Membaca Terapi Kamar Mandi, Membaca Tentang Penuh Segala…

Terapi Kamar Mandi

TERAPI Kamar Mandi (TKM) merupakan kumpulan cerita pendek (cerpen) yang diterbitkan Balai Bahasa Provinsi Riau yang bekerja sama dengan Penerbit Palagan Pustaka pada September 2023. Di dalamnya memuat 33 cerpen karya penulis yang sebelumnya mendapat coaching clinic tajaan Balai Bahasa Provinsi Riau.

Cerita pendek (cerpen) dalam Terapi Kamar Mandi ini rata-rata menarik, terutama dalam segi ide, materi dan pesan yang disampaikan. Namun ketika menulis sebuah cerpen, setidaknya baik dan buruk, atau bagus dan kurang bagus, menarik dan kurangnya sebuah cerita bergantung pada banyak hal, seperti tema, alur, konflik, tokoh, latar (waktu dan tempat), teknik penceritaan, sudut pandang, amanat, ending, kesempurnaan tata bahasa dan hal-hal intrinsik dan ekstrinsik lainnya. Untuk itu, diperlukan sebuah kerja yang utuh, fokus dan serius agar menghasilkan sebuah karya yang dipandang baik, bagus dan menarik tersebut.

TKM ini memuat banyak cerpen, mulai cerpen mini hingga yang panjang. Mulai bersuasana lokal hingga global. Mulai cerita cinta remaja hingga cinta yang sublim dan mendalam. Mulai dari genre sastra serius hingga sastra yang popular. Sebagian cerpen juga mengangkat tema lingkungan dan penyakit masyarakat seperti isu narkoba, wajah buruk birokrasi, dan lain sebagainya.

Oleh karena banyaknya cerpen dalam buku ini, maka ketika dibaca satu-satu ada yang dapat diselesaikan sekali duduk karena pendek, menarik dan mengalir. Ada pula yang terpaksa dibaca ulang kembali.

Syahdan, cerpen yang baik itu, selain sempurna penggambaran tokoh, unik, memiliki alur, tema yang menarik, teknik penceritaan yang aduhai, konflik yang tajam, ending yang menyentuh serta pesan yang jelas, serta terpenuhinya unsur intrinsik dan ekstrinsik lainnya. Selain itu sebuah cerita juga diharapkan memiliki dignity atau kedalaman serta memiliki sudut pandang yang berbeda.

Akan tetapi yang agaknya penting juga diperhatikan bagaimana seorang pengarang dapat memikat dan menghipnotis pembaca walaupun tak terlihat jelas susunan yang rapi dari unsur-unsur intrinsik di atas. Ibarat menyajikan secangkir kopi, seorang barista atau bartender profesional tak perlu lagi mengukur seberapa sendok gula dan kopi, serta seberapa derajat panasnya air, dan seberapa lama sendok berputar dalam cangkir untuk menghasilkan secangkir kopi yang nikmat. Semua proses berjalan dengan selesa. Dan, ketika disajikan serta dihirup, rasa yang nikmat dan aduhai itu langsung terasa.

Secara sepintas, saya merasakan itu ada dalam kumpulan TKM ini. Itu kelihatan pada beberapa cerpen di antaranya dalam Tuan Shoenhenshoen, Terapi Kamar Mandi, Wanita Suamiku, Nira, Racun, Wanita Penyadap Karet, Lima Belas Ribu Lira, Bias Rindu, Malangnya Ayah Angkatku, Bunga pun Gugur, Luruh Bersama Daun-Daun, Lemari Tua dan lain-lain.

Saya membaca cerpen-cerpen ini dimulai dari daftar paling belakang, dari cerpen yang terakhir, yaitu Wanita Suamiku kaya Yurattia Yudian. Saya merasakan sang pengarang tidak menilai, menulis dan memvonis segala sesuatu di dunia ini secara hitam putih tapi penuh warna, penuh pertimbangan, penuh keajaiban, penuh kecemburuan, penuh keharuan, penuh perasaan, dan penuh-penuh lainnya.

Biasanya, ketika mengarang, seorang penulis tak terlepas dari unsur ekstrinsik di luar cerpen seperti jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, lingkungan sosial budaya, kedudukan pengarang dalam masyarakat, dan lainnya yang terdapat dan melekat pada diri sang pengarang. Tapi di sini penulis berhasil menetralisir itu sehingga muncul kebenaran dan perasaan yang sesungguhnya, yang dititipkan pada diri kaum Hawa. Bukankah sesuatu yang diciptakan Tuhan dan digariskan Kitab Samawi tak pernah bersilangan dan bertentangan dengan fitrah manusia secara global?

Sebagai seorang perempuan, pengarang mampu menekan keegoannya (keakuannya sebagai makhluk yang selalu ingin ‘menang’ sendiri). Bagi mayoritas perempuan, berbagi cinta dengan perempuan lain bukankah sesuatu yang sangat berat, amat merisaukan dan amat menakutkan? Akan tetapi dapatkah ia mempertahankan dan menyimpan ketakutan itu berterusan, berpanjangan hingga berbuah ranum, dan suatu ketika ‘kan membusuk?

Pengarang melepaskan rasa risau, takut dan sakit itu. Ia benarkan kebenaran, cinta, dan sesuatu yang fitrah di dalam nuraninya menemukan tempatnya. Ia membuka diri untuk berdialog tentang perasaan terdalam, rasa cinta, naluri dan perisa kemanusiaan menemukan tempatnya, dan menjawab semuanya. Tak ia biarkan kecendrungan menang sendiri memutuskannya walaupun ia amat sulit melepaskan kebatan itu. Akhirnya kepada Tuhan semua itu diserahkannya.

Cerita ini sederhana, tulus, dan membiarkan segala sesuatu berjalan menurut ketentuannya, dan pada beberapa tempat terdapat keharuan.

(Bersambung)

Baca: Berniaga dengan Tuhan

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews