Shalat dan Kehidupan

Ramadhan dan Kedamaian

SHALAT merupakan rukun kedua dalam Islam. Begitu pentingnya ibadah ini bagi seorang muslim, maka perintah ini dijemput langsung oleh Nabi Muhammad Saw ke Sidrat al-Mmuntaha saat melaksanakan israk dan mikraj. Dan pristiwa israk dan mikraj ini merupakan kejadian luar biasa (khariq al-‘adah) yang hanya pernah dilaksanakan oleh seorang manusia paling mulia di muka bumi yaitu nabi Muhammad Saw. Dan bagi seorang mukmin, shalat merupakan mikrajnya. Al-shalatu mikraj al-mukminin. Selain menjadi sarana mikraj, shalat juga menjadi tiang dari agama. Al-shalatu ‘imad al-din. Betapa urgennya tiang bagi sebuah bangunan. Shalat juga ibadah utama dan pertama yang dihitung di hari kiamat, bahkan tidak diperhitungkan ibadah lain sebelum ibadah ini dievaluasi oleh Ilahi. Inna awwala ma yuhasabu bihi al-‘abd yaum al-qiyamah al-sholah. Dan sejatinya ibadah shalat yang didirikan menjadi sarana untuk meminta pertolongan dari segala bentuk kesulitan. Wasta’inu bi al-shabri wa-alshalata innaha lakabiratun illa ‘ala al-khasyi’in. Serta mencegah seseorang agar tidak melaksanakan perbuatan yang fakhsya (keji) dan munkar (jahat). Inna al-shalata tanha ‘an al-fakhsya i wa al-munkar.

Bagaimana caranya agar shalat itu bisa menjadi sarana mikraj bagi seorang mukmin, menjadi tiang agama, menjadi senjata ampuh untuk keluar dari berbagai persoalan, dan mencegah orang dari berbuat keji dan munkar?

Sebelum mendirikan shalat, seseorang mesti bersuci dari najis dan hadats, karena tidak sah shalat kalau tidak bersuci. Di antara cara bersuci paling utama adalah dengan berwudhu’. Untuk itu sempurnakan wudhu’ sebelum mendirikan shalat. Kesempurnaan wudhu’ tersebut baik secara lahir maupun bathin. Setelah berwudhu’ jangan lupa berdoa kepada Allah Swt, di antaranya berbunyi: Asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lahu wa asyhadu anna Muhammdan ‘abduhu wa rasuluh, allahummaj’alni min al-tawwabina, waj’alni min al-mutathahhrin, waj’alni min ‘ibadik al-shalihin. “Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang menyekutukan bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa nabi Muhammad Saw adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku orang yang ahli taubat dan jadikanlah aku orang yang suci dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang saleh.”

Dari doa itu dapat diambil beberapa pemahaman, bahwa sesudah bersuci, sebelum shalat rasul ajarkan agar pertama: bersyahadat dengan sungguh-sungguh bahwa Allah Swt semata Tuhan yang hak untuk disembah, dan bersyahadat bahwa Nabi Muhammad Saw benar-benar abdullah dan Rasulullah. Kedua, bertaubat. Kata taubat secara sederhana bermakna kembali. Jika tersesat dalam perjalanan, maka kembalilah ke pangkal jalan. Jika dalam hidup yang awalnya difitrahi Ilahi untuk berbuat yang baik, benar, lurus dan prilaku terpuji lainnya, maka kembalilah untuk melakukan yang terpuji itu. Jangan lagi mengulangi dan meneruskan perjalanan yang gelap, suram dan sesat tersebut. Kembalilah kepada nilai-nilai yang digariskan Ilahi dalam kehidupan. Kata taubat dapat juga diartikan menyucikan diri dari penyakit-penyakit ruhani, seperti ujub, ria, sum’ah, takabur, hasad dan penyakit rohani lainnya. Jadilah suci hati dari penyakit batin yang akan merusak kekhusuyu’an shalat. Ketiga, waj’alni min al-mutahahhirin; sejatinya juga membersihkan diri dari kekotoran-kekotoran zahir, seperti hadats dan najis. Maka mandilah, berwudhu’lah, kenakan pakaian yang paling bersih, bagus serta memakai wewangianlah sebelum mendirikan shalat.

Setelah suci, bersih dan wangi lahir dan batin, maka yang keempat, yaitu melaksanakan buah dari menyucikan diri lahir dan batin, yaitu waj’alni min ‘ibadika al-shalihin: berprilakulah yang baik dan bermanfaat dalam kehidupan. Saleh dapat bermakna sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu yang bermanfaat. Sesuatu yang baik dan bermanfaat itu terbagi dua, ada yang hanya berlaku di dan untuk dunia, dan ada pula yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat. Kebaikan untuk dunia dilakukan atas dorongan naluri insaniah semata, dan itu dapat dilakukan oleh semua manusia. Jadi saleh ini hanya saleh dunia. Sementara kebaikan untuk dunia dan akhirat adalah atas dorongan perintah Ilahi dan dorongan rasa kemanusiaan itu sendiri. Ini merupakan kebaikan yang dilakukan oleh seorang muslim mukmin yang semua itu dinilai ibadah oleh Allah Swt, dan mendatang ganjaran pahala. Inilah saleh yang sebenarnya, yaitu saleh dunia dan akhirat.

Begitu dahsyatnya doa sesudah berwudhu’ tersebut. Dan semua nilai ideal, yaitu menjadi orang bertauhid, orang yang bertaubat dengan sebenar taubat, menjadi orang yang suci sebenar suci, menjadi orang saleh atau baik itu perlu diusahakan, tetapi pada intinya hanya Dia, yaitu Allah Swt jualah yang punya hak prerogatif untuk menyucikan manusia secara lahir dan batin karena Dialah Zat Yang Maha Suci, dan Dia jualah yang dapat menjadikan seseorang menjadi saleh. Manusia itu pada hakikatnya lemah dan tak mampu melakukan apa-apa. Untuk itulah maka setiap mukmin yang hendak mendirikan shalat agar ia berdoa, dan menyerahkan diri kepada Allah Swt.

Selain itu, seperti yang diisyaratkan dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 45-46, maka shalat sebagai sarana untuk mendapat pertolongan Ilahi mesti dimulai dengan sikap sabar. Apa itu sabar? Sabar artinya menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenan di hati. Ia juga berarti ketabahan. Imam Ghazali mendefinisikan sabar sebagai ketetapan hati melaksanakan tuntunan agama menghadapi rayuan nafsu. Kemudian, apa itu shalat? Dari segi bahasa, shalat adalah doa sedangkan dari segi pengertian syariat Islam adalah “Ucapan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat juga mengandung pujian kepada Allah atas limpahan karunia-Nya, mengingat Allah dan karunia-Nya mengantar seseorang untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya serta membuatnya tabah dan sabar menerima cobaan dan tugas yang berat saat menjadi khalifah fi al-ard.

Shalat tidak akan bermakna apa-apa kecuali bagi orang yang khusyu’. Innaha lakabiratun illa ‘ala al-khasyi’in. Dari redaksi ini terlihat, ternyata khusyu’ sudah ada sebelum shalat. Lalu siapakah orang yang khusyuk itu? Allazina yazunnuna annahum mulaqu rabbihim wa annahum ilaihi raji’un: yaitu orang-orang yakin bahwa mereka pasti menemui Tuhan mereka, dan mereka yakin bahwa kepada-Nya mereka akan kembali. Tumbuhkan keyakinan dengan sebenar-benar yakin bahwa kita akan menemui Tuhan dalam shalat, dan anggaplah itu merupakan shalat terakhir dalam kehidupan ini, anggaplah setelah shalat ini kita akan menemui ajal, karena, Iza shollaita fasholli shalatal muwaddi’: maka apabila Engkau shalat, maka shalatlah seperti shalat yang terakhir, demikian pesan Nabi Muhammad Saw kepada sahabat, Abu Ayyub al-Anshory.

Oleh karena makna pengertian shalat adalah ucapan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, maka yang amat diperhatikan dalam shalat adalah takbir. Takbir secara sederhana bermakna membesarkan, mengagungkan, maka besarkan dan agungkan Allah Swt. Bahwa Dialah sumber dari segalanya. Tidak ada yang agung dan besar dalam hidup ini kecuali Dia. La haula wala quwwata illa billahi al-‘aliy al-‘azhim.

Lalu salam. Salam seakar katanya dengan Islam dan muslim. Salam secara harfiah dapat juga bermakna menyerahkan diri, keselamatan dan kesejahteraan. Setelah shalat didirikan, maka menjadi muslimlah, menjadilah orang benar-benar menyerahkan diri secara total kepada Allah Swt, lakukan perbuatan yang menebarkan Islam, yaitu penuh kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan bagi alam semesta. Jadilah “Muhammad kecil”, yaitu manusia yang selalu berusaha menebarkan rahmatan li al-‘alamin, manusia yang mencoba mengikuti manusia panutan, yaitu mengikuti Nabi Muhammad Saw.

Wallahu a’lam. ***

Baca : Harimau Tjampa

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *