LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan tersangka suap dan gratifikasi pengurusan DAK (Dana Alokasi Khusus), Walikota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah (ZAS) di Rutan Polres Metro Jakarta Timur, Selasa 17 November 2020.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi perkara (kronologi) kasus tersebut. Menurutnya, pada Maret 2017, ZAS bertemu dengan Yaya Purnomo pada sebuah hotel daerah Jakarta. Dalam pertemuan itu, dugaannya Zulkifli meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai.
Baca : KPK Resmi Tahan Walikota Dumai Zulkifli AS
“Dan pada pertemuan lain d isanggupi oleh Yaya Purnomo dengan fee sebesar 2 persen,” kata Alexander Marwata di Gedung KPK Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan.
Kasus ini, lanjut dia, berawal pada Mei 2017. Saat itu, Pemerintah Kota Dumai mengajukan kurang bayar Tahun Anggaran (TA) 2016 sebesar Rp22 miliar. Dalam APBN Perubahan tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22.3 miliar. Tambahan ini sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016, serta untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan.
“Masih pada bulan yang sama, Pemko Dumai berencana mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan. Beberapa bidang yang ajukan antara lain RS rujukan, jalan, perumahan dan permukinam, air minum, sanitasi, dan pendidikan,” katanya.
Tersangka Zulkifli, kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai. Kemudian d isanggupi untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 kota Dumai, yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar, dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar.
“Untuk memenuhi commitment fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, Zulkifli kemudian memerintahkan anak buahnya untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek Pemko Dumai,” lanjut Alexander.
Penyerahan uang setara dengan Rp550juta dalam bentuk Dolar Amerika (USD), Dolar Singapura (SGD) dan Rupiah. Ternyata, uang itu diberikan kepada Yaya Purnomo dan kawan-kawan pada November 2017 dan Januari 2018.
“Sedangkan perkara kedua, tersangka diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek Kota Dumai,” kata Alexander.
Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018. Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur di Pasal 12 C UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka Zulkifli disangkakan melanggar pasal pertama melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Perkara kedua, tersangka Zulkifli disangkakan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“KPK berkomitmen akan tetap melakukan pemberantasan korupsi sekalipun adanya proses Pilkada yang sedang berlangsung saat ini. KPK juga tidak pernah bosan mengingatkan para Kepala Daerah agar tetap memegang teguh amanah yang dititipkan oleh masyarakat yang telah memilih Kepala Daerah melalui Pilkada secara demokratis,” kata Alexander.
Alexander mengingatkan, banyak Kepala Daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, harus menjadi pengingat bagi semua kepala daerah. Agar menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, memegang prinsip dan nilai nilai integritas dengan tidak memperkaya diri sendiri atau keluarga atau kelompok tertentu.
“KPK mengingatkan agar Kepala Daerah untuk mengedepankan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam menjalankan roda pemerintahan demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat,” pungkasnya. (rri)