Generasi Bintang

Ramadhan dan Kedamaian

DAN hendaklah semua orang takut kepada Allah, seandainya mereka meninggalkan generasi sesudahnya dalam keadaan lemah. Yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Maka bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar [QS: An Nisa’: 9]

Ayat ini sepertinya ditujukan untuk umum, untuk semua orang, apakah ia muslim atau bukan. Semua umat manusia punya kewajiban sama. Mereka harus memikirkan keadaan atau nasib anak-cucunya di belakang hari nanti. Jangan sampai mereka meninggalkan generasi yang bakal dilindas zaman. Mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik) ayat di atas adalah, supaya mereka harus menyiapkan generasi bintang, generasi yang kuat-kawi sepeninggalnya nanti. Bukan generasi yang menderita di dunia dan celaka di akhirat.

Menurut ulama, secara sederhana, kata dhi’afa (lemah) pada ayat di atas adalah: Pertama, dhi’f al-jasadi (lemah fisik); kedua, dhi’f al-‘ilmi (lemah pengetahuan); ketiga, dhi’f al-iqtishadi (lemah ekonomi); keempat, dhi’f al-imani (lemah iman).

Lemah Fisik (dhi’f al-jasadi)

Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah. Namun keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolongl;ah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan ‘seandainya’ aku lakukan demikian dan demikian, akan tetapi hendaklah engkau katakan, “Ini adalah takir Allah”. Setiap apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, karena perkataan ‘seandainya’ dapat membuka pintu Setan.[HR. Muslim]

Di tengah beratnya persaingan hidup dewasa ini, kekuatan dan kesempurnaan jasmani manusia menjadi salah-satu hal pokok yang mesti diperhatikan. Manusia yang lemah fisik, sepertinya akan tergilas kerasnya cobaan kehidupan. Manusia yang fisiknya tidak kuat dan kurang sehat selalu menjadi objek. Untuk itu, bagi semua orang atau suatu bangsa, pembentukan fisik generasi pengganti mereka menjadi hal urgen yang mesti dipikirkan demi terciptanya generasi unggul atau generasi cemerlang di masa depan. Oleh karena itu, generasi baru tersebut mestilah diberi asupan gizi yang memadai, berolahraga dengan teratur serta menjaga kebugaran jasmani sepanjang waktu. Dan tampaknya, hampir banyak orang dan semua bangsa di dunia memahami ini. Sebagai salah-satu contoh, kata gizi buruk menjadi monster yang amat menakutkan di mana-mana. Mulai orang tua di rumah tangga hingga kepala Negara di istana pun dibuat pusing tujuh keliling oleh masalah ini. Sehingga biaya untuk kesehatan menjadi membengkak setiap tahunnya. Walaupun begitu, kenyataannya, kondisi gizi buruk bagi anak-anak bangsa selalu menghiasi laman muka media massa di mana-mana.

Lemah Ilmu Pengetahuan (Dhi’f al-‘Ilmi)

Siapa yang ingin meraih dunia kuasailah dengan ilmu pengetahuan. Siapa yang ingin meraih akhirat kuasailah dengan ilmu pengetahuan. Siapa yang ingin meraih kedua-duanya kuasai juga dengan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi raja bagi tumbuhnya peradaban cemerlang hari ini. Dan itu pun telah pula tertayang terang benderang dalam lintas peradaban umat manusia sepanjang masa. Kelihatannya, siapa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi maka ia akan menggenggam dunia. Yang gagap ilmu pengetahuan dan teknologi akan terlindas perkembangan dan kemajuan zaman yang semakin tak menentu. Setiap orang atau setiap bangsa yang lalai mengikuti lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi objek dan santapan dari kemajuan zaman. Sementara pemegang ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi subjek pengendali sesuka hati.

Pun, setelah fase di dunia ini berakhir, manusia yang menguasai ilmu pengetahuan akan mendapat tempat yang tinggi di hadapan Tuhan selama pemegangnya tak lupa kepada Tuhan, Sang Pemilik Pengetahuan itu sendiri. Kenyataan ini menghendaki adanya penghilangan dikotomi ilmu dalam kehidupan. Setiap generasi harus menguasai ilmu duniawi dan ukhrawi secara sepadan dan seimbang.

…..Allah akan angkat derajat orang beriman dan berilmu pengetahuan di antara kamu beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. [QS: Al Mujadalah: 11]

Lemah Ekonomi (Dhi’f al- Iktishadi)

Hampir saja kefakiran itu membuat orang menjadi kafir. [HR. Thabrani]

Wabah kemiskinan yang menjalar di mana-mana merupakan ancaman serius bagi cita-cita berdirinya peradaban umat manusia yang gilang-gemilang di masa depan. Tak akan muncul umat terdepan yang sesungguhnya kalau persoalan ekonomi umat tidak menjadi perhatian serius. Tanpa ekonomi yang mapan bagaimana mungkin umat bisa nyaman beribadah dan membangun bumi ini dengan baik?

Ada lima bahaya dan ancaman serius akibat lemah ekonomi menurut Yusuf Qardhawi:
Pertama, kemiskinan membahayakan akidah. Kedua, kemiskinan membahayakan akhlak dan moral. Ketiga, kemiskinan mengancam kestabilan pemikiran. Keempat, kemiskinan membahayakan keluarga. Kelima, kemiskinan mengancam kestabilan masyarakat.

Lemah Iman (Dhi’f al-Imani)

…Sesungguhnya bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang shaleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah). [QS. An Nur: 55]

Ancaman yang paling membahayakan adalah lemah iman bagi generasi bangsa. Sekuat dan sekokoh apapun pondasi ilmu pengetahuan-teknologi, ekonomi dan fisik anak bangsa tanpa disertai dan didukung kekuatan iman dan akhlak yang mantap, maka generasi itu akan menjadi rapuh dan peradaban pun niscaya runtuh dalam sesaat. Banyak contoh telah terhidang di depan mata, bagaimana gemilang dan cemerlangnya peradaban bangsa-bangsa besar di dunia sepanjang sejarah telah hancur dalam sekejap mata lantaran mereka mengenyampingkan persoalan iman dan akhlak.

Sesungguhnya kejayaan suatu bangsa tergantung akhlaknya. Manakala akhlak mereka rusak, maka hancurlah bangsa itu. (Imam Syauki Rahimahullah).

Untuk itu, di samping menyiapkan generasi yang kuat fisik, canggih ilmu pengetahuan dan maju ekonomi demi terciptanya umat yang berperadaban menjulang di masa depan, mempersiapkan generasi yang kuat iman-akhlaknya menjadi hal yang lebih penting daripada semua itu. Apalagi, kegemilangan dan kecemerlangan yang sesungguhnya, bukan saja maujud ketika bumi ini masih terbentang atau ketika napas kehidupan masih berdenyut di dada, tapi juga setelah nyawa meninggalkan raga. Kegemilangan peradaban sesungguhnya adalah ketika manusia mampu meraih kebahagiaan di dunia dan mendapat kasih-sayang Tuhan kelak di alam baka.***

Baca : Sakit Hati?

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *