Telaga

Bang Long

Bismillah,

”Selalulah mengalirkan kebaikan,” kata Emak.

HAKIKAT kehidupan adalah kebaikan. Tidak ada manusia yang ingin berbuat jahat. Penjahat sekalipun pasti menginginkan dirinya untuk berada dalam kebaikan. Tidak ada yang menginginkan kemarau apalagi berpanjangan. Tidak ada juga manusia yang ingin air keruh untuk masak, minum, mandi, atau mencuci. Tak ’kan ada manusia ingin masuk neraka. Semua kita menginginkan kebaikan, keselamatan, kebahagiaan, dan kemakmuran. Jika diminta memilih telaga, kita pasti memilih telaga yang jernih airnya.

Telaga boleh kita samakan dengan sumber air. Kolam, perigi, danau, dan tasik. Keberadaannya bisa di mana saja. Di pegunungan, lembah, perbukitan, atau di tanah yang datar. Bentuknya beragam pula. Bulat, persegi empat, bujur, atau berkelok-kelok beraturan dan tidak beraturan sesuai di mana tempatnya. Sifatnya bisa alamiah atau buatan.

Lazimnya, telaga berisi air. Di sekelinginya ditumbuhi semak-belukar atau kayu-kayan. Suasananya alami, nyaman, dan menyegarkan. Karena alami itulah, air di telaga biasanya jernih. Air telaga yang jenih ini akan memberikan ketenangan. Tak ’kan ada manusia yang tidak menyukai air yang jernih. Tak ’kan ada pula manusia yang suka dengan air yang keruh.

Air merupakan sumber kehidupan. Sebagian besar bumi ini berisi air. Sebagian besar tubuh kita pun berisi air. Kehidupan akan meranggas tanpa air. Tanpa benda cair ini, kehidupan akan layu, gersang, dan mati terkangkang. Seisi dunia akan terkapar kehausan jika tak ada air yang memadai. Satu hari saja kita tak minum air yang layak, maka tubuh akan mengalami dehidrasi. Tubuh akan lemas. Semua makhluk hidup akan mengalami kesengsaraan jika air yang layak tidak terpenuhi.

Telaga tersebar di seluruh permukaan bumi. Sumber air tersebut menyebar di berbagai tempat seperti pegunungan, perbukitan atau plateau, lembah, dataran, gunung api, dan sepanjang pantai. Telaga menampung kenyamanan. Telaga mengalirkan kejernihan. Telaga membentangkan estetika. Telaga mengalirkan kehidupan di sekitarnya. Telaga bisa menjadi sumber kebutuhan rumah tangga. Telaga pun bisa menjadi sumber pengairan sawah dan ladang.

”Makanya Abah nak jadi telaga yang berair jernih,” katanya suatu ketika. ”Jika Abah menjadi telaga berair jernih, Abah akan mengalirkan kejernihan itu secara berterusan. Anak-anak Abah pun akan menjadi telaga berair jernih. Begitulah seterusnya kejernihan itu menjalar hingga ke keturunan kita selanjutnya,” begitulah Abah memahamkan kaidah telaga kepada kami.

Jika Abah adalah telaga yang jernih, tidak mungkin dia akan mengalirkan air yang keruh. Kita tamsilkan Abah sebagai pemimpin. Pemimpin bukan sekedar pemberi perintah atau instruksi. Pada hakikatnya, pemimpin adalah motivator, pemberi teladan, penyemangat, penyagang, dan magnet positif terhadap yang dipimpin dan koleganya. Jika pemimpin menjadi telaga, orang yang dipimpin atau teman sejawatnya akan merasa nyaman. Dia akan memberikan kejernihan hati, pikiran, dan perbuatan kepada orang di sekelilingnya. Telaga yang jernih akan mengalirkan air terbaik kepada kanal, parit, atau suak, dan sawah ladang. Kejernihan itu akan menghasilkan sesuatu yang terbaik.

Jika para pendidik seperti Abah menjadi telaga yang jernih, tentu saja mereka akan mengalirkan para siswa yang bening. Bening hatinya, otaknya, dan perbuatannya. Hati bening akan melahirkan kecerdasan perasaan. Otak yang bening akan melahirkan kecerdasan intelektual yang maksimal. Perbuatan yang bening akan melahirkan hubungan sosial yang berkelas. Perasaan, pikiran, dan perbuatan yang jernih akan membangun sistem interaksi dan kecerdasan sosial yang molek. Akhirnya, kegemilangan tamadun akan terbangun.

Kita bayangkan suatu negara menjadi telaga yang bersih. Tentu saja negara menjadi kuat karena roda pemerintahannya mengalir di air bersih. Kita pun dapat menamsilkan suatu institusi menjadi telaga yang bersih. Tentu saja akan menjadi institusi bermarwah. Orang tua berangan-angan menjadi telaga yang bersih. Sudah pasti anak-anaknya tumbuh dalam kebenaran. Kita menginginkan sekolah-sekolah menjadi telaga yang bersih. Niscaya generasi muda berselimut kecerdasan yang hakiki.

Wajar saja Abah ingin menjadi telaga yang jernih airnya. Setiap saat, Beliau ingin mengalirkan air jernih itu kepada anak dan isterinya. Dia benar-benar ingin membentengi keluarganya dari kekeruhan. Abah ingin membangun rumah tangga yang tidak tercemar oleh kekeruhan dunia. Abah yakin bahwa keluarga yang jernih akan membangun kebudayaan yang bening laksana embun. Ya, sebening embun, bukan air bersoda.

Kejernihan air dari telaga adalah kebenaran. Kehidupan yang diawali dengan niat yang benar akan melahirkan kebenaran itu. Selayaknya, kebenaran itulah minuman jiwa. Dalam Tunjuk Ajar Melayu dikatakan bahwa kebenaran merupakan sifat sejati. Orang yang benar hatinya suci. Kejernihan pun simbol dari kesucian. Bukan cuma itu. Disebutkan juga bahwa Jadikan kebenaran pegangan jiwa, orang yang benar dirahmati Tuhan. Karena itu, kebenaran jangan sampai dilanggar. Kejernihan jangan sampai dikeruhkan. Mari kita menjaga agar diri tetap jernih. Dari telaga yang jernih, tak akan mengalir air yang keruh.***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Ahad, 05 Rajab 1443 / 06 Februari 2022

Baca : Dingkis

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *