Jumat Berbagi

Ramadhan dan Kedamaian

COVID-19 muncul ke tengah umat manusia membawa berbagai hal dalam kehidupan. Merisaukan, meresahkan, menyusahkan, mencemaskan dan menakutkan, bahkan juga menyadarkan dan membawa perubahan. Untuk sementara, hari ini ia menjadi makhluk yang dipandang sebagai musuh bersama oleh semua umat manusia karena membuat tatanan kehidupan masyarakat global lintang-pukang berantakan.

Akan tetapi terlepas dari semua itu, Covid-19 menumbuhkan sebuah sikap lain bagi sebagian umat Islam. Di tengah pandemi yang menyebabkan krisis ekonomi, kritisnya kesehatan, meningkatnya kriminalitas karena membengkaknya pengangguran, dan lain sebagainya, umat mulai menyadari bahwa sesuatu yang amat menakutkan tak dapat dilawan dengan kekerasan, ketakutan, kerisauan dan kecemasan berlebihan pula. Justru semua ini mesti “dilawan” dan dihadapi dengan mengetuk pintu langit melalui berbagai kegiatan kemanusiaan yang membahagiakan. Di antara cara untuk mengetuk pintu langit itu adalah melalui infak dan sedekah.

Akhir-akhir ini, pada sebagian mesjid, terutama di Pekanbaru, fenomena infak, sedekah para dermawan bagi para jemaah lain kian marak. Itu terlihat misalnya saat hari Jumat. Para jemaah bersama-sama menikmati infak nasi bungkus atau penganan yang sudah tersedia ketika baru melangkah keluar dari mesjid seusai shalat Jumat.

Saat lapar melanda hebat pada siang berdentang, mereka dapat menikmati nasi kotak atau nasi bungkus dengan penuh sukacita. Tidak hanya shalat berjemaah, makan siang pun berjamaah juga. Tak peduli apakah nasi diperoleh dari rumah makan atau dimasak sendiri oleh jemaah kaum Hawa di sekitar mesjid. Bagi kelompok yang ekonominya benar-benar terpuruk akibat Covid-19, gerakan ini sedikit teringankan, dan amat membantu mereka dari serangan lapar siang. Setidaknya ini dapat mengurangi beban dapur di rumah untuk sejenak.

Selain berbagi saat sedang lapar usai mendirikan shalat Jumat, kini muncul juga berbagi uang jajan atau hadiah bagi kanak-kanak yang shalat Subuh berjemaah di mesjid. Maka berdedai-dedailah generasi harapan masa depan itu pergi ke masjid menemani orang tua mereka menunaikan Jemaah Subuh. Langkah ini walaupun terdapat juga kelemahannya, karena bila tidak ada reward dari ibadah Subuh, sebagian mereka pun enggan ke mesjid. Untuk tahap awal, gerakan ini dapat menjadi motivasi agar kanak-kanak semakin dekat dan cinta kepada rumah Allah.

Barangkali para aghniya alias para tajir melakukan gerakan ini terpacu karena hadits Nabi Muhammad Saw yang dijelaskan Imam Al- Syafi’i bahwa “Telah sampai kepadaku dari Abdillah bin Abi Aufa bahwa Rasulullah bersabda, ‘Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku di hari Jumat sesungguhnya shalawat itu tersampaikan dan aku dengar’. Nabi bersabda, ‘Dan di hari Jumat pahala bersedekah dilipatgandakan.” (Imam al-Syafi’i, al-Umm, juz 1, hal. 239).

Bagi Riau, khususnya Kota Pekanbaru, boleh dibilang langkah ini merupakan gerakan baru. Ia tampak menjadi fenomena yang membahagiakan, dan sedikit menjadi setawar sedingin saat Covid-19 kian memanas dan menggila. Kalau pun kegiatan serupa ini sudah ada sebelum Covid-19 muncul, itu pun belum menjadi gerakan yang menjamur seperti sekarang.

Di tempat lain, apa yang terjadi ini sesungguhnya sudah lama maujud. Saya bersama anak kedua saya Fikraneil H. Nouran sudah menikmati juadah bakda Jumat ini sekitar delapan tahun lalu di salah-satu mesjid di Kuala Lumpur. Kami menikmatinya sambil berteduh di bawah pohon rindang yang ditiup angin semilir, pokok kayu yang tumbuh gagah di pekarangan mesjid, sambil menyaksikan air mengalir di parit yang berarus tenang.

Gerakan Jumat bersedekah, Jumat berinfak atau Jumat berbagi ini memang suatu amal perbuatan yang amat mulia. Amat mulia bagi pemberi infak dan amat berguna bagi masyarakat yang membutuhkan. Semoga gerakan ini bukan hanya menjadi euforia sesaat. Sejatinya terus dilestarikan agar berkah Ilahi kian memenuhi seisi bumi, agar berbagai petaka berat tidak lagi turun ke tengah semesta. Semoga gerakan berbagi ini terus saja maujud, tidak hanya di hari Jumat tapi di hari dan waktu yang lain.

Semoga Covid-19 ini tidak hanya melahirkan ketakutan, kecemasan dan keresahan semata akan tetapi menambah rasa cinta kasih dan rendah hati di antara sesama serta rasa rendah diri di hadapan Ilahi. Sehingga pada akhirnya, apapun yang menimpa tidak menjadi musibah atau bala petaka akibat durhaka diri akan tetapi menjadi ujian untuk menaikkan derajat diri, demi hari ini dan untuk nanti di alam abadi.

Semoga virus mematikan ini segera pergi, dan tidak diganti dengan wabah bencana lain yang lebih menakutkan dan membahayakan, dan semoga kian hari manusia semakin sadar akan perlunya rasa cinta kasih antar sesama, dan rasa cinta erta penyerahan sejati kepada Dia Pemilik segalanya.

Wallahu a’lam. ***

Baca : Generasi Bintang

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *