Puisi-puisi Karya Yanuar Abdillah Setiadi (Bag. 2)

Maaf

Saat kau memaafkanku
Daun-daun amarah dalam pohon hatiku luruh
Seperti ditiup angin musim semi yang menenangkan
Siap menyambutnya dengan suka cita
Sakura kasih merekah
Dicium lebah-lebah yang kasmaran
Berimpit meramu madu
Yang manisnya terbuat dari lesung pipimu
Menebarnya bak benih-benih bunga kasih
Yang siap rekah di taman hatiku.

Purwokerto, September 2022

Bentanglah Sajadah Doa Selebar Bumi

Saat kau diterkam susah
Berlindunglah pada-Nya
Karena sejauh mata memandang adalah bumi-Nya
Yang begitu lapang limpahan rahmat
Di laut, kasih sayang-Nya menjelma asin garam
Yang bisa dinikmati di dapur
Meramu kehangatan di meja makan dengan doa sebelum dan sesudah makan.
Di Gunung, buah cinta-Nya akan
Menggelinding ke kota-kota
Menebar vitamin di setiap kandungan
Tak perlu kau ragu berlutut, bersimbah dan bersujud
Lapangkan doa-doamu dalam hamparan sajadah-Nya
Niscaya doa itu akan tunjam dalam bumi
Tumbuh subur hal-hal baik
Yang kau sendiri tak mengiranya.

Purwokerto, September 2022

Sambang

Kita saling mengunjungi di waktu yang sama
Tapi aku tak pernah bertemu rasamu
Sepertinya hatimu memang tak bertuan
Tapi, kemanakah perginya tuan rumah saat aku bertandang?
Aku acap kali hanya menemui ragamu
Mungkin hatimu senang melanglang buana
Mencari hati lain yang entah dimana
Tapi, kapan kau lekas kembali?
Menyadari, bahwa di sini
Ada tamu yang menunggumu
Menanti kau berbalik arah
Bahwa selalu ada peluang
Sebelum aku pamit pulang
Menanti kau yang tak kunjung datang.

Purwokerto, September 2022

Jingga

Sudahkah kopi yang kuseduh mampu menghapus
Kesedihan di denyut nadimu?
Atau hanya sekadar melepas penat sesaat?
Hidup memang harus dihiasi kepedihan-kepedihan
Agar gradasi muncul di langit kalbu
Bukan hanya asmara yang biru
Tapi ada jingga yang merona
Tanda bahwa hubungan ada kalanya diakhiri oleh sore
Berganti temaram malam
Yang dingin dan gelap
Agar ada seorang yang datang dengan sukarela
Meluangkan waktunya
Mencurahkan peluknya
Yang menenangkan
Yang menghangatkan.

Purwokerto, September 2022

Resah di Kala Senang

Hari pun berbahagia menyambut hari lahirmu
Lantas kenapa air matamu terjun dari pelupuk matamu?
Yang lugu dan tampak meragu
Marilah rayakan hari jadimu
Letuskan semua penat-penat di langit
Agar menjadi kembang api yang menyinari kelammu
Terbangkan pelita-pelita semangat
Bagaikan lampion yang siap menjangkau
Bintang-bintang di angkasa sana
Bahwa api semangatmu masih sanggup
Merengkuh cita-cita di luas awan
Bersanding dengan rasi bintang
Lantas, mengapa kau masih resah di kala senang?

Purwokerto, September 2022

Sakit

Tuhan, Engkau menyembuhkan
Sakit yang bersemayam di dalam hati
Kalbu kami selalu diselimuti rencana-rencana duniawi
Lupa, bahwa manusia hanya makhluk yang lemah
Lemah yang diciptakan dari tanah
Hina adalah sifat dasar, manusia.
Tapi, seperti kata-kata para motivator
Raihlah semua cita setinggi langit
Tapi, kita terlalu betah di langit.
Lupa muasal sebagai manusia
Yang berasal dari bumi
Hendak mati
Pasti

Purwokerto, September 2022

Tua

Pada kulit keriput
Aku ingin mengatakan
Jangan menua
Masih banyak kota yang ingin aku singgahi
Masih banyak mimpi yang menguap di udara
Masih banyak dosa yang perlu ditebus
Masih banyak doa yang harus di langitkan
Bukankah kita dilatih untuk tanggung jawab?
Apa yang dimulai
Harus diakhiri dengan tuntas?
Namun, waktu kita terbatas
Hanya sekedip mata
Sebentar lagi kita menua
Renta dan tiada
Semoga, kata-kata ini tetap abadi
Seperti doa-doa yang hidup pada yang mati

Purwokerto, September 2022

Jalang

Setiap kita, liar
Sisi yang terkadang tersingkap di hadapan manusia
Saat sendiri kau masih bisa menahannya?
Saat sepi
Kau menampakkan wujud aslimu
Yang ditutup-tutupi dari mata manusia
Satu hal yang perlu kau paham
Bahwa Tuhan memantau segala gerak
Walau pun kau tak bergerak
Tuhan pun tau siapa yang berlagak

Purwokerto, September 2022

Jika Kau Berdoa, Aku Pun Mencinta

Sumpah serapah
Mengutuki langkah pendosa
Ia mafhum betul, dosanya menghalangi cinta pada Tuhan-Nya
Ia pernah bertanya pada waktu
Mau sampai kapan?
Dalam benak, pendosa selalu ingin meraih taubat
Ia berbincang pada dirinya sendiri
Bagaimana caranya?
Lewat wasilah apa?
Berdoalah,
Jawab Tuhan.
Saat kau berdoa, Aku pun Mencinta

Purwokerto, September 2022

Singgah Sejenak

Perjalanan ini layaknya pantai yang bertepi
Di sebuah pulau, pelaut akan sampai jua
Selama melaut, ia tak boleh hanyut
Oleh gelombang-gelombang dunia
Yang bisa menenggelamkannya ke dasar kenistaan
Dia harus teguh dengan prinsipnya
Istiqomah seperti tongkat yang terus dikayuh
Benar, bukan?
Kata orang, nenek moyang manusia adalah pelaut
Sejatinya setiap insan adalah pelaut
Yang mengarungi buas dunia
Berlayar dan akan berlabuh
Maka persiapkan segalanya dengan sungguh
Agar sampai dengan hati yang diridai-Nya

Purwokerto, September 2022

————————
Yanuar Abdillah Setiadi, lahir di Purbalingga, 01 Januari 2001. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto. Karyanya telah tertulis di berbagai media diantaranya; Majalah An-Nuqtoh, barisan.co, mojok.co, litera.co, tajdid.id, sumenepnews.com, mbludus.com, rumahliterasisumenep.org, ruangjaga.com, sukusastra.com, gokenje.id, geger.id, metafor.id, LamanRiau.com, lenggokmedia.com, morfobiru.com, labrak.co, maca.web.id, literasikalbar.com, negerikertas.com, secukupnya.com, nalarpolitik.com, riausastra.com, pustakaekspresi.com dan puisi.id. Juara 3 LCQN Pena Artas, Juara 3 LCPN Komunitas Tanjungisme, Juara 2 LCPTN Mannera. Wa: 085865771853, Facebook: Yanuar Abdillah Setiadi, Instagram: @yanuarabdillahsetiadi.

Baca: Puisi-puisi Karya Yanuar Abdillah Setiadi

*** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected] [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews