Memeluk Takwa

Muslim Paripurna

LAMANRIAU.COM – Tenas Effendy (TE) berpesan dalam tunjuk ajar Melayunya: Wahai Ananda dengarlah amanat/ hidup di dunia amatlah singkat/ banyakkan amal serta ibadat/ supaya selamat dunia akhirat. Takwa

Hidup di dunia amat singkat. Dunia ini hanya pelabuhan sementara menuju tempat tujuan yang abadi. Untuk itu siapkan bekal. Apa bekal untuk kehidupan yang kekal dan abadi itu? Fatazawwadu, fa inna khaira al-zzad al-taqwa; berbekallah kamu, sebaik-baik bekal adalah takwa.

Apa itu takwa? Takwa adalah melaksanakan perintah Allah Swt dan Rasulullah Swt mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Meninggalkan larangan Allah dan Rasulullah mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar dengan sekuat daya kemampuan.

Secara sederhana, takwa juga dapat bermakna takut. Pupuklah rasa takut untuk tidak melaksanakan perintah-Nya dan Rasul-Nya. Takutlah untuk melakukan larangan-Nya dan Rasul-Nya dengan sebenar-benar takut. Ittaqullah haqqa tuqatih… takutlah untuk meninggalkan shalat, takutlah untuk memandang sesuatu yang dilarang oleh Allah. Takutlah untuk membuat kebijakan yang menyengsarakan orang lain, takutlah mengucapkan kata-kata yang menyakiti perasaan orang lain. Takutlah punya prasangka buruk kepada Allah. Takutlah membuat susah istri dan anak-anak di rumah, takutlah menyinggung perasaan tetangga dan teman sekerja, takutlah murka Allah.

Apa ciri orang yang bertakwa? Allazina yu’minuna bi al-ghaibi wayuqimunna al-sholata wa mimma rozaqna hum yunfiqun… Pertama, ia percaya dengan yang ghaib. Yang ghaib itu di antaranya adalah Allah. Ia mesti beriman kepada Allah dengan cara mengikuti semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya… yang ghaib itu juga adanya surga dan neraka, maka kalau ia percaya pada surga, maka ia akan mengikuti keinginnan Allah dengan sungguh-sungguh. Kalau ia percauya akan tiba masaya ada surga dan neraka, maka ia akan meninggalkan seluruh yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya. Yang gaib termasuk juga akan munculnya hari kiamat, di mana esok akan ada hari pertanggung jawaban dari apa yang kita lakukan di dunia ini, jika ia benar-benar maghum itu, ia tidak akan neko-neko dalam kehidupan ini. Tentulah akan berburu pahala dalam hidupnya, akan berpacu berbuat baik dalam prilakunya. Fastabiq al-khairat… ia akan berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan kebajikan. Kedua, mendirikan sholat. Sholat merupakan pondasi agama. Assholatu imad al-din faman aqamaha faqad aqama al-din waman tarokaha faqad hadama al-din: sholat itu tiang agama, siapa yang mendirikannya, ia telah mendirikan agamanya, siapa yang meninggalkannya ia telah menghancurkan agamanya. Ketiga, menginfakkan sebagian rezekinya.

Wasari’u ila maghfirotin min robbikum wa jannatin ardhuha al-samawatu wa al-ardhu, uiddat li al-muttaqin. Allazina yunfiquna fi al-sarro wa al-dhorroi wa al-kazimin al- ghaizo wa al-‘afina ‘an al-nas wallahu yuhibbu al-muhsinin: (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Ayat diatas merupakan ayat yang memberi kabar gembira bagi orang-orang bertakwa yang akan mendapatkan ampunan dari Allah dan balasan surga yang terbentang seluas langit dan bumi. Yaitu orang-orang yang gemar bersedekah di kala lapang dan sempit, orang yang menahan marahnya dan mudah memafkan, dan orang yang berbuat kebajikan.

Menurut ayat tersebut bahwa orang yang bertakwa itu mesti segera bertaubat, memperoleh ampunan dari Allah Swt atas segala dosa dan kesilapannya, dan bergegaslah untuk meraih surga Allah yang luasnya selapang langit dan bumi.

Orang yang seperti apakah yang akan memperoleh ampunan Allah yang berbuah istana surga itu?

Pertama, orang yang berinfak, menyumbangkan sebagian hartanya dalam keadaan ekonominya lapang maupun keadaan ekonominya sedang sulit. Ia tidak pernah mengeluh untuk berbuat kebaikan dari hartanya. Ia tidak pernah berhenti menolong orang karena pangkat dan profesinya. Ia tahu itu semua merupakan tabungan untuk bekal hidupnya di negeri yang abadi.

Kedua, orang pandai menahan marahnya. Hidup di dunia ini penuh dengan onak tantangan dan ujian. Badai selalu datang tanpa mengenal musim, tapi ia sudah siapkan perahu layar menghadapi ombak ganas kehidupan ini yaitu sikap sabar. Ia tahu bahwa innallaha ma’a al-shabirin: sesungguhnya Allah Swt bersama orang-orang sabar. Termasuk sabar ketika hatinya dilanda marah akibat perlakuan yang tidak menyenangkan dilakukan oleh orang lain, termasuk dari istri, anak, keluarga, tetanga dan lain sebagainya.

Ketiga, memaafkan kesalahan orang lain. Betapun sakit dan perihnya hati akibat lidah orang yang menghina, sikap yang merendahkan, prilaku yang menista dan lain sebagainya, ia tetap bersabar lalu ia maafkan kesalahan orang-orang tersebut. Ia tetap berdada lapang dan bahagia. Ia sadar bahwa semua itu merupakan anugerah Allah Swt agar ia dapat semakin dekat dengan-Nya.

Keempat, Allah mencintai orang yang berbuat ihsan. Ihsan itu dapat bermakna bahwa berbuat baik tanpa batas, atau mungkin berbuat baik seolah tak berbatas, seperti tetap berbuat baik kepada orang yang menyakiti kita. Berbuat baik kepada orang yang baik kepada kita itu merupakan hal yang biasa tapi berbuat baik kepada orang berbuat jahat kepada kita barulah kebaikan yang sesungguhnya. Semua itu telah dicontohkan oleh nabi kita Sayyidina Muhammad Saw dalam kehidupannya. Bukankah ia merupakan figur, tokoh panutan dan teladan dalam kehidupan?

Hidup ini semakin lama semakin singkat dan berkurang masanya, untuk itu jangan ditunda lagi untuk mengubah segala tingkah dan pola pikir agar berbuat baik dalam hidup ini. Jangan tunda-tunda lagi. Jangan mabuk dunia lagi. Jangan mabuk jabatan, pangkat, kekuasaan dan popularitas lagi. Tapi mabuklah akan kasih sayang Allah. Imam Ibnu Athaillah pernah berpesan ihalatuk al-a’mala ‘ala wujud al-faraghi min ruunati al-nafs: menunda-nunda waktu untuk berbuat kebaikan adalah tanda kesia-siaan. Jangan sia-siakan waktu dan jatah hidup yang tinggal sedikit ini ini. Berbuat baiklah. Peluklah taqwa sepanjang hidup.

Wahai muda kenali dirimu/ialah perahu tamsil tubuhmu/tiadalah berapa lama hidupmu/ke akhirat jua kekal diammu. Demikian pesan Hamzah Fansury dalam syair perahunya.

TE kembali berpesan: wahai ananda dengarlah peri/ tunangan hidup adalah mati/ siapkan bekal ketika pagi/ supaya tidak menyesal nanti.***

Baca : Rupatku Molek

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *