LAMANRIAU.COM JAKARTA – Pemerintah sepertinya ngotot ingin menaikan harga BBM jenis Pertalite dan Solar. Sementara masyarakat kelas menengah ke bawah merasa kembang kempes ( cemas red) menunggu keputusan pemerintah tersebut.
Sebab mereka adalah kelompok yang akan merasakan dampak negatif dari rencana pemerintah tersebut.
Kalau Pertalite naik, bagaimana dampaknya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah?
Dikutip dari CNBC Indonesia, Konsumsi Pertalite di Indonesia mencapai 80% dari total bensin, sehingga kenaikan harga Pertalite tentu akan mendorong kenaikan inflasi, yang mungkin saja meningkat.
Menurut data Badan Pusat Statistik ( BPS) Bensin/Pertalite dalam mempengaruhi inflasi memiliki bobot 4%. Sehingga misalnya saja harga BBM naik 10%, inflasi bisa terdorong hingga 0,4 poin persentase terhadap inflasi.
Secara historis, pada 2014 misalnya, saat harga BBM jenis Premium dinaikkan pada bulan November hingga 30%. Inflasi kemudian melesat hingga 8,36% (yoy).
Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% (yoy).
Dampak kenaikan BBM ternyata tidak hanya pada ekonomi, tapi juga akan berimbas pada aspek sosial masyarakat. Terutama di sektor ketenaga kerjaan. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikawatirkan tidak bisa dihindari.
BBM sangat diperlukan untuk operasional perusahaan, sehingga jika harganya kian mahal maka akan membebani biaya produksi hampir seluruh sektor dan lini bisnis. dengan menghentikan rekrutmen karyawan baru hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Kenaikan BBM berpotensi akan meningkatkan angka pengangguran yang tentunya akan menambah tingkat kemiskinan Indonesia. Padahal, per Maret 2022, BPS telah melaporkan adanya penurunan tingkat kemiskinan setelah pandemi.
Tingkat kemiskinan per Maret mencapai 9,54% atau 26,16 juta orang. Turun 0,6 poin atau 1,38 juta orang. Sementara dibandingkan September 2021 penurunan tingkat kemiskinan mencapai 0,17 poin atau 0,34 juta orang.
Namun, garis kemiskinan mengalami kenaikan 3,975% dibandingkan September 2021 menjadi Rp 505.469 pada Maret 2022.
Bukan hal yang tak mungkin, jika tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan yang meningkat akan menimbulkan kekacauan hingga demo.
Jika berkaca pada 2013 silam, ratusan mahasiswa dan buruh menggelar demo menolak kenaikan BBM di depan Istana Negara, Pertamina, hingga Kementerian Energi dan Daya Mineral (ESDM).
Hal tersebut seharusnya dapat menjadi pembelajaran. Sebelum pemerintah menaikkan harga BBM, sebaiknya mencermati beberapa poin seperti tingkat inflasi dan daya beli masyarakat.
Konsumsi masyarakat Indonesia berkontribusi sebanyak 50% terhadap PDB, sehingga jika inflasi meninggi tentunya akan membatasi konsumsi masyarakat dan ikut mengerek turun PDB.
Sinyal-sinyal kenaikan harga BBM Pertalite ini sudah sering mencuat, baik itu dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.***
Editor: zulfilmani/sumber cnbc indonesia