkat tiga kali lipat, dua jam selesai kita marah.

Dalam kondisi ini, seseorang yang sedang marah akan mengalami Deadly emotion, emosi yang menyebabkan penyakit, baik secara fisik maupun kejiwaan. Oleh sebab itu, meskipun marah berasal dari aspek jiwa seseorang, akan tetapi ia bisa berpengaruh pada fisiknya. Bukankah Nabi pernah menyatakan bahwa “Dalam dtubuh manusia itu ada segumpal daging. Jika ia sehat, maka akan sehat seluruh badannya. Jika ia sakit, maka sakitlah seluruh badannya. Tahu kah kamu, segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati itu sesungguhnya hanyalah symbol atau kiasan bagi seseorang yang apabila jiwanya sehat dan bersih, maka kepribadiannya juga akan menjadi bersih. Dan begitu juga sebaliknya. “Hasad itu hanya akan mendatangkan mudharat bagimu dan kemarahan yang dapat melemahkan hati dan membuat sakit tubuhmu” demikian Sabda Nabi.

Ketiga, Marah dapat berdampak pada hubungan interpersonal. Marah akan mendatangkan permusuhan dan kebencian antar sesama. Marah akan merubah persepsi seseorang atas orang lain; yang terlihat hanyalah segala keburukan orang yang menjadi obyek kemarahannya. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyatakan dengan nada satir “Marah adalah nyala api yang dipetik dari api neraka yang naik ke ulu hati di dalam dada. Api itu terpendam dalam lipatan hati, sebagaimana bara api yang menyelinap di bawah abu”.

Itu lah sederet bahaya marah. Beberapa Hadits Nabi berikut, saya kira patut untuk dijadikan sebagai renungan bersama; “Sahabat Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, perintahkan aku sebuah amalan dan sedikit saja?‘Tahan marah,’jawab Rasulullah saw. Ia pun mengulangi permintaannya. Rasul pun menjawab, ‘Tahan marah,’” (HR Bukhari).

“Dari Abdullah bin Amr ra bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw, ‘(Wahai Rasulullah), apa yang dapat menyelamatkanku dari murka Allah?’ ‘Tahan marah,’ jawab Rasulullah saw,” (HR At-Tabarani dan Ibnu Abdil Barr).

Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw bertanya, ‘Apa yang kalian pikirkan tentang tarung?’ kami menjawab, ‘Orang yang tidak terkalahkan dikeroyok beberapa orang.’ ‘Bukan itu, tapi petarung sejati ialah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah,’ jawab Rasulullah saw,” (HR Muslim).“Sahabat Abud Darda ra bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tunjukkan pada amalan yang dapat mengantarkan ke surga?’ ‘Tahan marah,’ jawab Rasulullah saw,” (HR Ibnu Abid Dunia dan At-Thabarani).

Satu lagi sebuah hadits yang sekali lagi, patut untuk menjadi renungan kita bersama sebagai muslim, “Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, ‘Dosa apa yang besar di sisi Allah?’ ‘Membuat murka Allah,’ jawab Nabi Muhammad saw. Ia bertanya lagi, ‘Apa yang dapat menjauhkanku dari murka-Nya?’ ‘Tahan marah,’ jawab Rasulullah saw,” (HR Ahmad).

Namun demikian, marah bukan berarti tidak boleh. Kita boleh marah ketika kita melihat ketidakadilan, kemungkaran, maupun kezhaliman. Siapapun boleh marah ketika ada yang diinjak-injak martabatnya, ditahan kebutuhan hidupnya, dan seterusnya. Kata Nabi; “(Besok) akan ada penguasa yang fasik dan zalim, siapa saja yang membiarkan kedustaan mereka dan membantu kezaliman mereka, dia bukanlah termasuk golonganku dan akupun bukan termasuk golongan dia.” (HR. An-Nasa’i dan Ahmad). Lalu? Wallahu a’lam bi al-Shawab.***

Baca: Biarlah Sejarah yang Mencatat

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews